Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yuk, Berpetualang di Tanah Hikayat Ujung Barat Pulau Jawa

Kompas.com - 15/11/2016, 20:23 WIB
Sri Noviyanti,
Palupi Annisa Auliani

Tim Redaksi


KOMPAS.com
 – Konon, di pesisir laut selatan Jawa, ada seorang pengembara bernama Raden Budog yang berparas tampan dan bertubuh gagah. Suatu hari, ia bermimpi bertemu gadis berparas jelita.

Saking terpesonanya dengan gadis itu, ia meyakini mimpi tersebut sebagai tanda sebentar lagi akan bertemu jodoh.

Dalam pencarian itu, sampailah ia di sebuah desa yang lokasinya berada di tanjung dari daratan, berbatasan dengan langsung dengan lautan, dipisahkan pantai berpasir putih saja.  Sejenak, ia memutuskan beristirahat di kawasan yang indah panoramanya itu.

Lalu tak sengaja, ia mendengar alunan merdu dari lesung yang ditumbuk secara berirama. Ia beranjak, kemudian mengikuti arah dari mana asal suara tersebut.

Rupanya suara datang dari gadis-gadis kampung yang sedang ngagondang—upacara yang konon dulu hanya perayaan panen tetapi kini jadi penghormatan pada Dewi Padi, dengan menumbuk lesung secara berirama—setelah panen usai.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Salah seorang di antara gadis-gadis itu memiliki paras mirip dengan wanita dalam mimpinya. Nama gadis itu Sri Poh Haci, yang kemudian dia nikahi, meski prosesnya butuh perjuangan.

Namun, sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Kegemaran mendengar suara tumbukan berirama yang dihasilkan, membuat Raden Budog tak bisa berhenti menumbuk lesung setiap hari. Padahal, ajaran leluhur sudah melarang setiap orang bermain lesung setiap Jumat tiba.


Mengabaikan larangan itu, Raden Budog pun berubah menjadi lutung. Karena malu, Sri Poh Haci lalu pergi meninggalkan kampung.‎ Konon, perempuan inilah yang kemudian menjadi Dewi Sri, sosok untuk siapa ngagodang belakangan dipersembahkan.

Hikayat itu yang kemudian ditahbiskan sebagai awal mula nama Tanjung Lesung

Gateway to Adventure in West Edge of Java

Kawasan ini lalu makin dikenal dengan pulau pantai dan pegunungan dari dua kabupaten di belahan selatan Provinsi Banten, yaitu Lebak dan Pandeglang.

Pantai-pantai seperti Bayah, Labuhan, Tanjung Lesung, Cipenyu, Bodur, Ujung Kulon, dan Carita menyatu dengan deretan pegunungan di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Taman Nasional Ujung Kulon, hingga Taman Nasional Anak Krakatau mengisi alamnya.

“Itu juga yang membuat saya semangat datang ke Tanjung Lesung pada 2015. Apalagi sebelumnya mendengar cerita dari teman-teman kalau pantainya masih bersih,” ujar Irma Sagita (26 tahun) kepada Kompas.com, Senin (14/11/2016).

Tawaran petualangan di kawasan ini menginspirasi tagline untuk Tanjung Lesung, yaitu Gateway to Adventure in West Edge of Java.


Namun, untuk sampai ke sana, Irma butuh waktu 5-6 jam, dari rumahnya di Ciputat, Tangerang Selatan hanya sekitar 170 kilometer. “Padahal masih satu provinsi, Banten,” ujar dia.

Meski begitu, Irma mengaku tak menyesal memilih kawasan ini sebagai tujuan wisata keluarnya. Pantai Tanjung Lesung sudah jadi incarannya sejak pertama kali rencana piknik itu muncul.

Setiba di sana, dia pun langsung berhadapan dengan pantai berpasir putih dengan pemandangan Gunung Anak Krakatau seperti yang dia bayangkan. Tiket masuknya pun cuma Rp 40.000 per orang.

“Ternyata ada yang kayak gini di Banten. Suka!” kata Irma.

Menata destinasi kelas dunia

Tantangan yang paling mengemuka untuk Tanjung Lesung memang jarak yang terasa jauh. Data Kementerian Pariwisata menyebutkan wisatawan yang datang ke sini pada 2015 mencapai 400.000 orang.

Pada 2016, target yang dipatok untuk jumlah kunjungan adalah 650.000 orang. Dengan perencanaan dan pengembangan yang tepat, pada 2019 angka itu diharapkan melejit menjadi 3,5 juta orang, dengan separuh di antaranya diperkirakan menginap.


Pembenahan pun dimulai. Rancangannya akan mengadopsi konsep mixed development yang antara lain menyediakan resortgolf course, hotel, theme park, dan residential.

