MANADO, KOMPAS.com - Wisata di Kota Manado bukan hanya kuliner ataupun wisata budayanya. Tak jauh dari pusat kota ada hutan bakau yang disebut benteng bakau terakhir di Kota Manado.
Hutan bakau ini ialah Mangrove Park Bahowo yang berada di Kelurahan Tongkaina, Kecamatan Bunaken, Kota Manado. Dari pusat kota, perjalanan bisa ditempuh sekitar 35 menit ke arah Tongkaina.
KompasTravel sempat berkunjung ke sana saat field trip perayaan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) di Bitung, Sulawesi Utara, Rabu (29/8/2018).
Sesampainya di sana, wisatawan akan disambut barisan bakau yang lebat digenangi air yang amat jernih. Di sela-sela barisan hutan bakau pun terlihat ikan-ikan berenang bebas tanpa gangguan sampah.
Namun justru kawasan ini menawarkan kesegaran hutan bakau yang begitu otentik, dan terjaga secara ekosistem maupun kebersihan lingkungannya. Terdapat dermaga dengan panjang 470 meter untuk menikmati keindahannya.
Dari ujung dermaga, terlihat Gunung Manado Tua, Pulau Siladen, dan Pulau Bunaken yang paling kecil. Anda juga bisa bebas berenang di sisi dermaga dengan kedalaman sekitar 1,3 meter di sore hari.
Berdirilah di ujung dermaga ini saat matahari akan tenggelam. Anda akan disuguhkan panorama matahari terbenam di sisi gunung dan pulau yang luar biasa. Pantulan senja dan gunung terlihat harmonis diengah ombak laut pasang.
Di lokasi pembibitan, Anda juga bisa menanam pohon bakau hanya dengan membeli bibit Rp3.500 ditambah biaya perawatan Rp 500.
"Kalau mau tanam mangrove bisa pesan pas datang, biar disiapkan dulu bibitnya. Nanti tinggal diantar ke pembibitan," kata Benyamin Loho, Kepala Lingkungan kawasan empat, Tongkena, sekaligus tokoh masyarakat di sini.
Kawasan hutan mangrove 300 hektar ini memiliki sembilan jenis mangrove, tetapi yang bisa dilakukan pembibitan baru empat jenis yaitu rizhopora, soneratia alba, soneratia marina, dan kasolaris.
"Sekarang mereka yang menjaga kelestariannya, dan bisa mengambil manfaatnya lewat ekowisata dan penjualan bibit," tuturnya kepada KompasTravel.
Tiga tahun ke depan, kawasan ini diproyeksikan menuju desa ekowisata dan budaya. Potensi budaya masyarakat lokal yang merupakan suku Sangir akan turut dikembangkan menjadi wisata budaya.
"Mereka punya tarian adat, musik tradisional, sampai suvenir yang sedang kita kembangkan. Nanti akan ada panggung pertunjukannya, di tengah mangrove, sama sentra oleh-oleh suvenir yang lagi kita buat, doakan saja tiga tahun lagi sudah komplet," papar Sella.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.