Sayangnya, kejayaan Kota Batavia mulai redup saat muncul wabah penyakit, yang sekarang diduga sebagai malaria, disentri, dan kolera sekitar tahun 1732. Air di kawasan Batavia tercemar sehingga menjadi sumber penyakit bagi masyarakat.
Kondisi tersebut, diperparah dengan serentetan gempa bumi yang mengguncang Batavia. Gempa tersebut mengakibatkan longsoran gunung, yang mengotori sumber air. Tak pelak lagi, Batavia penuh dengan lumpur.
Baca juga:
Ironisnya, bencana tersebut tidak ditanggulangi dengan baik oleh pemerintahan kolonial Belanda ketika itu, serta minimnya fasilitas kesehatan. Akibatnya, pada 9 Mei 1821, dilaporkan sebanyak 158 orang meninggal dunia akibat kolera dan tiga hari kemudian jatuh 733 korban lagi di seluruh wilayah Batavia.
Tragedi ini menjadi akhir dari kisah Batavia Lama Kota Batavia Lama atau Oud Batavia. Selanjutnya, dibentuk Batavia Baru atau Niew Batavia di tanah Weltevreden (sekarang sekitar Gambir, Jakarta Pusat). Pusat pemerintahan pun turut diboyong ke kawasan Batavia Baru tersebut.
Setelah Indonesia merdeka, nama Jakarta resmi dipakai. Selain itu, Jakarta ditetapkan sebagai ibu kota Indonesia dengan pusat pemerintahan di kawasan Istana Merdeka sekarang ini.
Guna meninggalkan warisan kolonial, Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu yang menjabat sebagai Menteri Penerangan Republik Indonesia Serikat (RIS) menegaskan, sejak 30 Desember 1949 tak ada lagi sebutan Batavia.
Sementara itu, Kota Tua menjadi destinasi wisata sejarah yang populer di Jakarta. Sembari berekreasi, pengunjung bisa mempelajari sekaligus menyaksikan beragam saksi sejarah perkembangan Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.