KOMPAS.com - Tapak tilas proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bisa dikunjungi di lokasi peristiwa bersejarah tersebut dilakukan.
Pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dilakukan di teras rumah kediaman Bung Karno, telah berubah menjadi area taman proklamasi.
"Di taman ini ada tiga objek penting yang berkaitan dengan sejarah kemerdekaan Indonesia, yaitu Tugu Peringatan Satu Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Tugu Petir, dan Monumen Proklamator Soekarno-Hatta," kata Humas UPK Monas, Nursamin, kepada Kompas.com, Rabu (2/8/2023).
Baca juga: Sejarah Taman Proklamasi, Tempat Pembacaan Teks Kemerdekaan Indonesia
Ketiganya memiliki sejarah panjang dan dibangun dalam beberapa waktu berbeda. Namun, ketiga tugu dan monumen menjadi pengingat bahwa di lokasi tersebut merupakan tempat penanda Indonesia telah merdeka dari tangan penjajah.
Berisi beberapa tugu dan monumen yang dikelilingi oleh taman, Taman Proklamasi dapat dikunjungi siapa pun secara gratis.
Taman Proklamasi beralamat di Jalan Proklamasi Nomor 10, Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Taman ini buka setiap Selasa-Minggu, sedangkan hari Senin tutup. Adapun waktunya setiap pukul 06.00-16.00 WIB.
Lantas, tugu dan monumen apa saja yang berdiri di taman ini, dan bagaimana sejarahnya? Berikut Kompas.com rangkum:
Tugu Peringatan Satu Tahun Kemerdekaan Indonesia dibuat sebagai peringatan ulang tahun pertama Republik Indonesia pada tahun 1946. Tugu ini merupakan yang pertama dibangun di area kompleks Taman Proklamasi.
Tugu Peringatan Satu Tahun Kemerdekaan Indonesia berdiri di pojok kanan samping Monumen Proklamator Soekarno-Hatta. Tugu ini awalnya disebut juga sebagai Tugu Proklamasi.
"Pembangunan tugu diprakarsai oleh Ikatan Wanita Djakarta, beberapa tokoh perempuan," ujar Nursamin.
Beberapa tokoh pejuang wanita di baliknya antara lain Jo Masdani, Mien Wiranataksumah, Zus Ratulangi, Zubaedah, dan Ny. Gerung.
Adapun arsitek Tugu Peringatan Satu Tahun Kemerdekaan Indonesia adalah Dra Yos Masdani Tumbuan, yang saat itu masih menjadi mahasiswi dan juga anggotan Ikatan Wanita Djakarta.
Baca juga: 5 Tips ke Taman Proklamasi, Jangan Cuma Foto
Tugu peringatan berbentuk obelisk kecil layaknya jarum itu diresmikan oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir pada 17 Agustus 1946, tepat setahun setelah kemerdekaan Indonesia.
Semenjak peresmian itu, para pemuda dan pelajar dari tahun ke tahun menyelenggarakan upacara memperingati HUT Indonesia di tugu peringatan tersebut.
Dibongkar oleh Soekarno
Namun dalam Sidang Pleno Istimewa Dewan Perancang Nasional (Deparnas) pada 13 Agustus 1960, Presiden Soekarno ingin mendirikan Tugu Proklamasi yang baru.
Dilansir dari Harian Kompas, lokasi Tugu Proklamasi yang baru adalah tempat Soekarno-Hatta berdiri saat membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Presiden Soekarno menginginkan Tugu Proklamasi yang baru memiliki tinggi 17 meter dengan lambang petir di atasnya. Menurutnya, tugu yang diresmikan pada 1946 bukan Tugu Proklamasi, tetapi Tugu Linggarjati.
Meski mendapat protes, Tugu Proklamasi yang sudah ada dan Gedung Proklamasi dibongkar pada 15 Agustus 1960. Sebagai ganti Gedung Proklamasi, Presiden Soekarno membangun Gedung Pola yang sekarang disebut dengan Gedung Perintis Kemerdekaan.
