“Bahan-bahan untuk sesajian kepada leluhur adalah ayam warna merah dan babi warna hitam. Semua bahan untuk persembahan saat ritual adat wajib kumpul dari anggota Suku Saghe. Sebelum dilaksanakan ritual ghan woja, warga Suku Saghe dilarang tanam padi, jagung dan jenis lainnya di lahan kering dan ladang. Ritual ghan woja harus dilaksanakan di Mbaru Gendang atau rumah adat Suku Saghe,” jelasnya.
Yang unik dan langka, lanjut Ndolu, saat ritual adat ghan woja juga dilangsungkan ritual kedha rugha manuk (injak telur ayam kampung) bagi istri dari anak-anak laki-laki Suku Saghe yang belum melaksanakannya.
Saat ritual ghan woja, istri dari anak laki-laki sudah menyatu dan sah sebagai warga mbaru gendang (rumah adat) Suku Saghe, walaupun secara pribadi sudah melaksanakan kedha rugha manuk di rumah masing-masing orangtua mereka. Artinya juga bahwa para istri bisa injak dan masuk dalam rumah adat.
“Ritual adat ghan woja 2018 ini ada 11 istri yang sudah menikah dengan anak laki-laki Suku Saghe melaksanakan ritual kedha rugha manuk di pintu masuk rumah adat (mbaru gendang) Suku Saghe. Jadi ritual ini menandakan bahwa segala keperluan adat di Suku Saghe wajib diikuti di tahun mendatang,” katanya.
Ndolu menjelaskan, makna lain dari tradisi ghan woja apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah tradisi pergantian tahun tanam dari yang lama ke yang baru. Tradisi ini wajib dilaksanakan oleh anggota keluarga Suku Saghe.
Kalender Adat Pertanian
Ndolu melanjutkan, warisan leluhur Suku Saghe yang terus dilaksanakan adalah ritual ghan woja sebagai awal dari masa kalender adat pertanian yang dimulai dari Agustus di tahun berjalan sampai Maret di tahun berikutnya.
Saat ritual ghan woja itu dibahas ritual selanjutnya, seperti tradisi kolo kabe, ndetok atau basang nii (berkat benih) dan kebun untuk pau nii (menanam benih).
Tradisi kolo kabe tidak bisa dilaksanakan apabila ada anggota keluarga Suku Saghe yang melaksanakan tradisi paki raga (ritual adat dengan menyembelih seekor kerbau) bagi orang yang sudah meninggal dunia saat upacara kenduri.
Merawat Tradisi di Mbaru Gendang
Jumat (2/11/2018), seluruh keluarga berdatangan dari Kampung Mesi, Waekolong dan kampung tetangga menuju ke mbaru gendang atau rumah adat Suku Saghe di bukit Saghe. Konon dikisahkan kampung ini merupakan pertama leluhur orang Saghe yang datang dari wilayah Congkar-Pembe di wilayah utara dari Manggarai Timur ribuan tahun silam.
Kampung itu berada diatas bukit dengan benteng pertahanan di sekelilingnya untuk menjaga keberlangsungan anggota keluarga dari gangguan pihak luar.