BANYUWANGI, KOMPAS.com - Sejak tahun 1639, masyarakat di wilayah yang saat ini dikenal dengan nama Bakungan sudah menggelar tradisi Seblang. Ini adalah tarian yang dibawakan perempuan tua dalam keadaan kerasukan.
Tarian yang digelar pada malam hari tersebut rutin dilakukan setahun sekali pada bulan Dzulhijjah dalam penanggalan Islam. Tujuannya adalah untuk bersih desa agar desa terhindar dari marabahaya.
Penari berusia tua dipilih karena dianggap suci. Acara dimulai sejak Minggu (10/9/2017) sore hari, ketika "Sang Penari" dan puluhan warga berduyun-duyun ke sumber mata air desa untuk mengambil air suci dan menggelar selamatan.
BACA: Hari Ini, Garuda Indonesia Resmi Layani Penerbangan Langsung Jakarta - Banyuwangi
Lalu menjelang malam, listrik di daerah yang masuk wilayah Kecamatan Bakungan, Glagah, dimatikan. Dengan menggunakan obor, sebagian masyarakat berkeliling desa dan mengumandangkan azan disetiap perempatan desa lalu mereka menuju masjid desa untuk berdoa. Sedangkan sebagian masyarakat lainnya mempersiapkan tumpeng dan makanan di jalan depan rumah mereka.
Dengan menggunakan pengeras suara dari masjid desa, tokoh agama memimpin doa dan saat selesai, seluruh warga langsung menyantap tumpeng yang sudah disediakan didepan rumahnya masing-masing bersama keluarga dan kerabat. Selepas shalat isya, masyarakat berbondong-bondong menuju ke Sanggar Seblang yang berada di tengah desa untuk menyaksikan ritual Tari Seblang.
Sejak 2014, penari yang dipilih bernama Supani yang berusia 66 tahun. Supani menggantikan Bohana yang meninggal dunia setelah menjadi Seblang selama 3 tahun berturut turut sejak tahun 2011 hingga 2013.
Perempuan yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah senja tersebut adalah keturunan langsung dari penari Seblang pertama yang menari pada tahun 1639 yaitu Agung Nyoman Dewi atau dikenal dengan nama Mbah Dewi.
Penari Seblang baru akan dipilih jika penari Seblang sebelumnya telah meninggal dunia. Sudah ada 11 penari Seblang yaitu Agung Nyoman Dewi (1639-1698), Gondo (1699-1757), Witri (1758-1832), Sukanto (1833-1887), Dewi (1888-1947), Winasi (1948-1965), Anjani (1966-1986), Misnah (1987-2002), Suhyati (2003-2010), Bohana (2011-2013) dan Supani (2014-sekarang).
BACA: Tradisi Unik di Banyuwangi, Membersihkan Desa Lewat Silat
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.