Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Greenflation dan Pariwisata Indonesia, Apa Dampaknya?

Kompas.com - 26/01/2024, 07:19 WIB
Krisda Tiofani,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Istilah greenflation ramai diperbincangkan usai debat calon wakil presiden (cawapres) pada Minggu (21/1/2024) lalu.

Saat itu, cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, bertanya pendapat cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, soal greenflation.

Dikutip dari berita Kompas.com yang tayang pada Selasa (23/1/2024), greenflation atau green inflation merupakan dampak yang diciptakan karena transisi energi.

Greenflation ini kan sebetulnya dampak yang diciptakan ketika transisi energi ataupun dekarbonisasi itu bisa menyebabkan kenaikan harga, terutama di tingkat produsen dan konsumen,” ujar Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira dikutip dari berita Kompas.com.

Lalu, apa dampaknya pada pariwisata Indonesia?

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI, Sandiaga Salahuddin Uno, saat diwawancarai awak media di Labuan Bajo, Selasa (23/1/2023).Kompas.com/Nansianus Taris Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI, Sandiaga Salahuddin Uno, saat diwawancarai awak media di Labuan Bajo, Selasa (23/1/2023).

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menyampaikan, inflasi hijau ini tentu akan berdampak pada pariwisata Indonesia, di mana tema besar tahun ini adalah pariwisata hijau.

"Misalnya memasang solar panel di beberapa hotel dalam rangka green tourism, tetapi ternyata regulasinya sekarang tidak memungkinkan mereka untuk invert, menjual energi yang dihasilkan ke PLN," kata Sandiaga.

Hal itu membuat investasi harus dialihkan penyediaan baterai yang disebut Sandiaga meningkatkan biayanya.

"Untuk hal seperti itu, pemerintah harus cepat memberikan regulasi yang mendorong green tourism dan ekonomi hijau," tambahnya.

Baca juga:

Subsidi bukan solusi

Menurut Sandiaga, pemerintah dapat membantu penyediaan insentif berupa teknologi yang diperlukan dalam pariwisata hijau.

Misalnya, bila PLN belum bisa menerima inventer atau listrik yang diproduksi oleh fasilitas pariwisata, bisa digunakan untuk insentif menurunkan harganya bagi pelanggan UMKM di sentra ekonomi kreatif (ekraf).

"Jangan sampai komitmen kita ke pariwisata hijau itu justru meningkatkan biaya energi, pangan, dan akhirnya meningkatkan biaya untuk healing," ujar Sandiaga.

Meski demikian, Sandiaga menyampaikan bahwa subsidi bukan solusi dalam menciptakan pariwisata ini, melainkan regulasi.

Bila memerlukan sistem tertentu, bisa mengadakan insentif dari segi pengadaan teknologi yang ada.

"Sehingga harapannya, green jobs atau lapangan kerja hijau, sebagai bagian dari peningkatan lapangan kerja, bisa tercapai," tutup dia.

Baca juga:

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com