ETIOPIA, negeri di tanduk Benua Afrika, diyakini sebagai tempat asal muasal kopi. Kopi kemudian berkembang ke Semenanjung Arab sebelum menyebar ke seantero dunia.
Jejak sejarah panjang keakraban penduduk Etiopia dengan kopi masih bersisa dan bahkan terus berkembang hingga kini.
Pemandu National Museum of Ethiopia, Melaku Mehari, menunjukkan peta di museum yang memaparkan bahwa kopi berasal dari daerah Kaffa di Etiopia.
Meskipun tidak ada kepastian kapan pertama kali kopi dibudidayakan, pedagang dari Semenanjung Arabia telah memperluas penyebarannya paling tidak sejak abad ke-12.
(BACA: Segarnya Kopi Bercampur Yoghurt, Berani Coba?)
Cerita legenda lokal menyebut seorang penggembala domba bernama Kaldi yang pertama kali menemukan biji kopi. Domba-dombanya memakan biji kopi dan menjadi sangat bersemangat di siang hari serta sulit tidur pada malamnya.
Biji itu lantas dibawa ke gereja. Legenda menyebut, pendeta membuang biji ke perapian dan mengeluarkan bau harum yang hingga kini memikat warga dunia.
Di setiap sudut Etiopia, kopi menjadi sajian sepanjang hari yang disuguhkan dengan penuh keramahan. Umumnya, penjaja kopi adalah seorang perempuan muda cantik yang siap sedia sejak pagi hingga malam. Kedai kopi yang menjamur bisa dikenali dengan hadirnya kendi tanah liat di atas meja kecil dengan banyak cangkir.
(BACA: Rahasia Menyeduh Kopi dari Pemenang World Brewer Cup 2016)
Wujudnya memang hanya kedai kopi dengan bangku-bangku pendek tanpa sandaran, tetapi warga sekitar menyebutnya sebagai lokasi coffee ceremony. Aturan kopi seremoni alias upacara minum kopi ini pun tidak ribet.
Penikmat kopi hanya perlu duduk di bangku. Tanpa perlu bercakap, sang penjaja kopi seperti Maria segera memulai jamuannya.
(BACA: Pesta Kopi Mandiri, Sensasi Ngopi di Museum)
Maria, perempuan cantik di kota Aksum di bagian utara Etiopia ini, segera memanaskan tungku berbahan bakar arang kayu. Dengan sigap, ia meletakkan panci panas sebelum kemudian menyangrai biji kopi. Beberapa kali, ia membolak-balik biji kopi yang segera saja mengeluarkan bau harum.
Panci panas dengan uap kopi yang menguar itu disodorkan ke setiap tamu yang duduk di bangku. Beberapa orang sengaja mengipas-ngipaskan tangan agar uap kopi lebih terasa di indra penciuman. Seusai menyajikan uap kopi, Maria menyimpan kopi yang baru disangrainya untuk nantinya ditumbuk di rumahnya.
(BACA: Liburan ke Etiopia? Kenapa Tidak!)
Dari kaleng penyimpanan, ia mengambil bubuk kopi lalu memanaskannya bersama air mendidih di dalam kendi tanah liat di atas perapian.
Kendi yang digunakan untuk mendidihkan kopi cukup unik dengan hanya satu lubang di bagian atas. Beberapa kali, ia harus mengangkat kendi karena air kopi membuncah tumpah dari mulut kendi.
Beberapa kali pula, tumpahan air kopi mendidih itu dituangkan ke dalam gelas-gelas mungil. Dengan harga hanya 5 birr atau sekitar Rp 3.000 per gelas, rasa kopi asli Etiopia bisa segera diseruput.
Rasa kopi yang disajikan sangat beragam tergantung dari kematangan biji kopi hingga proses sangrai dari setiap penjaja kopi.
Namun, menyeruput kopi dengan gula pun tak ada salahnya karena gula Etiopia disajikan dari tanaman tebu lokal yang sangat manis. Tak heran jika anak-anak kecil di negara ini sering kali terlihat menggigiti batang tebu empuk yang berair manis.
Biasanya, kedai-kedai kopi bertaburan di pinggir jalan raya di ruang terbuka. Di antara bangku-bangku, rerumputan ditebar sebagai penghias.
Selain rumput yang menjadi ciri khasnya, penjual kopi pasti membakar frankincense alias kemenyan di tungku di depan perapian. Harum kemenyan ini terus menguar sepanjang hari tanpa putus.
Kemenyan juga menjadi komoditas penting asal Etiopia. Salah satu tanaman penting penghasil kemenyan, Boswellia neglecta, berasal dari daerah Borena di Etiopia.
Komoditas ekspor
Tidak hanya menikmati minuman, kopi seremoni menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial. Undangan minum kopi menjadi bagian dari cara warga Etiopia untuk menyuguhkan keramahan.
Biasanya, kopi disuguhkan dengan camilan ringan, seperti popcorn dari jagung lokal yang banyak ditanam di ladang Etiopia.
Jika kedai kopi tradisional menyuguhkan biji kopi yang hasil sangrainya sering kali kegosongan, kafe yang lebih modern seperti Garden of Coffee lebih bisa mengontrol standar kualitasnya. Tetap mempertahankan pemrosesan secara tradisional, penikmat kopi di Garden of Coffee bisa memesan kadar kematangan sangrai kopinya.
CEO Garden of Coffee Betlehem Tilahun Alemu menyebut beberapa negara di Amerika Utara, Eropa, dan Asia menjadi daerah tujuan ekspor kopinya. Lima ragam kopi yang diekspornya dipilih dari biji terbaik, diseleksi manual, dan disangrai secara manual pula.
Karena kekayaan sejarah kopinya, Direktur Tourism Marketing Ethiopian Tourism Organization Sisay Getachew menyebut Pemerintah Etiopia sedang menggarap wisata khusus ke daerah-daerah penghasil kopi untuk memperkenalkan keragaman kopi di negeri asalnya.
Kopi Etiopia yang beraroma kuat, tetapi tetap terasa lembut dijamin ampuh menarik wisatawan.... (MAWAR KUSUMA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.