Namun, masalah mulai muncul ketika hadir permukiman warga di lahan Waduk Pluit. Mengutip Tribun News, warga mulai menempati lahan pemerintah di Waduk Pluit pada akhir 1980-an.
Namun demikian, pemerintah setempat tidak melarang, sehingga semakin banyak warga daerah sekitar yang datang untuk menempati kawasan Waduk Pluit. Hunian baru di Waduk Pluit pun bermunculan.
Alhasil, luas waduk pun berkurang dari semula 80 hektare menjadi 60 hektare, dimana 20 hektare ditutupi rumah penduduk. Sementara, sebagian area Waduk Pluit lainnya tertutup eceng gondok dan endapan lumpur.
Baca juga:
Kondisi Waduk Pluit tersebut ternyata membawa petaka bagi warga DKI Jakarta, khususnya yang berada di Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Salah satu musibah yang masih berbekas di ingatan warga adalah banjir pada 2013 lalu.
Melansir dari laman Indonesia.go.id, kawasan Jakarta, Depok, Bogor, dan sekitarnya diguyur hujan lebat selama lima hari berturut-turut.
Puncaknya hujan ekstrim berlangsung pada 17 Januari 2013. Insentitas curah hujan di Jakarta Selatan tercatat 170 mm, Jakarta Pusat 280 mm, dan Jakarta Utara 330 mm.
Imbasnya, sungai-sungai di ibu kota meluap. Sementara itu, kondisi Waduk Pluit begitu buruk sehingga tidak berfungsi maksimal menahan debit air. Kedalaman waduk tinggal 1-2 meter akibat sedimentasi, pendangkalan, dan tidak terurus.
Puncaknya adalah ketika pompa-pompa di Rumah Pompa Waduk Pluit tidak berfungsi akibat kurangnya perawatan. Imbasnya, ketinggian air di Waduk Pluit berada di angka plus 100 cm, sehingga air meluap.
Sejumlah kawasan vital seperti Pluit, Tanah Abang, Petojo, Cideng, Mangga Besar, terendam air selama beberapa hari, sehingga mengakibatkan aktivitas dan perekonomian warga lumpuh.