Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jantung Berdegup di Laut Selatan

Kompas.com - 09/05/2017, 22:33 WIB

GUNUNG Kidul yang dilalui Laut Selatan memiliki banyak pantai indah. Tak sekadar pemandangan elok memikat, tetapi juga sensasi guncangan ombak Laut Selatan yang begitu kuat, nyaris merontokkan jantung.

Para penyuka uji ketegangan bisa memacu adrenalin di sini. Jangan lewatkan!

Salah satu pantai cantik yang ada di Gunung Kidul adalah Pantai Baron. Keberadaannya sudah dikenal cukup lama, tetapi pesonanya tak pernah berhenti membetot perhatian pengunjung.

Terbukti, hingga kini, keindahan di Pantai Baron masih terus berdenyut, mengundang wisatawan terus berdatangan.

Tak sekadar menyajikan pemandangan elok, Pantai Baron menyuguhkan sensasi yang memacu adrenalin. Sensasi itu hanya bisa dinikmati dengan perahu yang sengaja dibawa ke tengah laut untuk menikmati kedahsyatan ombak Laut Selatan.

(BACA: Senja nan Eksotis di Pantai Pok Tunggal, Gunungkidul)

Di Pantai Baron, perahu-perahu itu telah berjajar di bibir pantai, siap membawa penumpang menyusuri pantai-pantai indah yang ada di Gunung Kidul. Biayanya cukup terjangkau, Rp 25.000 per orang sekali jalan di sekitar kawasan Pantai Baron dan Pantai Kukup.

Apabila tertarik ke Pantai Sepanjang atau Pantai Indrayanti, tarifnya beda lagi. Satu perahu bisa memuat hingga 15 orang, tergantung ukuran perahu.

Pengunjung tak perlu khawatir karena setiap perahu dilengkapi baju pelampung. Para penumpang pun diwajibkan mengenakan baju pelampung tersebut sesuai standar keamanan saat berada di laut.

(BACA: Kedung Kandang, Air Terjun Tersembunyi di Gunungkidul)

Para ”nakhoda” yang membawa perahu ke laut juga orang-orang yang telah berpengalaman menunggangi ombak Laut Selatan. Mereka adalah nelayan-nelayan yang kala ombak tak tinggi dan cuaca memungkinkan berlayar mencari ikan.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Pantai Baron di Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Di waktu senggang, mereka menggunakan perahunya untuk mengajak wisatawan menikmati keindahan pantai-pantai di sepanjang Laut Selatan.

Mereka hafal di mana titik-titik yang bisa dilewati dan tidak membahayakan penumpang. Termasuk hafal di bagian mana ombak Laut Selatan akan menyuguhkan sensasi guncangan ombak yang membuat jantung penumpang berdesir hingga berdegup kencang.

Memanggil-manggil

Siang itu, pertengahan Februari lalu, matahari tengah terik karena hampir berada di atas ubun-ubun. Namun, gelombang Laut Selatan terasa memanggil-manggil. Dari kejauhan, deburnya yang memecah batu karang terdengar membahana.

Beberapa perahu yang sudah lebih dulu menjamah laut kembali ke bibir pantai, membawa suara teriakan para penumpang yang berbaur antara rasa takut yang tertahan dan rasa gembira karena dipenuhi adrenalin. Sekarang giliran kami.

Air laut yang berwarna kecoklatan seolah menyambut perahu yang kami tumpangi. Di dalam perahu, selain nakhoda, Rudi (27), terdapat empat orang dewasa dan dua anak yang baru duduk di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Mereka kakak beradik bersama kedua orangtua mereka.

Pelan, tetapi pasti, perahu meliuk di antara ombak yang mulai terasa meninggi. Rudi tahu betul di mana perahu harus lewat, meliuk menghindari ombak tinggi yang akan memukul badan perahu.

Percikan air yang membasahi tubuh menambah sensasi yang mulai terasa merambat naik. Makin ke tengah, ombak makin tinggi. Perahu yang terbuat dari bahan fiber itu berulang kali dihajar ombak, menimbulkan suara kencang yang cukup mendebarkan.

