Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pisang Bakar Khas Semarang Bisa Eksis Lebih dari Setengah Abad

Kompas.com - 24/07/2018, 12:10 WIB
Muhammad Irzal Adiakurnia,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Di tengah tren pisang nugget dan kuliner kekinian yang timbul tenggelam di 2018, justru pisang bakar tradisional di Semarang ini telah genap berusia 66 tahun.

Sebutannya pisang plenet. Dalam istilah orang Jawa, plenet adalah menekan sesuatu hingga pipih. Maka sudah terbayang pisang plenet merupakan pisang bakar yang berbentuk pipih.

Sepintas tidak ada hal yang spesial dari pisang racikan Triyono (54), yang berjualan dengan gerobaknya di sisi Jalan Pemuda Semarang. Namun, ternyata ia merupakan generasi ketiga setelah kakeknya Javar membangun usaha ini sejak 1952.

Menurut Turdi (82) generasi kedua yang masih bisa ditemui, dahulu pisang plenet tercipta akibat rasa bosan Javar terhadap penganan tradisional yang itu-itu saja, semisal singkong rebus, pisang goreng, tahu, tempe, dan umbi-umbian.

Baca juga: 5 Kuliner Legendaris Semarang yang Wajib Dicoba

Lalu ia coba-coba membuat kreasi pisang yang sempat populer di masanya. Di saat kuliner lainnya masih sederhana tanpa campuran apa pun, ia membuat pisang bakar dengan isian gula, cokelat, dan selai.

Itu dulu, tetapi kenapa di tengah beragamnya aneka kuliner sekarang pisang bakar tradisional ini masih saja dinantikan cita rasanya oleh pelanggannya?

Baca juga: Suka Pedas? Wajib Icip Mangut Manyung Bu Fat di Semarang

Triyono mengakui, bukan perkara mudah meneruskan resep tersebut di tengah berbagai kuliner modern. Ia pun sempat meninggalkan usaha ini beberapa waktu, untuk "bekerja kasar" yang saat itu dirasanya lebih menjanjikan.

"Justru kekhasannya yang buat saya balik lagi ke pisang ini," tutur Triyono saat KompasTravel berkunjung bersama tim Kampung Legenda, Mall Ciputra Jakarta, ke Semarang, Kamis (19/7/2018).

Kekhasannya lah yang membuat pisang ini masih saja dicari orang. Mereka tetap ingin menyesap kuliner tradisional yang sederhana, tanpa campuran yang berlebihan.

Itu kenapa mulai ia berjualan sore hari, pengunjung gerobaknya tidak pandang usia. Remaja yang sedang jalan, orang tua yang menggunakan motornya, bahkan mobil mewah pun sempat singgah dan membungkus beberapa porsi pisang ini.

Kesempatan tersebut tidak mereka sia-siakan, dengan cara merawat betul resep yang kakeknya wariskan. Mulai dari jenis pisang, isian, proses membakar, bahkan hingga dekorasi grobak.

 

"Pisang harus kepok, kepok jawa yang kesat. Tapi kalau jual di sini kepoknya mateng, kalau di (Pasar) Semawis yang mengekal, beda selera," kata Triyono.

Di gerobak tradisionalnya, terlihat tungku pembakaran arang masih beroperasi. Tidak ketinggalan aksesoris lampu minyak masih tertempel, walau sudah tidak beroperasi maksimal.

"Kita masih pakai anglo (tungku pembakaran), cuman sedikit lebih modern, kalau dulu tanah liat sekarang anglo besi. Kayunya masih pakai kayu kesambi," katanya.

Kayu kesambi dipilih karena teruji menghasilkan panas yang lama dan merata, meski dengan api kecil. Teknik-teknik macam itulah yang terus ia wariskan kini ke anaknya pemegang tongkat estafet pisang plenet.

Soal rasa, sejak awal hanya ada varian isi selai nanas, gula, dan mentega. Beberapa tahun kemudian di era 70-80an ia menambah messes cokelat, kacang, dan keju.

Ia mengatakan dalam satu hari bisa menghabiskan 15 sisir dengan jumlah pisang sekitar 20 buah tiap sisirnya. 

Bila Anda ingin mencoba kuliner tradisional yang acapkali membuat rindu akan Semarang ini, bisa berkunjung ke Jalan Pemuda, tidak jauh dari sebrang Toko Oen, mulai pukul 10.00 hingga 22.00, ataupun jajaran gerobak Pasar Semawis di malam akhir pekan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Travel Update
8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

Travel Tips
Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Travel Update
Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Travel Update
Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Travel Update
Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Travel Update
Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com