BANGLI, KOMPAS.com - Makanan berbahan umbi yang selalu identik dengan makanan desa karena kerap ditemukan dan disajikan warga pedesaaan sudah tak asing lagi. Biasanya disajikan dalam bentuk peneman kopi atau teh.
Namun ada lagi makanan khas pedesaan yang jarang dikonsumsi oleh kebanyakan orang. Dari berbagai jenis umbi, ada salah satu jenis umbi yang jarang dikonsumsi.
Untuk bisa dikonsumsi sebagai kudapan, dibutuhkan keahlian khusus untuk mengolahnya, sehingga layak menjadi jajanan khas Bali.
Nama tanaman ini adalah Sueg, di mana umbinya bisa diolah menjadi kue khas Bali dan tidak kalah lezat dengan umbi jenis yang lumrah diolah sebagai panganan. Sueg bisa diolah menjadi jajajan setelah melalui beberapa proses.
Jenis umbi satu ini memang berbeda dengan umbi jenis lainnya. Tidak semua jenis umbi Sueg bisa dikonsumsi, bahkan malahan ada yang beracun. Jenis jajanan ini pun hanya bisa kita peroleh dalam setahun sekali di setiap musimnya.
Di Desa Penglipuran, Bangli, yang dikenal dengan memiliki keindahan arsitektur bangunan khas di setiap pintu masuk, ada sosok yang intens tiap tahunnya mengolah umbi Sueg.
Ni Wayan Puspawati adalah perempuan Penglipuran yang belum lama ditemui dengan berkeliling memasuki rumah-rumah tetangganya. Ia bersama anak lelakinya memproses umbi Sueg ini dari sebuah rumah di antara deretan rumah khas tradisional yang memiliki lahan tegalan di bagian belakang rumah.
Ketika ditemui belum lama ini, ia baru saja beranjak dari pintu rumah bergegas di bawah rintik hujan. Ia menempati rumah di kawasan Desa Wisata Penglipuran, tidak jauh dari Karang Memadu di deretan paling selatan.
Dari sini ia menjajakan jajanan Sueg dari rumah ke rumah, seolah sudah akrab dengan para pembelinya. Wisatawan yang kebetulan berkunjung pun dibuat penasaran, dan bahkan turut mencicipinya.
Dalam satu nampan, Ni Wayan Puspawati menata rapi jajanannya yang masih hangat, memiliki ciri khas berupa taburan parutan kelapa di permukaan kue tersebut.
Uang dari hasil jualan lantas diselipkan di bawah jajanan ini. Makin lama melangkah, receh dan uang kertas akan makin banyak terkumpul di bawah jajanan yang tertata.
Menurut dia, Sueg merupakan umbi yang bisa diolah menjadi jajanan enak. Sueg tumbuh liar di kebun dan hanya bisa dipanen setahun sekali.
"Untuk mengetahui bisa dipanen, pohon Sueg itu harus mati dulu dengan sendirinya. Baru bisa diambil umbinya," ujarnya.
Uniknya, tumbuhan ini mampu menghasilkan umbi yang lebih besar setelah ditanam ulang dari pohon yang telah gugur dengan cara membalikkan posisi umbi yang sebelumya dipanen. Hasilnya akan dua kali lipat lebih besar, namun baru bisa dipanen sekali sepanjang tahun.
Ni Wayan Puspawati menambahkan untuk menjadikan jajanan, umbi Sueg melalui beberapa proses sebelum tampil sebagai jajanan yang menggugah selera. Setelah diambil dari dalam tanah, umbi lalu dibersihkan dan dipotong-potong sesuai selera.
Selanjutnya dikukus beberapa menit hingga terlihat empuk dan matang. Tahap akhir ditaburi parutan kelapa dan ditambah gula aren cair atau bisa juga dengan gula pasir sebagi pemanis. "Sueg paling enak dimakan setelah matang, karena masih hangat-hangat," imbuhnya.
Selain memiliki rasa yang enak, Sueg juga memiliki "tantu" atau anti terhadap gangguan ternak babi yang hidup di sekitaran tanaman. Karena tanamannya bersentuhan langsung dengan babi, maka dipercaya umbi Sueg akan membuat gatal bagi yang mengkonsumsinya.
Tanaman Sueg bisa tersebar di Bali, namun tidak semua bisa dikonsumsi. Khusus batang berwarna keunguan, sangat dianjurkan untuk tidak diolah dijadikan jajanan apa pun.
Jajanan Sueg, jajanan musiman ini akan bisa dijumpai di pertengahan tahun antara Juni hingga Juli.
Mereka yang berjualan dengan mengusung nampan di kepala dari rumah ke rumah, menyambangi setiap penghuni rumah yang ada di kawasan Desa Penglipuran. Satu porsi cukup dengan Rp 2.000 yang dikemas dalam daun pisang.
Dengan menikmati jajanan khas ini, kunjungan di Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli akan semakin lengkap. Wisatawan berada di sudut desa yang masih terjaga keasriannya, sambil menghirup udara segar di ruang terbuka. (baliterkini/BT)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.