Cahaya kehidupan itu juga membangunkan warga Kampung Lete pada Sabtu itu. Cahaya kehidupan itu membangunkan mereka agar bersiap-siap melaksanakan ritual Pui Pejak. Saat cahaya kehidupan itu menyinari mata orang-orang di kampung itu. Saat itu pula mereka menyiapkan diri untuk melaksanakan ritual tersebut.
Gaspar Taulero, Thomas Lalung, Sabtu (27/8/2016) pagi itu menginformasikan kepada anggota suku untuk mempersiapkan hewan ternak seperti kerbau, babi, ayam, gendang, tali nilon, parang serta berbagai kebutuhan lainnya.
Sebuah tiang yang disebut Ngadhu ditanam di depan rumah adat. Tiang ngadhu itu adalah pohon dadap berduri. Tiang Ngadhu itu diperuntukkan untuk mengikat seekor kerbau.
“Sebelum puncak pelaksanaan ritual adat ini, ada beberapa ritual yang dilangsungkan di dalam rumah adat. Dibuatkan tungku api di samping Hiri Bongkok (tiang tengah rumah), ritual ledo taun manga, sai taun weru dan tua wua sero soun (tinggalkan tahun lama dan terima tahun baru dan terima buah baru, pau wawi agu manuk (dilangsungkan ritual babi dan ayam), ting gendang (beri gendang), darang-darang ayam agu ela one gendang (teteskan darah ayam dan babi di gendang), wuran ata susan sai ata lawin (buang yang sulit menerima yang baik), soso mbata (menyanyikan mbata), langga liong (menari keliling hiri bongkok),” jelasnya.
Tua Teno Rumah adat Gendang Lebok Teno Gunung, Stanislaus Jalang kepada KompasTravel di Kampung Lete, menjelaskan, ritual ‘Pui pejak Mbaru Wono Siri Bongkok’ atau ritual meresmikan rumah adat Mbaru Gendang Lebok Teno Gunung (Suku Gunung).
Jalang menjelaskan, ada beberapa ritual yang dilangsungkan sebelum puncak ritual paki kaba (bunung kerbau). Pertama, weri ngadhu jejat (tanam tiang batang pohon kayu dadap). Kedua, soa kaba (ikat kerbau). Ketiga, raga ramang kaba (menari keliling kerbau yang sudah diikat di Ngadhu).
Keempat raga sakil naki ruda raja (menari untuk membereskan urusan leluhur di sekeliling kerbau). Kelima, tola kaba (ujud-ujud atau permohonan sebelum kerbau dibunuh). Keempat, paki kaba. Paki kaba dilaksanakan oleh ana rona.
Raga Ramang Kaba
Sebelum kerbau dibunuh, terlebih dahulu dilangsungkan raga rama kaba (menari keliling kerbau) yang dipimpin oleh Tua Teno atau Kepala Suku. Pakaian yang digunakan oleh anggota menari adalah kain songke, selendang, baju putih, topi songke.
Sesuai dengan adat istiadat dari suku tersebut, raga ramang kaba lima kali. Artinya, penari yang terdiri laki-laki menari lima putaran dalam bentuk lingkaran. Penari menari mengelilingi kerbau yang sudah diikat.
Tua teno dengan sebuah keris ditangannya menari-nari sambil menyanyikan goet-goet bahasa lokal. Goet-goet atau bahasa tutur meminta leluhur yang sudah meninggal dunia bersama dengan alam dan Sang Pencipta kehidupan memberikan berkat dan restu atas ritual ini.
Tola Kaba
Sesudah menari lima putaran mengelilingi seekor kerbau, tua teno melangsungkan ritual tola kaba. Arah tola kaba harus ke timur. Arah datang cahaya kehidupan. Artinya, tola kaba menghormati matahari sebagai cahaya kehidupan kepada manusia di bumi ini yang diciptakan oleh Sang Pencipta Cahaya Kehidupan.
Ritual Tola kaba menghormati Sang Pencipta bersama dengan leluhur yang sudah meninggal dunia dari suku tersebut.
“Warisan leluhur ini harus diikuti. Cara mengikat kerbau dan melangsungkan ritual tola kaba harus selalu ke arah matahari terbit. Sebab, kepercayaan orang Manggarai Timur, matahari memberikan cahaya kehidupan. Terang bagi kehidupan manusia,” jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.