Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Flores Merawat Tenun sebagai Warisan Budaya

Kompas.com - 28/04/2018, 11:25 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

Linur menjelaskan, harga kain Mbay mulai Rp 200.000 sampai Rp 500.000. Menenun kain Mbay sangat mudah sehingga dalam sebulan bisa menghasilkan empat kain tenun.

Sementara kain tenun motif Rembong membutuhkan waktu sebulan untuk menghasilkan satu kain dengan harga berkisar Rp 800.000 sampai Rp 1.000.000.

"Hasil tenunan ini sangat mudah dijual di pasar di Kabupaten Ngada dan Nagekeo sehingga kaum perempuan lebih fokus menenun kain Mbay dibanding kain tenun setempat walaupun motif rembong sangat bagus. Bahkan pembeli dari Kabupaten Ngada dan Nagekeo selalu membeli langsung dari penenunnya dengan harga murah," katanya.

Valentina Herni (46), warga Kampung Golowelu, Desa Golo Nimbung, Kecamatan Lambaleda, Selasa (24/3/2018) menjelaskan, kaum perempuan di Kecamatan Lambaleda menenun kain songke motif Lambaleda dan Manggarai.

Bagi kaum perempuan di Golowelu, menenun adalah kerja sampingan bukan merupakan kerja utama.

"Saya bisa menenun karena dilatih Mama Theresia Enas sejak tamatan SMP 1989 di Kampung Rengkam, Desa Golo Nimbung," kata Herni.

"Awalnya dilatih memakai benang, juga cara memasang peralatan-peralatan tenun yang berbahan bambu. Ini karena talenta alamiah dari kaum perempuan itu sendiri. Setahun bisa menghasilkan dua kain tenun motif Lambaleda dan Manggarai," tambahnya.

Penenun flores di Wilayah Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur, Minggu (28/1/2018).KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Penenun flores di Wilayah Elar, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur, Minggu (28/1/2018).
Hasil tenunan dijual dengan harga Rp 800.000 dengan ukuran besar dan panjang. Kadang-kadang kaum perempuan tidak fokus menenun karena pemasarannya sangat minim.

Herni menjelaskan, kaum perempuan di Manggarai Timur memiliki keterampilan alamiah dalam menenun. Ini juga untuk merawat warisan leluhur supaya tidak punah.

Tetapi, akhir-akhir ini anak-anak gadis tidak lagi tertarik belajar menenun. Yang bisa menenun saat ini adalah kaum perempuan sudah usia lanjut.

"Saya amati bahwa anak-anak gadis di kampung sekitar Kecamatan Lambaleda tidak lagi belajar menenun dari ibu mereka. Anak-anak gadis sangat terpengaruhi dengan perkembangan teknologi," jelasnya.

Seorang Ibu di Kampung Pota, Kelurahan Nanga Baras, Kecamatan Sambirampas, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, pada akhir Maret 2018 sedang tenun kain bermotif Congkar. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Seorang Ibu di Kampung Pota, Kelurahan Nanga Baras, Kecamatan Sambirampas, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, pada akhir Maret 2018 sedang tenun kain bermotif Congkar.
Sofia Maria Nuria (39), Kampung Pota, Desa Nanga Baras, Kecamatan Sambirampas, Minggu (22/3/2018) menjelaskan, dirinya fokus menenun kain tenun motif Congkar.

"Ini merupakan pesan dari ibu saya ketika melatih dan mendidik saya sejak tamat SD di Kampung Golokilit, Desa Lengko Ajang, Kecamatan Sambirampas hingga saya menikah. Yang melatih saya adalah Mama Yustina Linus. Saya sangat tertarik menenun kain tenun motif Congkar karena ketekunan yang dimiliki ibu saya di kampung," katanya.

"Awalnya saya melihat mama menenun. Cara mama menenun membuat saya tertarik untuk bertanya dan belajar," kata Nuria.

Dia menjelaskan, harga kain tenun motif congkar Rp 500.000 dengan ukuran besar dan panjang. Dalam sebulan Nuria bisa menghasilkan 4-5 kain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com