Jalan ini ditutup untuk lalu lintas dan tidak ada yang boleh melintas pada hari Minggu, hari libur dan saat upacara kerajaan, mulai dari acara pernikahan kerajaan, parade hingga kunjungan kenegaraan.
Kini kami setengah berlari menuju Buckingham Palace. Kami pun terpisah. Pelataran di luar gerbang Buckingham Palace saat itu sudah ramai, dipenuhi para pengunjung yang sama penasarannya dengan kami. Ya, saya sudah pernah menyaksikannya ketika datang ke London pada 2014 lalu, tetapi antusias yang sama masih muncul ketika datang lagi ke tempat ini saat ini.
Saya bersama teman saya, Raindy, berlari menuju arah suara drum pasukan kerajaan yang sudah mulai menggema. Beruntung kami masih bisa menyeberang mendekat ke arah Istana sebelum pasukan kerajaan yang bermain musik melintas.
Pasukan yang bermain musik, sama dengan pasukan yang mengangkat senjata, mengenakan jubah mantel berwarna abu-abu dan topi bulu beruang berwarna hitam khas pasukan pengawal Kerajaan Inggris. Kostum berwarna abu-abu ini biasanya digunakan pada musim gugur dan dingin, menggantikan jubah mantel berwarna merah yang biasa digunakan pada musim semi dan panas.
Seluruh pengunjung hanya boleh menonton, memotret dan merekam dari balik pagar pembatas jalan dan pelataran. Jika melanggarnya, ada petugas polisi yang akan menegur dan memastikan pengunjung kembali pada tempatnya.
Dan sepanjang pagar pembatas sudah dipenuhi oleh turis yang ingin menyaksikan upacara ini, bahkan sudah sampai dua lapis. Pun barisan di sepanjang pagar Buckingham Palace yang menjulang, bahkan sudah sampai tiga lapis. Hampir semua pengunjung yang menonton mengangkat ponsel dan kameranya merekam dan memotret setiap detail upacara pergantian pasukan ini.
Musik terus bergema hingga prosesi pergantian pasukan dimulai. Mata kami pun hanya kebagian melihat topi bulu beruang berwarna pasukan yang berada di halaman Istana Buckingham. Itu pun saya sudah menjinjit. Nasib... Hahaha.
Jadi kalau niat banget nonton upacara ini, pastikan tiba di depan Buckingham Palace 1 jam sebelum jadwal mulainya. Jangan mepet...
Upacara ini berlangsung kira-kira 45 menit hingga pasukan berkuda dengan jubah merah dan topi kerucut meninggalkan Buckingham Palace. Akses penyeberangan baru bisa dibuka setelah mereka pergi. Itu sekitar 10 menit setelah saya dihubungi oleh teman-teman yang sudah berkumpul di sisi kanan monumen Ratu Victoria.
Tak lupa saya mengagumi megah dan klasiknya Buckingham Palace sebelum benar-benar beranjak. Istana ini memiliki 775 kamar, termasuk 19 kamar tipe State, 52 kamar Royal dan untuk tamu, 188 kamar tidur, 92 kantor dan 78 kamar mandi. Bangunan ini memiliki panjang 108 meter di bagian depan dan lebar 120 meter serta tinggi 24 meter.
Biasanya, Buckingham Palace dibuka untuk pengunjung umum pada jadwal tertentu di musim panas.
Piknik di St James Park
Bagi para pengunjung Buckingham Palace, ritual menonton upacara pergantian pasukan pengawal ini harus diikuti dengan piknik di St James Park, taman seluas 23 hektar yang berada di sisi kiri Istana Buckingham.
St James Park merupakan royal park tertua dengan berbagai pohon dan bunga. Ada pula sebuah danau yang terbentang di taman ini dimana angsa dan berbagai burung, mulai dari merpati hingga pelikan beterbangan dan bermain di atasnya.
Jalan tamannya mulus dengan kursi-kursi kayu hampir di sepanjang jalan. Di kursi-kursi ini, para pengunjung bisa melakukan berbagai hal, mulai dari hanya duduk memandangi keindahan alam di taman ini, bengong, baca buku bahkan tidur.
Selain itu, karena taman ini terletak di pusat kota dan pemerintahan, kursi-kursi di taman kerap diisi pula oleh para pegawai kantor pemerintahan dan swasta untuk makan siang. Kami melihat sendiri, para pegawai pemerintahan berpakaian rapi dengan kemeja dan jas membuka kotak bekalnya dan makan sambil sesekali ngobrol dengan rekannya. Nikmat sekali...
Karena hari sudah siang, kami masuk ke Inn The Park/St James's Cafe yang berada di dalam taman ini dan memesan makan siang. Saya memesan "half roast free range chicken" dengan salad dan kentang serta hot chocolate.
Teman yang lain memesan "Inn the Park fish and chips" dengan kacang polong tumbuk dan saus tartar homemade. Di tempat ini, harga makanan utama berkisar mulai dari 12 pounds hingga 17,9 pounds.
Sekali lagi, penting untuk kenyang di tengah udara dingin.
Setelah makan, kami lanjut berjalan menuju sisi St James Park yang terbuka untuk piknik. Teh Erna menggelar tikar piknik ala “mamah-mamah cantik” yang sengaja dibawanya dari Jakarta untuk piknik dan kami pun mulai duduk, tiduran, atau sekadar ngobrol.
Lalu Sarah dan Nino mulai memotret dengan latar belakang taman, pohon hingga rumput. Bisa dibilang, daun-daun maple dan birch yang berguguran di London pada musim ini membuat foto-foto di segala sudut taman ini menjadi “instagramable”.
Selain piknik dan foto-foto, para pengunjung di sekitar kami juga melakukan aktivitas lain, seperti duduk baca buku dengan didampingi anjing peliharaan, anak-anak berlarian atau sekadar bermain dengan tupai serta berbagai jenis burung, seperti merpati dan pelikan, di rerumputan. Burung-burung di taman ini bisa dibilang sangat ramah kepada manusia. Didekati pun tidak akan kabur.
Segar rasanya bisa piknik di alam terbuka. Meski udaranya dingin, matahari dengan sangat baik mencurahkan kehangatan sinarnya sore itu.
Karena waktu terus berputar, kami lalu beranjak menuju destinasi selanjutnya.
Bertemu fosil dinosaurus
Saat menyusuri trotoar di Cromwell Road, dari arah South Kensington Station, saya sudah dibuat takjub memandangi bangunan klasik Natural History Museum yang menjulang megah.
Bangunan yang juga dikenal dengan nama Waterhouse Building ini didesain oleh Alfred Waterhouse. Dia memodifikasi desain karya Captain Francis Fowke yang meninggal sebelum bisa mewujudkan rancangannya.
Kami tiba di gerbang masuk dan menemukan gelanggang ice skating di halaman museum dengan pohon natal lengkap dengan hiasan di bagian tengahnya. Ya, Christmas vibes sudah mulai hadir di berbagai sudut kota London, padahal baru awal November.
Sejumlah orang sudah asyik bermain ice skating. Sejumlah orang, hmmm, sebenarnya menurut saya lebih tepat sejumlah pasangan. Karena mereka yang bermain kebanyakan pria dan wanita yang bergandengan tangan.