KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 membuat slow tourism atau slow travel, perjalanan wisata yang tidak terburu-buru dan lebih santai, diprediksi akan lebih digemari oleh wisatawan.
Akademisi dan Peneliti dari James Cook University Australia Hera Oktadiana mengatakan, mass tourism seperti yang terjadi di Venesia dan Bali mengalami perubahan menjadi non-tourism.
“Dulunya kan over-tourism dan sangat ramai, jadi di non-tourism. Non-tourism sama sekali bukan (tidak ada) pariwisata. Tapi ada pergeseran kebiasaan melancong dari yang tadinya mungkin mass tourism jadi slow tourism,” ujarnya.
Hal tersebut disampaikan olehnya dalam webinar World Tourism Day Indonesia bertajuk “Talkshow Indonesia Tourism Outlook 2021 & Beyond”, Rabu (27/1/2021).
Baca juga: Jalan-jalan dengan Jogja Camper Van, Bisa Kemah di Pinggir Pantai
Menurut Hera, slow tourism tidak menawarkan stres yang dapat dirasa oleh wisatawan sehingga mereka bisa berwisata dengan lebih santai.
“Orang kalau jalan-jalan mungkin seminggu ke suatu destinasi, itu sangat dikejar-kejar. Dari pagi hingga sore harus udah berkunjung, foto-foto, selesai. Jadi mengejar target,” jelasnya.
Sementara untuk slow tourism, lanjut Hera, wisatawan tidak perlu merasa seperti harus mengejar target saat berada di destinasi wisata.
Dalam melakukan slow tourism, meski tempat wisata yang dikunjungi tidak sebanyak yang termasuk dalam paket wisata, namun para pelancong dapat merasa lebih santai.
“Wisatawan bisa menikmati hari libur mereka karena (akan) lebih mengetahui destinasi yang dituju. Jadi lebih banyak waktu untuk melihat-lihat dan melakukan kegiatan wisata,” sambungnya.
Jenis wisata lain yang akan digemari
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.