Baca juga: 4 Spot Foto di Taman Proklamasi, Ada Patung Soekarno-Hatta
Selanjutnya, pada 1 Januari 1961, Presiden Sukarno meresmikan pembangunan Tugu Petir, yang saat itu disebut juga sebagai Tugu Proklamasi yang baru.
Dibangun kembali
Pada tahun 1972, saat era Orde Baru atas persetujuan Presiden Soeharto, Tugu Proklamasi dibangun kembali di lokasi yang sama dengan bentuk dan ukuran persis dengan yang lama.
Tugu baru yang selesai pengerjaannya pada 15 Agustus 1972 lalu dipasangi plakat marmer naskah proklamasi, dan peta Indonesia, yang saat pembongkaran berhasil diselamatkan dan disimpan oleh Nyonya Johanna Masdani.
Baca juga: Pengalaman ke Taman Proklamasi di Menteng, Tapak Tilas Kemerdekaan
Pada peringatan Hari Kemedekaan tanggal 17 Agustus 1972, Presiden Soeharto menunjuk Menteri Penerangan Budiardjo mewakili pemerintah untuk meresmikan tugu tersebut.
Obyek kedua yang berada di area Taman Proklamasi adalah Tugu Petir. Tugu yang berbentuk linggis setinggi 17 meter itu memiliki lambang petir di puncak, dibangun tepat di kiri depan Monumen Proklamator Soekarno-Hatta.
"Petir di atasnya sebagai simbolik bahwa ketika Indonesia merdeka di luar perkiraan. Seperti petir menyambar pada siang hari," kata Nursamin.
Di tulisan yang tertera di lempengan logam yang ditempel di Tugu Petir, terdapat informasi lokasi persis teras tempat teks Proklamasi dibacakan pada 17 Agustus 1945.
Baca juga: 3 Tempat Bersejarah Dekat Museum Perumusan Naskah Proklamasi
"Disinilah Dibatjakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1945 djam 10.00 pagi oleh Bung Karno dan Bung Hatta," bunyi tulisan pada lempengan di bagian bawah tiang Tugu Petir.
Menurut Soekarno saat itu, Tugu Petir inilah yang kemudian disebut sebagai Tugu Proklamasi, karena menjadi lokasi dibacakannya naskah proklamasi kemerdekaan saat itu.
Obyek ketiga, objek paling menonjol di area Taman Proklamasi adalah Monumen Proklamator Soekarno-Hatta.
Monumen Proklamator Soekarno-Hatta dibuat sebagai momentum pengingat pembacaan teks proklamasi oleh Ir Soekarno yang didampingi Muhammad Hatta pada 17 Agustus 1945, dikutip dari Kompas.com (16/8/2020).
Monumen proklamator itu, kata Nursamin, merupakan karya perupa Nyoman Nuarta, Sidharta, dan Sumartono.
"Kalau Monumen Pahlawan Proklamator yang ada Bung Karno dan Bung Hatta itu dibangun pada tahun 1980-an di zamannya Presiden Soeharto," tutur dia.
Monumen itu menggambarkan sosok Bung Karno dalam usia 46 tahun yang tengah membacakan teks proklamasi. Di sebelah kirinya, ada sosok Bung Hatta berusia 43 tahun dalam sikap kedua belah tangan tertangkup ke belakang.
Sementara itu, di antara kedua patung terletak lima balok perunggu seberat 600 kilogram berukuran 196 cm x 290 cm dengan teks proklamasi yang dibesarkan 200 kali lipat.
Baca juga: Pengalaman ke Taman Proklamasi di Menteng, Tapak Tilas Kemerdekaan
Kedua patung proklamator Indonesia itu terbuat dari bahan perunggu, masing-masing seberat 1.200 kilogram dengan tinggi 4,6 meter dan 4,3 meter.
"Bung Karno lebih tinggi sedikit karena memakai peci, sedangkan Bung Hatta tidak. Tapi berat kedua patung sama," kata Nursamin.
Di belakang patung sang proklamator, ada sebuah bangunan berbentuk 17 jalur dengan tinggi 8 meter dan jumlah gelombang sebanyak 45 buah. Ini melambangkan tanggal proklamasi Indonesia yakni 17 Agustus 1945.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.