Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semalam di Wae Rebo, Desa di Atas Awan...

Kompas.com - 02/09/2017, 07:03 WIB
Sandro Gatra

Penulis

FLORES, KOMPAS.com - Menyepi dan intim dengan alam. Hal itulah yang penulis rasakan saat mengunjungi Desa Wae Rebo di Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur, beberapa waktu lalu.

Wae Rebo merupakan kampung adat tradisional yang sudah terkenal hingga mancanegara.

Untuk melihat eksotisme Desa Wae Rebo tidaklah mudah. Butuh perjuangan lantaran lokasinya di lembah pegunungan Manggarai.

Wae Rebo berada pada ketinggian 1.100 meter di atas permukaan laut sehingga dijuluki desa di atas awan.

Saya berkesempatan bermalam di Wae Rebo bersama rombongan Jelajah Sepeda Flores yang digelar Kompas.

BACA: Wae Rebo, Kearifan yang Memesona

Menuju Wae Rebo, rombongan memulai start etape V dari Ruteng pada 16 Agustus 2017. Ruteng adalah wilayah terdekat dari Wae Rebo yang memiliki bandara.

Apabila tidak ada penerbangan menuju Ruteng, bisa juga menggunakan mobil dari Labuan Bajo.

Dari Ruteng, kami gowes hingga tengah hari. Setelah makan siang, perjalanan dilanjutkan naik truk kayu yang sudah dimodifikasi.

Papan-papan kayu dipasang di dalam truk yang dijadikan tempat duduk. Truk semacam ini biasa dipakai untuk transportasi masyarakat setempat.

Desa Wae Rebo berada di barat daya kota Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.BARRY KUSUMA Desa Wae Rebo berada di barat daya kota Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Kami tiba sekitar pukul 15.00 Wit di Desa Denge, tempat terakhir yang bisa dilewati kendaraan. Truk tidak dapat melewati jalan yang rusak parah.

Di sana, puluhan tukang ojek yang merupakan warga sekitar sudah menunggu kami. Tukang ojek akan mengantarkan tamu ke Pos I Wae Lomba sejauh sekitar 4 KM dengan jalur menanjak. Biaya ojek Rp 25.000.

Pos I merupakan titik terakhir motor bisa melintas. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 7 KM.

BACA: Wae Rebo, Desa Tradisional Terindah di Indonesia

Di sinilah perjuangan selanjutnya dimulai. Pada awal, jalur akan terus mendaki. Tentu hal itu akan memberatkan bagi wisatawan yang tak terbiasa mendaki.

Selama perjalanan harus hati-hati. Jalanan yang dilewati masih berupa tanah dan bebatuan.

Apalagi, di kanan atau kiri jalur adalah jurang. Tak ada pembatas. Perlu ekstra hati-hati ketika hujan karena jalan akan licin.

Kampung Wae Rebo, Desa Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.KOMPAS/YUNIADHI AGUNG Kampung Wae Rebo, Desa Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Tak sedikit wisatawan yang berkali-kali berhenti untuk istirahat. Sebagian kepayahan.

Semakin menanjak, kabut semakin tebal. Suara burung dan jangkrik terdengar di antara pepohonan.

Udara sangat bersih. Menghirup udara dalam-dalam membuat lega pernafasan. Segar.

Setelah tiga per empat perjalanan, jalur kemudian mendatar, lalu menurun hingga Wae Rebo.

Mendekati kampung, hamparan perkebunan kopi terlihat. Ada beberapa bangunan yang dipakai petani kopi untuk singgah.

Saya butuh waktu hampir dua jam berjalan kaki hingga Wae Rebo. Tiap orang butuh waktu yang berbeda-beda untuk sampai ke desa ini.

Ada yang hanya butuh sekitar satu jam, ada pula yang di atas tiga jam.

BACA: Jangan Mengaku Pernah ke Flores sebelum Mengunjungi Wae Rebo

Sebelum memasuki perkampungan, tamu harus singgah di pos terakhir. Di sana, perwakilan rombongan diminta membunyikan kentongan sebagai tanda tamu tiba.

Dari pos tersebut terlihat jelas tujuh rumah adat berbentuk kerucut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Tips Mendaki Gunung Prau yang Aman untuk Pemula

8 Tips Mendaki Gunung Prau yang Aman untuk Pemula

Jalan Jalan
Fenomena Pemesanan Hotel 2024, Website Vs OTA

Fenomena Pemesanan Hotel 2024, Website Vs OTA

Travel Update
6 Tips Menginap Hemat di Hotel, Nyaman di Kantong dan Pikiran

6 Tips Menginap Hemat di Hotel, Nyaman di Kantong dan Pikiran

Travel Tips
Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Travel Update
8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

Travel Tips
Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Travel Update
Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Travel Update
Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Travel Update
Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Travel Update
Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com