LABUAN BAJO, KOMPAS.com - Miniatur rumah adat Provinsi Nusa Tenggara Timur ada di Paang Lembor, Desa Wae Bangka, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, Flores.
Di sana kita dapat melihat keunikan Mbaru Gendang atau Mbaru Niang dari Suku Manggarai Raya, rumah adat Bajawa, rumah adat Ende, rumah adat Raja Sikka, Rumah adat Alor dan Rumah adat Sumba Timur dan Barat.
Miniatur ini dibangun oleh Lembaga Florenza Children Resources Centre atau Lembaga Pelayanan Pendidikan Sukarela secara gratis kepada anak-anak sekolah di NTT.
(Baca juga : Jelajahi Warisan Leluhur Orang Manggarai di Flores)
Tujuan dibangun miniatur ini untuk memperkenalkan keunikan rumah-rumah adat di NTT. Selain itu memberikan pengetahuan kepada anak-anak sekolah dasar di Pulau Flores yang berkaitan dengan budaya. Juga sebagai tempat penelitian dari orang luar negeri yang ingin belajar tentang keanekaragaman budaya orang NTT yang berhubungan dengan pembangunan rumah adat.
Dan juga sebagai tempat pelayanan pendidikan sukarela secara gratis kepada anak-anak sejak pendidikan usia dini sampai sekolah menengah atas.
Demikian dijelaskan Pendiri Lembaga Florenza Children Resource Centre, Dr Agustinus Bandur kepada KompasTravel di Miniatur Rumah adat NTT di Paang Lembor, Kamis (23/11/2017) lalu.
Ketika selesai pendidikan doktoral di Australia, Bandur, menuturkan, dirinya melakukan penelitian tentang pendidikan di Pulau Flores.
(Baca juga : Sehari Menari Sanggu Alu dan Lipa Songke di Waemokel Flores)
Dari hasil penelitian itu Bandur berkomitmen membangun miniatur NTT sebagai pusat pembelajaran secara gratis kepada anak-anak di Pulau Flores. Alasannya, begitu banyak anak-anak di Pulau Flores tidak sekolah dan putus sekolah.
Bandur menjelaskan, miniatur ini dibangun lima tahun lalu. Dalam perjalanannya masih membutuhkan formasi untuk menerapkan program-program yang sangat sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan orang Flores sehingga perjalanannya belum maksimal.
(Baca juga : Semangat Perempuan Flores Menenun Songke...)
Selain itu kendala dana untuk membiayai para pendidik dan orang-orang yang ingin bekerja di lembaga itu. Belum ada tenaga yang secara sukarela bekerja di lembaga ini.
“Dana saya sendiri yang membangun miniatur ini juga lembaganya. Kesibukan saya selama sebagai dosen di Sekolah Tinggi Kateketis dan Ilmu Pendidikan Santo Paulus Ruteng beberapa tahun sekaligus sebagai peneliti membuat pengelolaan lembaga dan miniatur ini belum maksimal,” katanya.
Bandur menjelaskan, ketika dirinya tidak lagi menjadi dosen di STKIP Santo Paulus Ruteng, dirinya menjadi dosen di Universitas Bina Nusantara Jakarta dan terus memperhatikan lembaga dan miniatur di Kampung Lembor itu.