Sekadar informasi, untuk menaiki anak tangga di Menara Syahbandar, pengunjung harus berhati-hati karena tangga yang sudah berusia ratusan tahun rentan patah.
Tak hanya itu, pengunjung juga bisa terjatuh jika tidak berhati-hati karena jarak anak tangga satu dengan lainnya cukup jauh.
Naik ke lantai selanjutnya, kami melihat banyak kotak kaca berisi teropong yang masih asli dan berusia hampir satu setengah abad.
"Teropong-teropong ini yang digunakan untuk memantau kapal. Nah ini bisa dipanjangin atau dipendekin. Lensanya sedikit agak cekung. Jadi teropongnya dipanjangin kalau masih jauh terlihat, nah kalau kapal sudah mau mendekat, dia dipendekin," jelas Amaruli.
Kami juga melihat banyak jendela-jendela besar khas bangunan tua yang menurut Amaruli masih dalam kondisi asli.
Tiba di lantai paling atas, yaitu tempat pemantauan kapal. Lantai ini memiliki lukisan yang menggambarkan bahwa pada masa kolonial, orang-orang Indonesia memantau kapal dengan berpakaian dan menggunakan sarung.
Orang-orang Indonesia pemantau kapal tersebut dulu disebut dengan Ki Demang atau kepala distrik, wedana pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda.
"Siap Meneer, kami siap standby. Ini pada tahun 1920-an, ketika Belanda masih menguasai area ini," ujar Amaruli.
Amaruli juga menambahkan, jika dalam tugasnya, Demang tidak boleh meninggalkan pantauan. Ia harus selalu fokus pada kapal-kapal yang lalu lalang dalam jalur perdagangan keluar masuk Kota Batavia.
Selain itu, kami juga diajak melihat pemandangan sekeliling area Menara Syahbandar, mulai dari Tugu Pantura, Jembatan, bioskop pertama, dan Museum Bahari.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.