Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semah Rantau, Tradisi Menjaga Kampung

Kompas.com - 24/05/2016, 20:16 WIB

Seusai shalat dzuhur, para ninik mamak naik ke perahu hias diiringi ratusan anak dan kemanakan. Mereka menuju sungai di batas Desa Gajah Betalut. Iring-iringan sampan membuat suasana Sungai Subayang sangat ramai dengan puluhan perahu bermesin tempel bersuara berisik. Semua tampak gembira karena hari itu adalah hari besar desa.

Sesampainya di tempat yang dituju di sebuah lubuk dengan arus berputar, pengetua adat melepaskan kepala kerbau ke dalam sungai. Setelah berdoa seluruh rombongan dari desa makan bersama di pinggir sungai. Menunya, gulai daging kerbau.

Ratusan tahun

Datuk Pucuak Azismanto (51), pengetua adat lima suku di Tanjung Beringin, mengungkapkan, semah rantau adalah tradisi yang sudah berusia ratusan tahun. Budaya itu dibawa nenek moyangnya dari Minangkabau, Sumatera Barat.

Secara geografis, Sungai Subayang berada di perbatasan Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Tidak heran apabila aura Minang sangat kental di sana.

”Acara bersemah atau bersih-bersih adalah simbol menyucikan diri warga desa dari dosa-dosa yang diperbuat sepanjang tahun. Ziarah kubur dan persembahan hati kerbau untuk memohon agar warga selamat atau tidak diserang harimau apabila mencari nafkah di kebun (hutan). Menghanyutkan kepala kerbau agar kami selamat beraktivitas di sungai,” kata Azismanto.

Tradisi semah rantau, kata Azismanto, biasanya dilangsungkan setiap tahun. Namun, kali ini tertunda selama dua tahun karena ekonomi warga yang sulit. Harga karet jatuh sempat menyentuh Rp 4.000 per kilogram sehingga warga tidak mampu melangsungkan acara.

Pada tahun ini, Dodi Rasyid (34), pemuda Kampar Kiri, yang menggerakkan acara tradisi itu. Ayah dua anak beristrikan putri Sungai Subayang itu adalah seniman yang menggandeng Dinas Pariwisata Kampar dan WWF Riau sebagai sponsor.

”Dulu budaya semah rantau dilakukan di banyak desa di sepanjang Sungai Subayang. Sekarang semakin jarang. Kami selaku orang muda khawatir tradisi ini bakal punah. Di Tanjung Beringin adat istiadat masih dijunjung tinggi, dan niat warga menjaga budaya masih bagus. Karena itu kami bergerak mengumpulkan dana untuk menyelenggarakan acara budaya ini,” kata Dodi.

Upaya Dodi dan teman-temannya menghidupkan tradisi langka di daerahnya patut diapresiasi. Bertahannya keindahan alam Sungai Subayang akan menjadi sempurna dengan tradisi budaya itu. Peran pemerintah tentu dibutuhkan untuk menjaga budaya itu hidup sepanjang masa. (Syahnan Rangkuti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com