KOMPAS.com - Mohd Shukree Bin Jafar namanya. Meski kian sering menerima pelancong asal Indonesia di Chiang Mai, pria kelahiran Provinsi Pattani, Thailand, ini selalu menyebut Bali sebagai tempat berwisata di Indonesia yang paling dikenalnya.
"Ya, Indonesia, ya Bali," saat dijumpai Kompas.com di tempat usahanya, Lorong Banhaw, dekat pusat kota Chiang Mai, pada medio Juni 2016.
Bali punya suguhan untuk hampir semua jenis minat wisatawan. Pantai, ombak, dan pemandangan alam, misalnya. Atau surga spa dan pusat kulinari.
Namun, pesona Bali pun tak cuma itu. Apa saja yang kini ada di Bali?
Mulai dari suguhan serba asli
Nyambu, misalnya, adalah sisi lain paras elok Bali. Beda dengan lokasi yang lebih sering disebut untuk bercerita soal Pulau Dewata, desa ini menawarkan "hal-hal asli" Bali.
Sejak April 2016, salah satu desa di Kabupaten Tabanan tersebut menyandang predikat sebagai Desa Wisata Ekologis. Lokasinya sekitar 35 kilometer ke arah barat Denpasar, Ibu Kota Provinsi Bali.
Bayangkan saja betapa menakjubkan sejarah Bali dengan pura bercorak zaman Bali mula atau kuno, yang satu generasi dengan Kerajaan Kediri tetap tak terusik oleh—misalnya—bangunan beton hotel, bisa ditemukan di sini.
Ada pula di cakupan areanya, aktivitas warga yang seolah berbeda benua dengan keramaian destinasi lain dari magnet utama wisata Indonesia itu.
Pertanyaannya, wisatawan menginap di mana kalau tak ada satu pun hotel di Nyambu?
Tak perlu khawatir, rumah-rumah penduduk di Desa Nyambu adalah tempat menginap atau homestay yang layak dan memadai untuk digunakan. Tak perlu khawatir, rumah warga sudah disiapkan punya standar kebersihan laiknya hotel berbintang.
Jangan lupa, tinggal di homestay seperti itu juga bisa menjadi kesempatan mencecap kebersahajaan penduduk Desa Nyambu.
Fakta dan angka dari bandara
Saat ini, Bali adalah satu dari tiga destinasi utama pariwisata Indonesia selain Jakarta dan Kepulauan Riau. Dari target 20 juta pelancong mancanegara pada 2019, pemerintah berharap Bali mampu menyerap 40 persennya.
Tentunya, upaya ini dilakukan pula dengan memanfaatkan pula pemeo bahwa Bali di mata orang asing lebih dikenal daripada kata "Indonesia", seperti yang dibilang Shukree.
Padahal, merujuk Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958, Bali adalah salah satu Daerah Tingkat I atau kini disebut sebagai provinsi di Indonesia.
Dengan segala keindahan alam dan budayanya, patut kita akui bahwa Bali seolah menjadi takdir tujuan wisata bagi begitu banyak wisatawan lokal dan mancanegara.
Simak saja data dari laman bali-airport.com yang mencatat jumlah penerbangan menuju Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, pelabuhan udara terbesar di Bali.
Berlokasi 13 kilometer di selatan Denpasar, bandara ini beroperasi 24 jam, melayani 10 operator penerbangan domestik dan 37 operator penerbangan internasional.
Pada 2015, bandara yang sudah punya konter fasilitas Visa on Arrival (VoA) di terminal kedatangan internasional-nya itu, melayani 8,6 juta penumpang domestik dan 8,5 juta penumpang internasional.
Per hari, rata-rata ada 46.883 penumpang hilir-mudik di bandara tersebut. Terkini, sampai akhir triwulan III/2016, Bandar Udara I Gusti Ngurai Rai bahkan tercatat sudah melayani 14,8 juta penumpang penerbangan.
Di bandara yang kali pertama dibangun pada 1930 oleh Departement Voor Verkeer en Waterstaats—semacam Departemen Pekerjaan Umum—pemerintahan Hindia Belanda itu, pada 2015 dilandasi 125.345 pesawat, atau rata-rata 346 pesawat berseliweran di sini setiap hari.
Dewan Bandara Internasional (ACI) juga memberikan predikat Best Improved Airport di kawasan Asia Pasifik bagi Bandara I Gusti Ngurah Rai.