HO CHI MINH, KOMPAS.com - Perekonomian Vietnam berkembang sedemikian pesat. Sistem komunisme pada politik pemerintahannya tidak mengungkung negara itu menjadi tertutup dan kaku. Sebaliknya, pembangunan infrastruktur di kota-kota Vietnam sangat laju.
Rute-rute penerbangan ke penjuru dunia dibuka. Investasi pun menjadi sangat mudah terserap. Singkat kata, masyarakat Vietnam menuju ke arah sejahtera. Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat Vietnam akan berwisata semakin tinggi.
Catatan Konsulat Jenderal RI untuk Vietnam bagian selatan, dari total 90 juta jiwa penduduk Vietnam, enam juta di antaranya berwisata ke luar negeri.
Sayangnya dari jumlah itu, hanya 50.000 warga Vietnam yang menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata. Mereka terpusat di Bali dan Yogyakarta. Sisanya lebih memilih belanja ke Singapura dan menikmati budaya Thailand serta Malaysia.
Angka tersebut berbanding terbalik jika dibandingkan dengan wisatawan Indonesia yang terbang ke Vietnam. Setiap tahun, justru semakin meningkat.
Komunis Bukan Hambatan
Jean menolak jika ada anggapan belum tergarapnya pasar wisatawan Vietnam dengan baik karena Indonesia 'takut' terlalu terbuka dengan negara-negara komunis. Indonesia memang memiliki masa kelam dengan itu.
Menurut Jean, masyarakat Indonesia sudah terbuka dan menerima bahwa memang masih ada negara yang memiliih menganut sistem komunisme.
"Saya kira kita di Indonesia dengan pendidikan yang semakin baik dapat melihat bahwa kita tidak takut lagi dengan sistem politik komunisme atau sosialisme walaupun berbeda dengan sistem yang kita anut. Kita semakin menerima bahwa itu bagian dari pilihan negara lain yang harus dihormati," ujar Jean.
KJRI yang berpusat di Ho Chi Minh dan Kedutaan Besar RI untuk Vietnam di Hanoi aktif mendorong perusahaan agen perjalanan lokal Vietnam untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata.
Selain itu, KJRI dan Kedubes sangat mendorong acara-acara promosi wisata semacam ITE-HCMC. Sebisa mungkin, paviliun 'Wonderful Indonesia' dalam acara-acara serupa menarik minat wisatawan.
"KJRI beberapa waktu lalu juga berhasil mewujudkan sister city antara salah satu kota di Vietnam dengan Padang, Sumatera Barat. Ini membuka konektivitas. Dengan kerja sama, kami harap tempat wisata di Indonesia semakin dikenal masyarakat Vietnam. Ada juga beberapa kota lain yang sedang kami coba ke arah sana," ujar Jean.
Hingga September 2016 saja, upaya itu membuahkan hasil. Tercatat, ada sekitar 25.000 warga negara Vietnam berkunjung ke Indonesia. Jumlah itu diprediksi melampaui jumlah wisatawan tahun 2015 pada periode akhir tahun 2016.
Tran Ngoc (43) warga Ho Chi Minh lainnya mengatakan, setidaknya, satu tahun sekali ia dan keluarga intinya pergi berwisata ke luar negeri. Namun, tujuannya tidak pernah ke Indonesia. Meski, anaknya selalu merekomendasikan Indonesia sebagai tujuan wisata.
"Indonesia sangat jauh dan sulit aksesnya, sehingga saya memutuskan untuk ke Thailand dan Singapura. Saya bawa keluarga, jadi yang mudah saja," ujarnya.
Ketiadaan Penerbangan Langsung
Satu-satunya yang menjadi sumbatan wisatawan Vietnam berkunjung ke Indonesia, lanjut Jean, adalah pada ketiadaan rute penerbangan langsung dari kota-kota di Vietnam ke kota-kota wisata di Indonesia.
"Kalau semua itu dibuka, (kunjungan wisatawan) akan melonjak. Saya yakin. Karena yang ditanya travel-travel agen di manapun itu adalah seberapa cepat kami bisa sampai ke Bali? Seberapa cepat kami bisa sampai ke Pulau Komodo? Seberapa cepat kami bisa sampai ke Danau Toba? Dan sebagainya. Jadi Akseptabilitas itu adalah kunci," ujar Jean.
Persoalan ini sudah pernah dikomunikasikan dengan pemerintah pusat. Pemerintah pusat, lanjut Jean, beralasan ada keterbatasan di dalam sektor penerbangan nasional sehingga penerbangan langsung yang diharapkan mampu mendatangkan devisa negara, belum dapat terlaksana dalam waktu dekat.
"Selain itu, ini memang harus ada kerja sama antara Kementerian Pariwisata, Kementerian Perhubungan dan pemerintah daerah sebagai pengelola bandar udara yang akan dibuka itu. Jika koordinasinya jalan, harusnya arahnya sudah ke sana," ujar Jean.
Jean berkaca pada Vietnam sendiri. Vietnam baru membuka sistem politik pemerintahan dan ekonominya pada akhir era 90-an. Berbeda dengan Indonesia yang sejak tahun 60-an sudah menyatakan diri terbuka.
"Ini karena mereka membuka jalur-jalur penerbangan. Bahkan ada satu kota di India yang sudah tersambung dengan kota di Vietnam yang berada bukan di kota besar," ujar Jean.
Potensi wisata di Indonesia sangat besar. Namun, tanpa kebijakan yang berpihak kepada penguatan industri pariwisata, Indonesia boleh jadi disalip negara-negara lain. Setidaknya di kawasan Asia Tenggara. Seperti Vietnam, negara komunis, salah satunya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.