Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kazakhstan yang Bikin Penasaran

Kompas.com - 30/09/2016, 06:07 WIB
Ana Shofiana Syatiri

Penulis

ASTANA, KOMPAS.com - Kayak apa sih Kazakhstan? Tanya seorang teman yang mengetahui saya akan berangkat ke negara ini. Saat saya posting di Facebook, yang komentar pun sama penasaran dengan teman saya itu. Gurun pasir ya?

Sebelum cerita tentang pengalaman saya ini, saya menginformasikan dulu bahwa saya hanya ada di Astana, ibu kota Kazakhstan. Kota ini hanya salah satu bagian dari beberapa kota di negeri bekas pecahan Uni Soviet ini. Masih ada Almaty yang kabarnya seperti kota Yogyakarta, dan beberapa kota lainnya yang bisa dilihat di peta, he-he-he...

Jadi, saya hanya cerita tentang Astana saja, bukan Kazakhstan secara keseluruhan. Saya memulai cerita dengan bagaimana untuk mencapai kota ini. Sebab, belum ada penerbangan langsung dari Jakarta. Sehingga, transit menjadi sesuatu yang pasti,.

Saya terbang dari Jakarta pada Senin (26/9/2016) pagi menuju Dubai. Penerbangan memakan waktu sekitar 7 jam. Transit di Dubai selama 8 jam, kemudian lanjut ke Bandara Internasional Astana yang ditempuh selama 5 jam dari Dubai.

Tepat pada Selasa (27/6/2016) pukul 03.40 waktu setempat, kami tiba di Astana. Perbedaan waktu Jakarta dan Astana mundur satu jam. Artinya, Jakarta saat itu sudah pukul 04.40 WIB.

Ana Shofiana Syatiri Bandara Internasional Astana.
Setelah berurusan dengan imigrasi dan bagasi, saya dan teman-teman langsung disambut para sopir taksi yang bergerombol di depan pintu kedatangan. Sama saja seperti di Bandara Soekarno-Hatta, batin saya. Oleh karena kami sudah dijemput, kami tidak menggunakan jasa mereka.

Udara dingin 6 derajat celcius langsung menyambut ketika kami menuju parkiran. Brrrr.... lumayan kaget karena saya terbiasa di suhu kisaran 28-30 derajat celcius.

Dari parkiran, saya menyempatkan mengambil foto bandara yang dibangun pada tahun 1931 dan mengalami renovasi besar-besaran  pada 2005 agar layak menjadi bandara internasional itu. Tidak terlalu besar, tetapi cukup menarik bentuknya, seperti helm.

Masuk dalam bus sedang yang akan membawa ke dalam kota, rasa hangat cukup menghibur kulit saya yang sempat kedinginan. Bus ini dilengkapi penghangat udara.

Hari masih gelap saat saya dan teman-teman meluncur menuju penginapan tempat kami tinggal di Astana, yang terletak di Jalan Dinmukhamed Qonayev.

Di sepanjang perjalanan, bisa terlihat jalan raya yang lebar, sekitar 8-10 meter untuk empat lajur, juga trotoar yang nyaman buat pejalan kaki. Gedung-gedung di kanan kiri jalan juga terlihat rapi memiliki jarak yang cukup nyaman untuk parkir kendaraan. Sekitar pukul 06.00 waktu setempat, kami tiba. Matahari tetap belum muncul.

Matahari baru mulai terlihat pukul 06.30. Semburat jingganya mulai tampak. Hingga pelan-pelan akhirnya membuat jelas pemandangan di luar jendela kamar. Tampak gedung-gedung dan kompleks perumahan yang tertata rapi. Tak terlihat gedung tua. Itu hanya pandangan sekilas dari kamar saya di lantai 6.

Siang hari, sekitar pukul 11.00, saya baru dapat melihat kota yang memiliki luas 25.841 hektar. Kendaraan yang melintas di jalan raya terlihat tidak padat. Sangat nyaman berkendara di sini jika dibandingkan dengan Jakarta. Saya tidak melihat ada motor yang melintas, selain mobil pribadi dan bus.

Ana Shofiana Syatiri Kota Astana.
Di kanan kiri jalan, bangunan perkantoran berderet rapi. Jaraknya pun enak dipandang mata. Kalau jalan kaki, dijamin tidak nyasar. Asal, bisa mengingat berapa blok ke kanan, berapa blok ke kiri. Sistem blok ini memang menyenangkan, batin saya.

Kota ini juga terlihat bersih. Tidak ada pedagang kaki lima berjualan di trotoar. Bahkan di sekitar mal terbesar di Astana, Kan Shatyr, yang terletak di Turan Avenue, ada area publik yang pasti dilintasi pengunjung mal. Areanya luas. Namun, tempat itu steril dari pedagang.

Ana Shofiana Syatiri Kota Astana.
Area publik juga terlihat cukup banyak dan luas-luas, seperti di sekitar Bayterek Tower. Terlihat banyak anak-anak bersama orangtuanya. Mereka menyewa mobil-mobil mini yang dikontrol dengan remote. Tempat yang nyaman untuk bermain.

Kota ini juga dilintasi oleh Sungai Ishim yang sangat bersih. Di sekitarnya juga terdapat area publik yang menyenangkan untuk foto-foto para wisatawan.

Hasil berbincang dengan Yudi Alamin, Minister Counsellor untuk Fungsi Protokol dan Konsuler, Kedubes RI untuk Kazakhstan, Astana ini memang memiliki sistem kota yang sangat rapi dibandingkan negara lain. Sebab, kota ini memang dibangun dari tanah kosong sejak tahun 1992.

Pada saat Astana dijadikan ibu kota Kazakhstan tahun 1997, baru sebagian kota terbangun. Sebelumnya, ibu kota berada di Almaty, sekitar dua jam penerbangan atau 16 jam jalur darat dari Astana.

"Karena dibangun mulai dari nol, kota ini memilih beberapa desain-desain yang selected dari beberapa negara seperti bentuk piramida, ada skybridge, ada juga bangunan yang mengadopsi kepada bangunan-bangunan di Eropa," cerita Yudi kepada Kompas.com.

Gedung pemerintahan pun dibuat dekat dengan Istana Kepresidenan. Sebanyak 60 kementerian Kazakhstan diletakkan dalam satu gedung yang memanjang, dekat dengan Istana Kepresidenan. Kecuali lima kementerian yang terpisah, antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Luar Negeri.

Di sini, kata Yudi, transportasi umum hanya ada bus yang dikelola oleh pemerintah. Namun, lebih banyak penduduknya menggunakan mobil pribadi. Meski begitu, dengan penduduk hanya sekitar 800.000 jiwa, tidak ada kemacetan berarti pusat kota Astana. Sehingga, kota ini juga tidak membutuhkan transportasi berbasis rel, seperti subway.

Secara umum, Yudi menyebut kota ini memang nyaman. Apalagi keamanan kotanya sangat baik dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tengah lainnya seperti Uzbekhistan. "Jadi enggak perlu khawatir jika keluar malam akan terjadi sesuatu yang bisa mengancam jiwa," katanya.

Soal rupa penduduk Kazakhstan, penduduk di sini memiliki garis keturunan dari Turki dan Mongolia. Dibandingkan Uzbekistan yang terkenal cantik nan rupawan, di sini mayoritas penduduknya lebih banyak dipengaruhi wajah orang Mongolia. Mereka eksotis. Namun, seperti kata orang, cantik itu relatif, kan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com