KOMPAS.com - Umat Hindu tengah memperingati Hari Raya Galungan pada hari ini, Rabu (2/8/2023). Selain rangkaian ritual, adapula tradisi Galungan yang dilakukan oleh umat Hindu pada hari suci tersebut.
Pada Hari Raya Galungan, umat Hindu merayakan kemenangan kebaikan (dharma) melawan kejahatan (adharma). Mengutip website Paruman Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), galungan berasal dari kata galung, artinya perang atau pertarungan.
Baca juga:
Sementara, Hari Raya Galungan jatuh pada wuku dungulan, yang berarti menang. Jadi galungan dan dungulan adalah perang serta menangnya manusia dari godaan tiga buta atau kala.
Umat Hindu merayakan Galungan setiap enam bulan sekali berdasarkan penanggalan Saka, atau setiap 210 hari sekali. Sepanjang 2023 ini, Hari Raya Galungan diperingati pada Rabu, 4 Januari 2023 dan Rabu, 2 Agustus 2023
Kompas.com merangkum beberapa tradisi Galungan di Bali sebagai berikut:
Tradisi ngelawang berasal dari kata lawang yang berarti pintu. Tradisi ini dilakukan dengan mengarak barong bangkal dari pintu ke pintu rumah warga banjar atau desa, seperti dikutip dari website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Sembari berkeliling kampung, arakan barong bangkal tersebut diiringi dengan gamelan. Umat Hindu menggunakan barong bangkal yang berwujud babi besar dengan muka menyeramkan, lantaran secara mitologi diyakini memiliki kekuatan magis.
Jumlah penari para tradisi ngelawang barong adalah dua orang, di mana satu penari memegang kepala barong dan lainnya memainkan ekor. Tradisi ngelawang barong ini bertujuan untuk mengusir roh jahat yang mengganggu ketenangan desa, sehingga masyarakat aman terlindungi.
Tradisi ini dilakukan umat Hindu dengan berjalan beriringan sembari menjunjung keben bambu atau tempat sesajen dalam rangkaian sembahyang di Hari Raya Galungan, seperti dikutip dari laman Indonesia.go.id.
Umat Hindu menggelar mapeed menuju pura di desa setempat. Biasanya, sesajen yang dipersiapkan warga berupa buah, bunga, dan hiasan janur.
Selain ibadah, barisan umat Hindu yang menuju pura untuk sembahyang di Hari Raya Galungan itu menjadi daya tarik wisata Bali.
Baca juga:
Tradisi Galungan selanjutnya adala ngejot, atau berbagi makanan kepada tetangga baik sesama umat Hindu maupun non-Hindu, seperti dikutip dari Kompas.com (14/4/2021).
Tradisi ngejot biasanya dilakukan sebelum Hari Raya Galungan hingga hari H. Tradisi ini sebagai wujud toleransi antar umat beragama di Bali.
View this post on Instagram
Menjelang Hari Raya Galungan, umat Hindu memasang penjor di berbagai tempat. Bagi umat Hindu, penjor merupakan simbol kemenangan dan kemakmuran, serta sebagai wujud rasa syukur dan persembahan kepada bhatara, sesuai dengan makna Hari Raya Galungan.
Penjor merupakan simbol gunung yang dianggap suci tempat Sang Hyang Widi dan simbol kekuatan Sang Hyang Brahma, seperti dikutip dari laman Pemerintah Kabupaten Buleleng.
Penjor pada umumnya terbuat dari sebatang bambu yang ujungnya dibuat melengkung. Sebatang bambu tersebut dihiasi dengan daun kelapa (janur) dan dilengkapi dengan berbagai hasil pertanian, seperti umbi-umbian (pala bungkah), buah-buahan (pala gantung), dan biji-bijian (palawija), dan sebagainya.
Umat Hindu juga melengkapi penjor dengan sesajen. Pemasangan penjor dilaksanakan pada Hari Penampahan atau sehari sebelum Hari Raya Galungan, setelah pukul 12.00 siang.
Baca juga:
Seperti hari raya pada umumnya, ada sejumlah makanan khas yang dimasak untuk menyambut Hari Raya Galungan. Mengutip Tribun Bali, umat Hindu biasanya memasak tape ketan atau disebut sebagai tape Galungan.
Proses pembuatannya sudah dilakukan saat Hari Penyekeban, atau tiga hari sebelum Hari Raya Galungan. Kemudian, pada Hari Penampahan, atau sehari sebelum Hari Raya Galungan, umat Hindu biasanya memotong hewan babi.
Umat Hindu juga mempersiapkan dodol yang biasanya digunakan untuk melengkapi sesajen pada saat sembahyang di pura.
Mekotek adalah tradisi yang dilestarikan umat Hindu di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Tradisi ini dilakukan oleh berbagai kelompok warga dengan cara menggabungkan kayu hingga membentuk kerucut, seperti dikutip dari Kompas.com (11/2/2022).
Selanjutnya, warga yang ikut dalam tradisi mekotek ini akan berputar dan berjingkrak diiringi musik gamelan. Nama mekotek diambil dari bunyi kayu yang beradu satu sama lain sehingga menimbulkan bunyi tek tek.
Mekotek merupakan adat turun temurun yang terus diletarikan hingga saat ini. Tujuan mekotek adalah upaya tolak bala yang pernah menimpa desa puluhan tahun lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.