Bagi kami, ombak setinggi 1,5-2 meter sudah cukup membuat jantung terdetak kencang, menyiagakan alarm tubuh agar tetap terjaga meski sensasi yang muncul terasa amat sulit ditolak. Mendebarkan, sekaligus menantang.

Belum lagi angin yang derunya menambah sensasi ketegangan. Panas terik di tengah laut sudah tak dihiraukan lagi. ”Wah, seru sekali,” kata Makin, salah seorang penumpang perahu.

Selain sensasi mendebarkan karena diguncang-guncang ombak, perjalanan dengan perahu itu mengantarkan kami menikmati pemandangan yang tersaji di bibir pantai yang dilewati Laut Selatan.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Pantai Baron, Gunungkidul, DI Yogyakarta, yang ramai.
Mercusuar yang menjulang tinggi tampak memesona dilihat dari laut. Begitu juga dengan langit yang biru dengan awan-awan putihnya.

Tebing-tebing karst di sekitar jalur yang kami lewati juga menyuguhkan pemandangan indah. Puas rasanya diguncang ombak Laut Selatan yang sensasional dan menegangkan, tetapi mendapat bonus pemandangan indah memanjakan mata dan jiwa.

Sayang, perjalanan terpaksa dipersingkat karena dua bocah yang ada di dalam perahu mulai khawatir dengan guncangan ombak. Tak sampai satu jam, perahu kami sudah kembali ke bibir pantai.

Tak apalah, sensasi yang kami rasakan selama nyaris 45 menit di guncang ombak Laut Selatan cukup memberi pengalaman yang mengesankan.

Menurut Rudi, jasa penyewaan perahu di Pantai Baron sudah ada cukup lama, yaitu sejak tahun 2005. Penumpang biasanya sangat senang kalau diajak menjelajah, menikmati pemandangan dan guncangan ombak Laut Selatan.

Ombak setinggi 1,5 meter seperti yang kami lewati tadi, menurutnya tidak terlalu tinggi karena kondisi laut yang sedang tidak pada posisi pasang.

”Cuma anginnya memang kencang. Kalau lautnya sedang pasang, kami enggak berani bawa penumpang,” kata Rudi, warga Wonosari. Akhir pekan biasanya peminat sewa perahu melonjak tinggi. Sensasi guncangan ombak Laut Selatan memang membuat orang tertantang.

Lanskap indah

Puas diguncang ombak, kami menepi mencari pantai yang tak terlalu bergejolak. Pilihan kami Pantai Sundak yang tidak terlalu jauh dari Pantai Baron, tetapi memiliki lanskap yang indah.

Dibandingkan Pantai Baron, air di pantai ini jauh lebih bersih dan bening hingga dasarnya yang berupa pasir dan bebatuan halus bisa terlihat dengan jelas. Debur ombak yang menjilat bibir pantai pun terlihat berbuih-buih putih.

Siang itu, tak terlalu banyak orang datang berkunjung. Membuat suasana terasa hening dan syahdu di antara hamparan pantai yang indah.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Suasana di Pantai Sundak, Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Di salah satu sisi pantai terdapat sebuah gua yang di dalamnya terdapat mata air tawar. Konon, menurut hikayat, gua tersebut merupakan arena pertempuran seekor anjing kelaparan dengan seekor landak.

Suara perkelahian kedua hewan itu memancing si pemilik masuk ke dalam gua hingga menemukan mata air tawar yang kemudian dimanfaatkan untuk kebutuhan warga sekitar. Berdasar kisah itu, pantai berpasir cantik dengan pemandangannya yang indah itu diberi nama Pantai Sundak (Asu-Landak).

Selain Sundak dan Baron, masih banyak pantai cantik di Gunung Kidul yang menanti untuk dikunjungi. Pergilah menjelajah.... Jangan lewatkan sensasi ombaknya! (DWI AS SETIANINGSIH)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Maret 2017, di halaman 29 dengan judul "Jantung Berdegup di Laut Selatan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com