Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berwisata ke Desa Nglanggeran

Kompas.com - 18/10/2013, 20:21 WIB
Wisnubrata

Penulis

Sumber KOMPAS

BANYAKNYA obyek wisata di kota besar tak menggeser keinginan orang untuk berkunjung ke desa wisata, seperti Desa Nglanggeran, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Benda peninggalan purbakala yang unik dan budaya tradisional yang masih kental membuat warga desa itu mampu menarik wisatawan dari dalam dan luar negeri untuk belajar budaya sekaligus berekreasi.

Ada dua obyek wisata di Desa Nglanggeran, yakni gunung api purba dan embung besar. Tak sulit menemukan desa wisata di Dusun Kalisong, Desa Nglanggeran, itu.

Lokasinya hanya berjarak 22 kilometer (km) dari Wonosari, ibu kota Kabupaten Gunung Kidul, atau 25 km dari Yogyakarta. Kita bisa naik bus dari Wonosari ke Nglanggeran dengan ongkos sekitar Rp 5.000 per orang.

Gunung api purba merupakan gunung batu dari karst atau kapur. Jutaan tahun lalu, gunung itu pernah aktif. Puncak gunung tersebut adalah Gunung Gedhe di ketinggian sekitar 700 meter dari permukaan laut, dengan luas kawasan pegunungan mencapai 48 hektar.

Gunung itu berupa jajaran gunung batu yang unik. Dengan mendaki selama 1,5-2 jam kita sudah sampai ke puncak gunung. Dari puncak kita bisa menikmati pemandangan indah.

Tahun 1999, obyek wisata ini dikelola Karang Taruna Bukit Putra Mandiri yang mengenakan tarif tiket Rp 500 per orang, tetapi fasilitasnya belum lengkap. Mengingat banyaknya potensi budaya dan ekowisata di situs gunung api tersebut, tahun 2008 Badan Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengambil alih pengelolaannya. Mereka menambah berbagai fasilitas di sini.

Adapun embung adalah bangunan berupa kolam seperti telaga di ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut. Embung dengan luas sekitar 5.000 meter persegi itu berfungsi menampung air hujan untuk mengairi kebun buah kelengkeng, durian, dan rambutan di sekeliling embung. Pada musim kemarau, para petani bisa memanfaatkan airnya untuk mengairi sawah.

Pengunjung bisa naik ke embung dengan tangga. Sampai di sisi embung, kita bisa melihat matahari terbenam yang indah. Kita juga bisa melihat gunung api purba di seberang embung.


Program ”live in”

Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengembangkan kawasan wisata ini dengan membuat penginapan dan menyiapkan rumah penduduk untuk tempat live in. Program live in banyak diikuti pelajar dan wisatawan mancanegara.

Lewat program itu, wisatawan bisa berinteraksi dengan penduduk dan belajar budaya Desa Nglanggeran, seperti membatik topeng, membuat kerajinan dari janur (daun kelapa yang masih muda), belajar tari tradisional Jathilan dan Reog, ikut kenduri, menangkap dan melepas ikan di sungai, menanam padi di sawah, dan belajar memasak kuliner ala Desa Nglanggeran.

”Pengunjung dapat menikmati fasilitas berbagai kegiatan luar ruang, seperti rock climbing dengan 28 jalur, trekking, dan pengenalan budaya daerah Nglanggeran,” kata Aris Budiyono dari bagian Publikasi Badan Pengelola Desa Wisata Nglanggeran.

Menurut Aris, wisatawan bisa memilih hanya bermalam atau mengambil paket (bermalam plus ikut kegiatan luar ruang). Pihaknya juga berencana membangun Nglanggeran Mart sebagai tempat warga menjual produk suvenir dan pangan lokal. Para ibu di desa itu biasa membuat makanan seperti keripik singkong, brownies singkong, hingga dodol kakao.

Berwisata dan belajar tentang kehidupan di Nglanggeran tak butuh dana besar. Tarif menginap Rp 100.000 semalam per orang, sementara untuk pelajar Rp 60.000. Namun, jika kita ingin bermain flying fox atau mendaki gunung, kita harus membayar lagi. Selain itu juga ada paket permainan. Trekking minimal 3 orang dengan tarif Rp 25.000 per orang atau outbond (minimal 5 orang) tarifnya Rp 75.000 per orang.

Bagi mereka yang ingin live in, ada pilihan paket pelajar untuk minimal 40 siswa, mulai paket 2 hari 1 malam sebesar Rp 320.000 per orang sampai paket 6 hari 5 malam Rp 800.000 per orang.

Paket itu meliputi penginapan, belajar membuat topeng/membatik topeng, karawitan/gamelan, menari, ikut aktivitas masyarakat (induk semang), misalnya ke acara kenduri, belajar membajak dan menanam padi, sampai membuat aneka makanan lokal yang sebagian hasilnya bisa dibawa pulang.

Sudah banyak siswa live in di desa itu. Dari Januari sampai April lalu, sebanyak 660 siswa live in di Desa Nglanggeran. Nurika Anggraeni (16), warga desa, senang dengan kunjungan wisatawan. Alasannya, ”Perekonomian di sini lebih maju karena orang yang datang pasti belanja, membeli oleh-oleh, atau menginap.”

Yuk ke Desa Nglanggeran! Selain berwisata, kita juga bakal mendapatkan pelajaran dan pengalaman baru.

Tim Penulis SMA Negeri 1 Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta: Dhannisa Sri Henriyana Saputri, Yulia Ardyana, Lala Taprisa Paksi Nurfahmi, dan Amalia Intan Prajati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com