Terobosan yang dipakai untuk mempercepat persiapan Tanjung Lesung adalah membangun homestay di kawasan ini. Sayembara Arsitektur Nusantara 2016 pun menjadi salah satu ajang untuk mendapatkan desain yang pas untuk rumah tinggal tersebut di sini.

Saat malam pengumuman pemenang sayembara, Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan hasil lomba ini tak akan berhenti menjadi pajangan.

"Saya ingin nanti karya-karya mereka (para pemenang sayembara) diabadikan dalam desain arsitektur nusantara di 10 top destinasi yang akan dibangun homestay,” kata Arief, Selasa (25/10/2016).

Pilihan menggunakan dan mengembangkan desain arsitektur nusantara untuk destinasi prioritas, ungkap Arief, juga bertujuan melahirkan ikon-ikon desain bangunan dan infrastruktur lingkungan yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia.

”Desain yang mampu mengikuti tuntutan modern, tetapi tidak meninggalkan keunikan dan kearifan lokal budaya setempat,” ungkap Arief.

Ketua Dewan Juri Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016 Yori Antar menyatakan, selama ini arsitektur nusantara dikesankan sebagai model bangunan kuno yang hanya layak masuk musem.

Namun, lanjut Yori, sayembara ini mendapati karya para peserta memperlihatkan arsitektur nusantara bisa pula tampil artistik dan tidak terkesan tua.

“Dan (rancangan) itu semua nantinya tidak dimiliki oleh investor real estate, tetapi dipunyai oleh masyarakat sebagai homestay,” kata Yori, seperti dikutip dari situs web Kementerian Pariwisata.

Sebelumnya, Kementerian Pariwisata menyatakan, homestay dipilih sebagai solusi cepat dan tepat untuk membangun amenitas, sebagai bagian dari strategi untuk menarik sebanyak mungkin wisatawan ke Indonesia.

Amenitas adalah istilah teknis untuk fasilitas pendukung bagi kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berada di destinasi. Targetnya, masyarakat bisa dengan cepat membangun 100.000 homestay dalam tiga tahun ke depan.  

Saat peluncuran sayembara, Arief menyebutkan homestay tersebut akan dijual kepada masyarakat dengan mekanisme kredit pemilikan rumah. "Suku bunga tetap sebesar 5 persen dan uang muka 1 persen. Jadi jatuhnya sangat murah, dan tidak akan ada yang lebih murah dari itu,” ujar dia.

Program tersebut akan dimulai pada 2017. Desain yang terpilih mewakili homestay “ideal” untuk Tanjung Lesung menggunakan nama yang mirip tagline kawasan ini, yaitu New Gateway to Adventure In The West Eage of Java.

Dengan mengembangkan Tanjung Lesung, harapannya ekonomi masyarakat seperti nelayan, bisnis perahu, penyewaan alat olah raga air di wilayah sekitar mulai menggeliat dan tumbuh.

“Akan terus ada pembenahan akses dan amenitas,” ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya dikutip dari Kompas.com, Kamis (9/6/2016).

Sebagai dukungan infrastruktur, saat ini tengah dibangun tol Serang-Panimbang sepanjang 84 kilometer. Dengan tambahan akses ini, jarak tempuh dari Jakarta tidak akan lebih dari 2,5 jam.


Rencana lain, pemerintah menyiapkan lahan untuk membangun bandar udara bertaraf internasional di Pandeglang.

“Meski ada akses melalui perjalanan darat, wisatawan mancanegara biasanya lebih memilih langsung ke bandar udara,” kata anggota Tim Percepatan Destinasi Tanjung Lesung Ida Irawaty menyambung Arief.

Ida mengatakan sedang berusaha menjadikan Pelabuhan Tanjung Lesung sebagai pelabuhan pariwisata yang bisa jadi tempat bersandar kapal-kapal wisata asing. Lainnya, Ida juga mengungkapkan rencana untuk kembali mengaktifkan jalur transportasi kereta api.

Atas segala rencana itu, targetnya, Tanjung Lesung bisa mendatangkan sejuta wisatawan mancanegara pada 2019.

Masyarakat pun bisa turun tangan mengangkat pariwisata Indonesia, termasuk untuk Tanjung Lesung. Lewat media sosial, misalnya, bagikan saja cerita dan atau foto dari lokasi wisata mempesona di Indonesia lewat akun media sosial Facebook, Twitter, dan Instagram.

Di unggahan Twitter dan Instagram, cantumkan tagar #ceritadestinasi sebagai penanda. Adapun untuk Facebook, cerita tersebut bisa diunggah ke fan page Cerita Destinasi.  

Siapa tahu, cerita Anda juga dapat mengundang lebih banyak wisatawan datang ke sini...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com