Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Becak Yogyakarta yang Selalu Dirindu...

Kompas.com - 12/04/2014, 09:21 WIB
Fira Abdurachman

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - "Becak, becak coba bawa saya..." Sekilas lagi lagu anak-anak berjudul Hai Becak ciptaan Ibu Soed terngiang kembali di kepala saya. Padahal sejak lama seolah lupa dengan lagu kenangan masa kanak dulu. Bagaimana tidak, saat turun dari Stasiun Tugu, Yogyakarta, disambut hangat oleh para tukang becak. "Becak mbak becak! Becak yo!" ucap mereka mengerubuti saya.

Sepanjang jalan menuju hotel melewati Malioboro kembali deretan becak menyelimuti pandangan mata. Para tukang becak ini ada yang ngipas-ngipas topi tanda kepanasan, mengisap rokok tradisional yang beraroma cengkeh, berbincang dengan sesama, dan tidak sedikit juga yang tidur di bangku becaknya. Rasanya tidak perlu sampai ke tempat wisata, pemandangan becak–becak ini saja sudah membuat bahagia. Pemandangan ini tidak akan didapat di kota–kota besar macam Jakarta yang sudah sesak dengan kepulan asap debu dan penghuninya yang sibuk bekerja.

KOMPAS.COM/FIRA ABDURACHMAN Deretan becak di Jalan Malioboro, Yogyakarta.

Sepuluh tahun tahun lalu dan sekarang, becak di Yogyakarta tak ada bedanya. Hanya saja sekarang ada sebagian becak yang dipasang mesin motor. "Buat kami yang sudah tua biasanya dipasang mesin. Kalau ngayuh kaki kan ya sudah berat," ujar Turino, yang sudah hampir 30 tahunan mencari nafkah sebagai tukang becak. Sekarang usia Turino sudah masuk kepala 5. Usia yang tidak muda lagi untuk mengayuh becak setiap harinya. "Banyak juga kok anak muda yang jadi tukang becak. Yang penting halal," ucapnya.

Turino mampu menghidupi 3 orang anak dan istrinya dari penghasilan sebagai tukang becak. "Nggak tentu Mbak. Kalau lagi ramai, bisa sampai Rp 100.000. Kalau sepi, kayak pas Kelud kemarin (Gunung Kelud meletus), Rp 30.000 sampai Rp 50.000 aja Alhamdulillah," ujarnya.

Turino dan para tukang becak lainnya harus bersaing harga dengan tukang ojek motor dan taksi. "Nggak berani mahal. Paling Rp 10.000 sampai Rp 20.000 aja sekali jalan. Nanti kalau harganya sama taksi, pada milih taksi jadinya nanti," kata Turino.

KOMPAS.COM/FIRA ABDURACHMAN Becak di Hanoi, Vietnam, khusus untuk turis.

Di beberapa negara Asia lainnya, transportasi tradisional sejenis becak memang masih menjadi andalan. Bukan hanya bagi para turis tapi juga bagi penduduk lokal. Di kawasan Indochina dikenal namanya tuktuk. Bentuknya seperti bentor atau becak bermotor. Motor di depan dan tempat penumpangnya di belakang. Tuktuk di kawasan Indochina lebih berwarna dan lebih besar dibanding bentor dan becak. Jadi penumpang juga merasa lebih nyaman.

Di Thailand tak jarang tuktuk dihias berwarna warni dengan ornamen hiasan yang unik. Tuktuk juga jadi transportasi andalan bagi penduduk lokal dan para turis untuk menembus jalanan yang macet di Bangkok, ibukota Thailand. Di kota kecilnya, jumlah tuktuk lebih banyak dibanding taksi.

KOMPAS.COM/FIRA ABDURACHMAN Tuktuk di Kamboja adalah sahabat para turis.

Tuktuk di Kamboja dijadikan salah satu atraksi untuk menarik minat turis. Para sopir tuktuk diberi pengetahuan seputar turisme di negaranya. Rata-rata sopirnya bisa berbahasa Inggris. Tak heran mereka menjadi sangat ramah dan menjadi sahabat para turis. Bentuknya pun unik, bisa dibilang bak kereta kencana. Bayangkan menjadi pangeran dan putri raja naik tuktuk sambil menikmati semilir angin udara Kamboja.

Jika ke Kamboja, para turis biasa menyewa tuktuk berkeliling kota. Harganya pun bersahabat, termasuk untuk kantung turis Asia. Sehari bisa ke 6-7 tempat harga sewanya sekitar 12-15 dollar AS atau setara dengan Rp 125.000 – Rp 160.000. Satu tuktuk bisa muat 4 orang. Jadi kalau patungan bisa menghemat biaya.

Tuktuk dan becak bisa jadi ketinggalan zaman tapi rasa nikmat menaikinya tak lekang dimakan waktu. Seperti lirik lagu Yogyakarta yang dilantunkan KLA Project, "Ada setangkup haru, dalam rindu..."

KOMPAS.COM/FIRA ABDURACHMAN Tuktuk di Laos bisa memuat banyak penumpang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Jalan Jalan
Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com