JAKARTA, KOMPAS.com - Alunan musik keroncong terdengar hingga area luar Gereja Tugu. Para pengurus gereja sibuk menata taplak meja di depan Gereja. Laki-laki berbondong-bondong memasang tenda di depan teras Gereja Tugu.
Baca juga: Berkunjung ke Gereja Berusia 271 Tahun di Jakarta Utara, Gereja Tugu
Ketika masuk bagian dalam Gereja tua ini ornamen-ornamen Natal disusun rapi berbaur dengan interior khas Belanda.
Gereja yang didominasi dengan warna merah ini tampak semarak dengan adanya hiasan Natal seperti pohon natal, hiasan lonceng dan lain-lain.
Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) atau yang sering disebut Gereja Tugu ini merupakan peninggalan Portugis yang masih tersisa di Kampung Tugu, Semper, Jakarta Utara. Kata Tugu sendiri beradal dari Portugis.
"Selain itu juga dulu pernah ditemukan prasasti tugu di sini," jelas Ira, pemandu wisata dalam rangkaian tur Wisata Bhineka Spesial Natal, Jelajah Gereja Kuno, Sabtu, (21/12/2019).
Dulunya Kampung ini adalah kawasan untuk menampung masyarakat Portugis yang diasingkan oleh Belanda dari Batavia. Mereka adalah tawanan yang dibawa dari Malaka ke Batavia setelah daerah itu ditaklukan oleh Belanda.
Di Kampung Tugu mereka diberi kebebasan oleh Belanda dengan syarat berpindah agama dari Katolik ke Kristen Protestan.
Pada tahun 1600-an mereka akhirnya menetap dan menikah dengan warga sekitar. Percampuran budaya dari Portugis dan Betawi menimbulkan budaya baru.
Mereka memutar otak dan menciptakan alat musik dari kayu hutan yang hasil bunyinya "crong...crong...crong".
Musik itu yang kini dikenal dengan musik keroncong, dengan tambahan musik ala Portugis maka munculah kroncong tugu.
Baca juga: Tari Noni Tugu, Tarian Khas Kampung Tugu Jakarta Utara dari Malaka
Hingga saat ini musik keroncong masing mengisi acara-acara besar seperti Natal di Kampung Tugu. Dalam bentuknya yang paling awal, moresco diiringi oleh musik dawai, seperti biola, ukulele, serta selo.
"Di Gereja kita kadang hanya pakai orgen, namun di acara besar seperti sekarang (Natal) kita pakai keroncong," jelas salah satu pengurus Gereja Tuju.
Ia juga menjelaskan, selain merayakan Natal dengan musik keroncong mereka akan berpesta makanan.
Makanan khas dari Kampung Tugu adalah gado-gado tugu. Gado-gado tugu berbeda dengan gado-gado betawi. Ada bumbu tambahan berupa santan, kemiri, dan kencur pada gado-gado tugu.
Kembali ke Gereja Tugu, inilah gereja kebanggaan warga Kampung Tugu yang dibangun pada 1747 dan diresmikan pada 1748.
Gereja ini merupakan pemberian tuan tanah Belanda, Justinus van der Vinch. Ia juga terkenal sebagai tuan tanah di Cilincing pada zaman kolonial Belanda. Sampai saat ini Gereja Tugu masih terawat degan baik.
Warga Kampung Tugu sendiri sampai saat ini masih banyak yang meganut agama Kristen Protestan.
Mereka juga memiliki nama marga diambil dari tokoh-tokoh yang berasal dari Alkitab. Seperti Michiels, Cornelis, Abraham, Andries, Quiko, dan Browne.
Sebenarnya terdapat delapan marga yang ada sejak awal di Kampung Tugu, namun dua diantaranya sudah punah.
Masyarakat Kampung Tugu hidup membaur dengan warga lokal selama lebih dari 300 tahun. Maka dari itu, kampung ini juga dijuluki sebagai kampung toleransi karena terdiri dari beragam suku, seperti Ambon, Betawi, Sunda, Jawa, Batak, dan masih banyak lagi.
Baca juga: 4 Resep Makanan Natal Khas Indonesia, Coba Yuk
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.