Pua Geno mengatakan, jadikan pesta Reba menjadi ajang tahunan dengan dukungan APBD NTT. Tahun depan Reba harus lebih meriah di Kabupaten Ngada. Festival Reba harus menjadi agenda tingkat provinsi.
"Saya hadir sebagai Ketua DPRD NTT. Namun saya hadir juga sebagai keluarga Langa dan Ngada. Saya menyumbang Rp 10.000.000 untuk pesta Reba saat ini,” katanya.
Ketua Panitia Reba Langa 2019, Paskalis Lalu menjelaskan, Ritual Reba Uwi atau Sui Uwi merupakan tradisi menghormati makanan tradisional uwi yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhur Ngada. Salah satu leluhur orang Ngada yang mewariskan Uwi Reba bernama Sili.
Jadi sejak leluhur orang Ngada berada di kawasan Ngada umumnya dan Langa khususnya menanam Uwi yang tumbuh liar di hutan. Saat itu leluhur orang Langa khususnya dan Ngada umumnya tidak mengenal tanaman padi. Bertahun-tahun nenek moyang orang Langa makan uwi sebagai makanan pokok dalam kehidupan keluarga.
Paskalis menjelaskan, sebelum uwi disantap bersama dalam keluarga khususnya dan masyarakat umumnya, terlebih dahulu dilangsungkan ritual adat untuk menghormati alam semesta dan Sang Pencipta kehidupan dan alam semesta.
“Saya berharap tradisi ini terus dilestarikan dan dipertahankan bagi generasi Ngada di masa yang akan datang. Saat Uwi Reba, orang Ngada yang merantau pulang untuk mengikuti ritual tahunan ini,” katanya.
Mikael Do, Tokoh Kampung Sapawara, Desa Beja, Kecamatan Bajawa menjelaskan, nenek moyang kita berangkat dari daerah asalnya Sina One (China) dalam kelompok. Mereka mengembara dari tempat ke tempat seakan-akan tanpa tujuan yang jelas. Mereka mendaki, lembah dan ngarai mereka lalui seolah-olah tanpa ada rintangan dan halangan.
Sebagaimana kisah lisan, Mikael menjelaskan, mereka mengarungi samudera luas, menantang gelombang dan badai topan hingga mereka tiba di daerah Selo one. Setiap orang tidak dibiarkan berjuang sendirian.
Mereka berjuang bersama-sama dalam kelompok mengatasi alam ganas, terpaan badai yang menantang lika liku pengembaraan mereka, tidak membuyarkan tekad mereka untuk selalu hidup dalam kebersamaan, kerukunan, dan semangat cinta kasih persaudaraan.
Selanjutnya mereka menyebar ke seluruh Ngada dengan cara masing-masing. Dalam pengembaraan, makanan penguat satu-satunya adalam ubi atau uwi. Ubi di potong-potong dan dibagi-bagikan sebagai simbol kerukunan, persatuan, persaudaraan dan perdamaian sejati diantara mereka.
“Riwayat pengembaraan leluhur orang Ngada diungkapkan dalam upacara Sui Uwi yakni ritual pemecahan ubi, yang meriwayatkan pengembaraan leluhur, sekaligus penegasan untuk hidup harus menaati amanat suci leluhur (lese dhe peda pawe atau po boro molo teta lema siza) yang harus menjadi panduan untuk dilaksanakan oleh generasi muda saat ini dan generasi mendatang,” kata Mikael.
Sekretaris Desa Beja, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Marselinus Paru kepada Kompas.com, Selasa (15/1/2019) menjelaskan, Uwi Reba merupakan tahun baru adat di kawasan Langa dengan melibatkan lima desa. Ritual Reba dilaksanakan setiap tahun. Reba diselenggarakan oleh masyarakat Kampung Kepo Wesu, Kampung Bonewaru dan Langa Keda.
“Reba itu pesta adat Langa atau pesta tahun baru adat dari masyarakat Langa. Saat Reba, uwi (ubi) itu dipuja-puja. Uwi merupakan makanan pokok leluhur orang Ngada. Pelaksanaan Reba tiap tanggal 15 Januari setiap tahun,” jelasnya.
Ritual Uwi (ubi) dilaksanakan selama seminggu. Hari pertama, pembukaan ritual uwi, hari kedua, Kobe deke yakni masuk rumah adat masing-masing. Hari ketiga, Kobe dhoi yakni mengangkat martabat uwi.
Hari keempat, Kobe Sui yakni ritual meneguhkan martabat uwi, nasihat-nasihat kepada generasi dan orang Ngada seluruhnya untuk hidup selaras dengan alam semesta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.