JAKARTA, KOMPAS.com – Belum lama ini, dunia media sosial Indonesia dihebohkan dengan tempat wisata terbaru dari daerah Banten yang disebut Negeri di Atas Awan atau Gunung Luhur di Lebak.
Usai viral di media sosial, pengunjung ke obyek wisata Gunung Luhur membludak. Pada akhir pekan kemarin, jumlah wisatawan yang datang mencapai 30.000 orang.
Pengelola tempat wisata yang dijuluki Negeri di Atas Awan tersebut, Sukmadi, mengatakan, pengunjung mulai berdatangan sejak Jumat (20/9/2019) malam.
Baca juga: Pengunjung Wisata Negeri di Atas Awan Membeludak, Macet hingga 7 Km
Jumlahnya melebihi kunjungan pada pekan-pekan sebelumnya, ditandai dengan muncul macet beberapa kilometer sebelum puncak.
"Pada Sabtu pagi macet hingga lima kilometer, kalau hari ini 7 kilometer, sebelumnya tidak pernah seperti ini," kata Sukmadi kepada Kompas.com di Gunung Luhur, Desa Citorek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (22/9/2019).
Kondisi ini membuat banyak wisatawan yang gagal menuju puncak di ketinggian. Mereka yang awalnya ingin menikmati hamparan awan harus gigit jari bahkan putar balik kendaraan.
Baca juga: Kisah Wisatawan yang Gagal Melihat Negeri di Atas Awan, Terjebak Macet hingga Gelar Tikar
Tak siap
Menurut Ima Rahmawati, pemilik agen perjalanan yang berbasis di Banten, Negeri di Atas Awan Gunung Luhur belum siap menjadi suatu daya tarik wisata
“Saya sebagai orang asli Banten, pemilik salah satu tours and travel Banten, merasa bangga dengan viral-nya Negeri di Atas Awan Gunung Luhur, tapi euforia ini bukan jadi kebahagiaan tunggal, melainkan keresahan tersendiri, karena tempat ini menurut saya bukanlah destinasi wisata yang sudah siap,” kata perempuan yang akrab disapa Nong Ima ini, kepada Kompas.com saat ditemui di stan Wonderful Indonesia di sela-sela pameran Kompas Travel Fair, Jakarta, Sabtu (21/9/2019).
Ia menambahkan bahwa tempat tersebut merupakan wilayah konservasi hutan adat sehingga keberadaan masyarakat Kasepuhan Citorek sekitarnya juga harus dihargai.
“Kita hargai juga ekosistem hutan tersebut, bukan menjadi tempat yang tiba-tiba jadi wisata massal,” lanjutnya.
Di sisi lain, Nong Ima berharap agar pihak-pihak terkait yang berperan penting dalam viralnya Negeri di Atas Awan dapat mengedukasi masyarakat agar tempat tersebut tidak langsung menjadi suatu kelatahan massal dan tanpa mempertimbangkan banyak hal.
“Ini menyangkut kearifan lokal setempat, juga ekosistem alam kami,” jelas Nong Ima.
Kompas.com berusaha menghubungi Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Eneng Nurcahyati untuk mengonfirmasi terkait membludaknya pengunjung ke Negeri di Atas Awan pada akhir pekan lalu, tetapi hingga saat ini tidak memberikan respon.