Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengulik Sejarah Stovia, Sekolah Dokter Pertama di Indonesia

Kompas.com - 16/05/2023, 15:40 WIB
Suci Wulandari Putri Chaniago,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta Pusat, dulunya merupakan sekolah kedokteran bumiputera yakni School tot Opleiding van Inlandsche Art (Stovia) yang didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

"Stovia ini sebenarnya respons kebutuhan tenaga medis di lapangan yang semakin meningkat dan tidak bisa ditangani semuanya oleh tenaga medis Belanda," kata Educator Museum Kebangkitan Nasional, Titis Kuncoro Wati kepada Kompas.com, Jumat (12/5/2023).

Baca juga: 

Adapun jauh sebelum terbentuknya Stovia, sekolah pendidikan dokter mulanya bernama Sekolah Dokter Djawa.

Sejarah Sekolah Dokter Djawa

Berdasarkan informasi yang Kompas.com peroleh saat berkunjung ke Museum Kebangkitan Nasional, berdirinya Sekolah Dokter Djawa erat kaitannya dengan pemberantasan wabah cacar.

Pada saat itu wabah cacar menjangkiti masyarakat di sepanjang pantai utara Pulau Jawa di wilayah Karesidenan Banyumas.

Alhasil, guna memberantas wabah tersebut, Gubernur Jenderal Duymaer van Twist mendirikan sekolah khusus petugas vaksin guna menangani wabah.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, Pemerintah Belanda khawatir akan tingginya angka kematian penduduk yang akan berdampak terhadap hasil panen perkebunan.

Baca juga: Panduan lengkap ke Museum Kebangkitan Nasional

Dikarenakan jumlah tenaga medis di lapangan pada saat itu tidak mencukupi untuk mengobati pasien, maka Dokter Willem Bosch mencetuskan gagasan untuk mendirikan sekolah dokter.

Singkat cerita, pada Januari 1851 berdirilah Sekolah Dokter Djawa di Rumah Sakit Militer Weltevreden dengan masa pendidikan selama dua tahun.

"Dulunya Sekolah Dokter Djawa, sekolahnya dulu di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat," kata Titis.

Berdirinya Stovia

Museum Kebangkitan Nasional, bekas lokasi STOVIA.KOMPAS.com / Suci Wulandari Putri Museum Kebangkitan Nasional, bekas lokasi STOVIA.

Menurut penuturan Titis, Stovia merupakan bentuk penyempurnaan dari Sekolah Dokter Djawa.

Stovia didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan tujuan setiap dokter yang lulus dapat ditempatkan dan mengobati masyarakat di seluruh kawasan Hindia Belanda.

Meskipun saat lulus sudah mendapat gelar sebagai seorang dokter, akan tetapi lulusan Stovia hanya boleh menjadi asisten dokter asal Belanda saja.

"Kalaupun mereka (lulusan Stovia) jadi dokter utama, itu mereka ditempatkan di pelosok untuk mengobati pekerja di perkebunan," kata Titis.

Baca juga: 5 Ide Spot Foto di Museum Kebangkitan Nasional, Ada Ruang Pameran

Kurikulum yang digunakan selama masa belajar di Stovia pun menyesuaikan dengan kurikulum sekolah kedokteran di Belanda. Hal ini dilakukan supaya kualitas lulusan Stovia bisa setara dengan dokter lulusan Belanda.

"Meskipun sudah lulus jadi dokter, mereka kurang diakui oleh masyarkat. Maka dari itu kebanyakan lulusan Stovia langsung melanjutkan pendidikan dokter di Belanda supaya bisa diakui," papar Titis.

Stovia mulanya dibuka untuk kalangan laki-laki pribumi, saat itu sekolahnya berupa ikatan dinas dan gratis. Setelahnya Stovia menjadi sekolah berbayar, dan terbuka untuk semua kalangan.

Baca juga: 4 Tips Berkunjung ke Museum Kebangkitan Nasional, Naik Transportasi Umum

Gedung yang digunakan sebagai sekolah sekaligus asrama para pelajar Stovia pada masa itu kini dijadikan Museum Kebangkitan Nasional. Lokasinya di Jalan Abdul Rachman Saleh Nomor 26, Senen, Kecamatan Senen, Kota Jakarta Pusat.

Gedung Stovia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Banjir di RSCM, Minggu (23/2/2020)KOMPAS.com/Tia Astuti Banjir di RSCM, Minggu (23/2/2020)

Dilansir dari laman resmi Museum Kebangkitan Nasional, seiring perkembangan zaman, gedung Stovia dianggap tidak lagi representatif untuk dijadikan sebagai tempat pendidikan dokter.

Oleh karena itu, sekitar tahun 1919 pemerintah Hindia Belanda membangun gedung baru di Salemba yang diberi nama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (sekarang menjadi Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo).

Pelajar yang dulu menetap di asrama kemudian diberikan kebebasan untuk memilih tempat tinggal di asrama ataupun indekos di rumah penduduk.

Baca juga: Museum Kebangkitan Nasional Jakarta: Jam Buka dan Harga Tiket Masuk

Setelahnya, pada 5 Juli 1920 secara resmi seluruh kegiatan pendidikan Stovia dipindahkan ke jalan Salemba yang sampai sekarang dikenal dengan "Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia".

Penggunaan gedung Stovia sebagai tempat kegiatan pembelajaran berakhir saat bala tentara Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com