Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Gedung Joang 45, Dulunya Hotel Termewah di Batavia

Kompas.com - 19/06/2023, 12:13 WIB
Suci Wulandari Putri Chaniago,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saat melewati kawasan Menteng ke arah Cikini, mungkin kamu pernah melihat bangunan kuno bergaya Eropa yang berdiri kokoh dan berpilar tinggi di tepi jalan raya. 

Gedung ini bernama Gedung Joang 45 Menteng 31, saksi bisu bagaimana para pemuda Indonesia bersama tokoh pendiri bangsa berjuang mencapai kemerdekaan.

Baca juga: 

"Gedung Joang 45 Menteng 31 ini sudah ada sekitar 1926, pada tahun itu daerah Menteng masih termasuk ke dalam kawasan Kota Batavia," kata pemandu di Gedung Joang, Muslim saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/6/2023).

Di balik pemanfaaan Gedung Joang 45 saat ini sebagai sebuah museum, siapa sangka gedung ini dulunya merupakan hotel termewah yang pernah ada di Batavia.

Hotel termewah di Batavia

Museum Joang 45 Menteng 31.Dok. Shutterstock/Notara WG Museum Joang 45 Menteng 31.

Muslim menceritakan, sekitar tahun 1926 hampir semua tanah di kawasan Kota Batavia pada masa itu dimiliki oleh bangsa Arab.

Dikarenakan pada masa itu keadaan perdagangan di Batavia cukup tinggi maka banyak pejabat Eropa dan pejabat pribumi yang singgah ke kota ini.

Melihat hal ini, pemerintah Hindia Belanda kemudian berinisiatif membuat permukiman untuk orang Belanda yang ada di Batavia.

"Mereka mencari lokasi, kemudian dipilihlah kawasan Menteng, dan pada 1930 kawasan  Menteng dibeli dan dibangun permukiman orang Belanda," kata Muslim.

Baca juga: Cara ke Gedung Joang 45 di Menteng Naik KRL dan Transjakarta

Setalah kawasan Menteng dibeli Belanda, salah seorang pengusaha berkebangsaan Belanda bernama LC. Schomper kemudian berinisiatif membangun hotel yang diberi nama Hotel Schomper.

"Hotel ini merupakan hotel terbaik pada masa itu. Walaupun hotel ini tidak terbilang hotel besar, tapi dinobatkan sebagai hotel terbaik," paparnya.

Muslim mengatakan, pada saat itu jenis hotel mewah tidak dilihat dari besar atau kecilnya bangunan hotel, melainkan dari lokasi, fasilitas, dan desain interiornya.

"Walaupun banyak hotel besar pada saat itu, tapi lokasinya hanya di jalan protokol saja, tidak termasuk kawasan elite," katanya.

Hotel untuk kalangan pejabat

Peserta kegiatan jelajah malam Gedung Joang 45, Jakarta Pusat, yang diadakan oleh Klub Tempoe Doeloe pada Sabtu (10/6/2023).KOMPAS.com/Ni Nyoman Wira Peserta kegiatan jelajah malam Gedung Joang 45, Jakarta Pusat, yang diadakan oleh Klub Tempoe Doeloe pada Sabtu (10/6/2023).

Pada dasarnya Hotel Schomper dibangun untuk masyarakat umum, namun karena harga sewanya mahal dan hanya mampu disewa oleh orang kaya maka tamu hotel ini didominasi oleh kalangan pejabat atapun saudagar kaya.

Adapun luas Gedung Joang 45 sekitar 693 meter persegi, sedangkan luas seluruh area sekitar 5.000 meter.

"Gedung ini terdiri dari delapan ruangan, di antaranya ada ruang tamu, ruang makan, dan tiga kamar tidur di bagian kanan dan kiri gedung," katanya.

Baca juga: Cara ke Gedung Joang 45 Naik Kendaraan Pribadi

Dikuasai Jepang

Setelah Hotel Schomper beroperasi sejak pendiriannya, pada 1942 kawasan Batavia berhasil dikuasai oleh bangsa Jepang.

Hal ini menyebabkan semua aset milik Belanda pada masa itu diambil alih oleh Jepang, termasuk Hotel Schomper.

