Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Shwedagon, Sejarah Kejayaan Myanmar

Kompas.com - 11/10/2014, 17:35 WIB
JIKA Anda berkunjung ke kota Yangon, Myanmar, pastilah Pagoda Shwedagon menjadi obyek nomor wahid yang harus Anda datangi di kota itu. Penanda ibu kota Myanmar itu memang sangat mencolok dengan warna kuning emas serta tinggi stupa utamanya yang mencapai 99 meter. Pagoda itu juga menjadi tempat peribadatan paling suci untuk penganut Buddha di Myanmar.

Legenda setempat menyebutkan Pagoda Shwedagon berdiri sejak 2.600 tahun lalu yang menjadikannya sebagai pagoda bersejarah tertua di Myanmar dan dunia. Akan tetapi, sejumlah arkeolog berpendapat, pagoda itu dibangun pertama kali oleh etnis Mon, antara abad keenam dan abad ke-10 Masehi. Catatan resmi mengenai pagoda itu baru disebutkan dalam tulisan bertahun 1485.

Stupa yang dibangun etnis Mon itu diyakini roboh dan diabaikan hingga kemudian difungsikan lagi pada abad ke-14 oleh Raja Mon Binnya U dari Bago dan dibangun dengan tinggi 18 meter. Seabad kemudian, Ratu Shin Sawbu (1453-1472) menyerahkan kekayaan berupa emas seberat 40 kilogram. Emas itu dijadikan daun emas untuk menutupi permukaan stupa.

Menantu Ratu, Dhammazedi, juga menyerahkan kekayaannya dalam bentuk emas dan membangun stupa setinggi 40 meter. Stupa sengaja dibangun tinggi agar Ratu Shin Sawbu yang pada hari-hari terakhir beristirahat dalam kondisi sakit di peristirahatannya di Dagon bisa melihat puncak stupa.

Penjelasan tertulis mengenai pagoda itu ditulis di dekat bagian atas pagoda tahun 1485. Isinya mengisahkan sejarah Shwedagon dalam tiga bahasa, yaitu Pali, Mon, dan Burma. Pada masa itulah, tradisi membangun stupa di Myanmar dimulai. Sejak saat itu, Shwedagon mengalami beberapa kali pembangunan dan renovasi karena kerap menjadi korban gempa bumi, yang tercatat delapan kali hanya pada abad ke-17.

Struktur yang ada sekarang adalah hasil pembangunan ulang di masa kekuasaan Raja Hsinbyushin dari dinasti Konbaung, tahun 1769. Raja inilah yang meninggikan stupa Shwedagon hingga 99 meter. Pada 1871, Raja Mindom Min dari Mandalay menambahi bagian puncaknya (disebut hti).

Kompleks pagoda yang didirikan untuk peribadatan itu sempat beralih fungsi menjadi markas pasukan Inggris pada Perang Anglo-Burma I tahun 1824. Pada perang kedua tahun 1825, pasukan Inggris menduduki kompleks pagoda itu selama 77 tahun.

Aktivitas politik juga kerap dilakukan di Shwedagon selama masa gerakan kemerdekaan Myanmar pada abad ke-20.

Shwedagon juga bertahan dari berbagai guncangan alam, seperti gempa hebat 1930 yang menghancurkan Pagoda Schwemawdaw di Bagan. Gempa itu hanya sedikit merusak bagian stupa Shwedagon. Setelah gempa bumi ringan tahun 1970, stupa utama disempurnakan lagi.

Kompleks Pagoda Shwedagon sekarang berada di lahan seluas 5 hektar di sebuah bukit dengan ketinggian 58 meter di atas permukaan laut. Begitu besarnya pagoda itu sehingga praktis terlihat dari sisi mana pun Yangon.

Ada empat jalan masuk mengarah ke pusat pagoda itu, mengikuti arah utama mata angin. Namun, yang paling menarik adalah jalan masuk dari sebelah selatan dan timur. Pengunjung akan melewati sejumlah biara dan lapak penjual kebutuhan peribadatan. (Rakaryan Sukarjaputra dari Yangon, Myanmar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Jalan Jalan
Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com