Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Festival Unik di Indonesia Saat Lebaran

Kompas.com - 06/07/2016, 14:05 WIB
Silvita Agmasari

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia memiliki latar belakang beragam dan budaya yang kaya. Tak heran saat hari raya Idul Fitri, tiap daerah memiliki tradisi berbeda. Tradisi-tradisi ini memiliki makna yang indah dan tujuan yang menarik untuk disimak, seperti berikut ini:

1. Bakar Gunung Api di Bengkulu

Tradisi yang dilakukan untuk menyambut hari raya Lebaran ini dilakukan oleh Suku Serawai. Tradisi ini merupakan tradisi turun temurun yang sudah dilakukan beratus tahun.

Saat malam takbiran, masyarakat akan menyusun batok kelapa yang disusun layaknya tusuk sate. Batok kelapa kemudian dibakar, sebagai simbol ucapan syukur kepada Tuhan dan juga doa untuk arwah keluarga agar tentram di dunia akhirat.

TRIBUNJOGJA/BRAMASTO ADHY ILUSTRASI - Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengawal 'gunungan kakung' dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat saat berlangsungnya tradisi Grebeg Syawal, Rabu (31/08/2011). 'Gunungan Kakung' yang terdiri dari berbagai sayuran dan hasil bumi tersebut kemudian diarak menuju ke Masjid Gede Keraton untuk selanjutnya dirayah warga. Warga yang berhasil mendapat salah satu isi dari gunungan tersebut dipercaya akan mendapatkan berkah dan rezeki. Upacara tersebut itu dilaksanakan bertepatan dengan perayaan 1 Syawal 1432 H.

2. Grebeg Syawal di Yogyakarta

Festival satu ini biasanya tak luput dari pemberitaan di media televisi. Acara akbar ini merupakan ritual Keraton Yogyakarta yang rutin dilakukan pada Satu Syawal.  Upacara tersebut diawali dengan keluarnya Gunungan Lanang (Kakung) dan dibawa ke Masjid Gede Keraton Ngayogyakarta untuk didoakan.

Gunung Lanang terbuat dari sayur-sayuran dan hasil bumi lainnya. Gunungan tersebut dikawal oleh prajurit keraton. Puncaknya, masyarakat akan memperebutkan hasil bumi di Gunung Lanang yang dipercaya membawa berkat.

3. Perang Topat di Lombok, Nusa Tenggara Barat

Selain di makan, di Lombok, Nusa Tenggara Barat, ketupat juga dijadikan alat perat. Perang di sini adalah saling melemparkan ketupat setelah berdoa dan berziarah di Makam Loang Baloq di kawasan Pantai Tanjung Karang dan Makam Bintaro di kawasan Pantai Bintaro setelah Lebaran.

Melempar ketupat dipercaya dapat mengabulkan doa. Sejatinya Perang Topat adalah simbol kerukunan umat Hindu dan Islam di Lombok, sebab peserta perang topat adalah masyarakat dari kedua umat.

4. Ngejot di Bali

Keindahan toleransi antar masyarakat juga ada di Bali. Nyama Selam yang artinya saudara dari kalangan Muslim, merupakan sebutan khas penduduk Bali yang mayoritas Hindu kepada kerabat sekampung yang beragama Islam.

Tradisi yang dilakukan adalah ngejot, yaitu umat Muslim yang merayakan Lebaran memberi hidangan pada tetangga tanpa peduli latar belakang agama. Sebagai balasan, umumnya umat Hindu akan memberi makanan pada tetangganya di Hari Raya Nyepi atau Galungan.

5. Meriam Karbit di Pontianak

Konon meriam karbit dahulu ditembakan untuk mengusir kuntilanak, namun demikian kini meriam karbit berubah menjadi festival yang ditunggu tiap Lebaran. Festival tersebut biasa diadakan di tepian Sungai Kapuas dan sudah menjadi ajang perlombaan oleh masyarakat setempat.

Meriam yang mengikuti lomba harus dihias. Penilaian lomba berdasarkan bunyi meriam yang dihasilkan. Lomba diikuti oleh kelompok dan dinilai kekompakan bunyi yang dikeluarkan meriam. Untuk membuat meriam karbit dibutuhkan Rp 15-30 juta.

Meriam ini terbuat dari pohon kelapa atau kayu durian. Jadinya sebuah meriam yang panjang dengan silinder yang lebar. Tak lupa rotan digunakan sebagai pengikat meriam.

6. Binarundak di Sulawesi Utara

Makan nasi jaha beramai-ramai dilakukan oleh masyarakat di Motoboi Besar. Bersama-sama mereka membuat nasi jaha yang terbuat dari beras ketan, santan, dan jahe yang kemudian dimasukan bambu berlapis daun pisang, dan dibakar dengan sabut kelapa.

Aktivitas membakar bambu tersebut dilakukan di jalan atau lapangan, selesai dibakar seluruh masyarakat makan bersama sambil bersilaturahmi.

7. Membakar ilo sanggari di Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Tradisi ini dilakukan dengan membakar lentera di sekeliling rumah. Lentera terbuat dari bambu dan dililit minyak biji jarak. Penduduk setempat percaya dengan menyalakan lentera, malaikat dan roh leluhur akan datang dan memberikan berkah di hari Idul Fitri. Namun sayang tradisi ini semakin langka karena penggunaan lampu listrik.

8. Tumbilotohe di Gorontalo

Masyarakat setempat memasang lampu sejak tiga malam terakhir menjelang Idul Fitri. Tradisi memasang lampu tersebut awalnya untuk memudahkan warga memberikat zakat fitrah di malam hari. Kala itu, lampu terbuat dari damar dan getah pohon.

Seiring waktu, lampu diganti dengan minyak kelapa dan kemudian beralih menggunakan minyak tanah. Tradisi ini sudah berlangsung sejak abad ke-15 masehi. Kini, lampu yang dipasang hadir dalam berbagai bentuk dan warna. Lampu dipasang tak hanya di rumah, tetapi juga di tempat umum sampai di sawah. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com