Mulanya, bangunan Hotel Schomper diserahkan kepada organisasi jawatan propaganda Jepang. Organisasi ini pada saat itu dibentuk oleh Jepang untuk mendidik pribumi mengenai politik.

Harapannya, para pribumi bisa membantu Jepang dalam memenangkan Perang Asia Timur Raya

"Tahun 1942 nama gedung ini diubah dari Hotel Schomper menjadi Asrama Angkatan Baru Indonesia," kata Muslim.

Di gedung ini, para pemuda Indonesia antusias dalam belajar. Saking banyaknya jumlah pelajar, pendidikan di tempat ini dibagi menjadi tiga kelompok.

Baca juga: Yuk, Intip Koleksi Mobil Presiden dan Wakil Presiden Pertama di Museum Joang 45

Potret ruangan Gedung Joang dengan marmer bermotif, sebagai tanda kamar tipe mewah.KOMPAS.com / Suci Wulandari Putri Potret ruangan Gedung Joang dengan marmer bermotif, sebagai tanda kamar tipe mewah.

Kelompok pertama ditujukan untuk pemuda yang bisa belajar semua mata pelajaran, makan, dan tinggal di Gedung Joang.

Kelompok kedua ditujukan untuk pemuda yang bisa belajar semua mata pelajaran, tapi harus tinggal di luar Gedung Joang karena keterbatasan tempat.

Sementara itu, kelompok ketiga ditujukan untuk pemuda yang hanya bisa belajar sebagian pelajaran dan tinggal di luar Gedung Joang.

"Pengajar di sini yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Ahmad Subarjo, Ahmad Yamin, hingga Amir Syarifuddin, yang mana mereka ialah para pendiri bangsa. Tapi ada juga orang Jepangnya yang mengajar," tutur Muslim.

Momen mengajar ini kemudian dimanfaatkan oleh para pendiri bangsa dalam menanamkan semangat kemerdekaan kepada pemuda Indonesia.

Mobil milik Wakil Presiden Republik Indonesia pertama, Moh. Hatta, yang terparkir di Gedung Joang 45, Jakarta Pusat.KOMPAS.com/Ni Nyoman Wira Mobil milik Wakil Presiden Republik Indonesia pertama, Moh. Hatta, yang terparkir di Gedung Joang 45, Jakarta Pusat.

Akan tetapi, pergerakan tersebut kemudian dideteksi oleh Pemerintah Jepang. Alhasil, sekitar tahun 1943 Asrama Angkatan Baru Indonesia dibubarkan.

"Ketika dibubarkan, para pemuda yang belajar di sini, atau disebut juga dengan Pemuda Menteng 31 melanjutkan pergerakan di luar Gedung Joang," katanya.

Setelah itu gedung ini digunakan oleh Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) yang dipimpin oleh empat serangkai, di antaranya Bung Karno, Bung Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan K.H. Dewantara.

Sama nasibnya dengan organisasi sebelumnya, PUTERA kemudian dibubarkan oleh pemerintah Jepang pada 1944 setelah setahun berjalan.

Setelah itu, Jepang kembali mendirikan organisasi berbeda tapi untuk tujuan yang sama yakni untuk memobilisasi rakyat Indonesia untuk menjadi kader Jepang. Organisasi tersebut bernama Jawa Hokokai.

"Jawa Hokokai langsung dipimpin oleh kepala militer Jepang. Mereka ini bertahan sampai Indonesia merdeka pada 1945," katanya.

Baca juga: Museum Dewantara Jadi Saksi Bisu Kericuhan di Jalan Tamansiswa, Ini 5 Faktanya

Direbut kembali oleh Pemuda Menteng 31

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, Pemuda Menteng 31 yang dulu diusir dari Gedung Joang kini kembali datang dan mengambil alih hak milik gedung.

"Setelah diambil alih, gedung ini dijadikan sebagai markas untuk melakukan berbagai macam aksi perjuangan kemerdekaan Indonesia," kata Muslim.

Muslim mengatakan, setelah itu Gedung Joang kemudian ditetapkan sebagai gedung bersejarah. 

"Setelah direnovasi, maka pada 19 Agustus 1974 Gedung Joang diresmikan sebagai Museum Joang 45 oleh Presiden Soeharto dan Gubernur pada saat itu Ali Sadikin," pungkas Muslim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com