KOMPAS.com – Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Moh Faozal mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB memiliki rencana untuk mengembangkan 99 desa wisata hingga 2023.
Adapun, pengembangan tersebut telah dilakukan secara bertahap sejak 2019 dengan target jumlah desa wisata yang berbeda-beda setiap tahunnya.
“Totalnya 2019 ada 23 desa, 2020 ada 19 desa, tahun ini ada 16 desa. Kita kerjakan secara konsisten untuk memastikan bahwa janji Gubernur untuk desa wisata benar-benar berjalan di NTB,” ungkap dia.
Baca juga: 6 Hal Unik dan Hanya Ada di Desa Sade Lombok
Hal tersebut Faozal sampaikan dalam acara bincang virtual Karya Kreatif Indonesia bertajuk “Talkshow Desa Wisata 'Ikon Andalan Baru Wonderful Indonesia'”, Rabu (24/3/2021).
Dia melanjutkan bahwa untuk pengembangan pada 2022-2023, masing-masing jumlah desa yang akan dikembangkan menjadi desa wisata rencananya adalah 20 dan 21 desa.
Berdasarkan informasi dalam situs resmi Pemprov NTB, pengembangan desa wisata dilakukan di sepuluh daerah, yakni Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu, dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Selanjutnya Kota Bima, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kota Mataram, dan Kabupaten Lombok Utara.
Baca juga: 3 Desa Wisata di Lombok Tengah Sudah Sertifikasi CHSE
Adapun, beberapa desa wisata yang dikembangkan dalam kurun waktu 2019-2023 adalah Labuhan Kenanga, Doropeti, Sekongkang Atas, Ule, Lenangguar, Gili Gede Indah, Aik Berik, Sembalun Lawang, Karang Pule, dan Karang Bajo.
“Sudah kita atur di NTB ini status desa ada yang rintisan, berkembang, kemudian mandiri, dan maju. Ini tahapan-tahapan perkembangan dari desa wisata kita,” ujar Faozal.
Dalam mengembangkan desa wisata, Faozal mengatakan bahwa pihaknya berprinsip untuk memfokuskan pengembangan pada keaslian yang dimiliki desa.
“Masyarakat setempat masih pertahankan tradisi, kemudian keterlibatan masyarakat nyata, dan kebersihan terjamin,” ujar dia.
Baca juga: Inilah Si Gundul, Durian Tak Berduri Asli NTB
Supaya keaslian desa tetap terjaga, pengembangan desa wisata di NTB juga mempertimbangkan konservasi dan daya dukung agar lingkungan desa tidak rusak.
“Kalau pariwisata lingkungannya rusak dan tidak sehat, tidak ada orang yang datang,” jelas Faozal.
Menurut Faozal, saat ini terjadi perubahan dalam tren pariwisata akibat pandemi Covid-19. Orang-orang lebih memilih untuk berwisata ke tempat wisata luar ruangan.
Hal tersebut merupakan keuntungan bagi desa wisata jika kegiatan pariwisata sudah benar-benar bergerak. Pasalnya, desa wisata memenuhi kebutuhan wisatawan akan lingkungan luar ruangan.
“Alam menjadi sesuatu yang harus hadir dalam memberikan kenyamanan bagi wisatawan,” kata dia.
Baca juga: Acara yang Siap Digelar di NTB Tahun 2021, Ada MotoGP dan LEtape
Kendati demikian, dia tidak menampik bahwa wisatawan juga masih akan mengkhawatirkan penerapan protokol kesehatan yang sesuai standar. Untuk itu, kehadiran protokol kesehatan CHSE menjadi suatu keharusan di sebuah destinasi wisata termasuk desa wisata.
“Kita beri sertifikasi. Sekarang banyak desa wisata yang melakukan sertifikasi untuk memastikan protokol kesehatan CHSE hadir,” imbuh Faozal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.