Meunyoe mantong e syedara e doa teuh gleeh
Mantong na hasee ta kirem doa
Nyoe mantong ta hudep wareh e galom ta mate
Wajeb sabee e wareh e pujo Rabbana,…
(Tidak usah diingat hai saudara pohon ulin
Tidak akan berbuah sepanjang masa
Jangan lagi diingat hai saudara harta melayang yang hilang
Sudah sampai masanya, negara pada Rabbana
Kalau masih hai saudara doa kita bersih
Masih ada hasil kalau kita berdoa
Selagi (semasih) hidup duhai sahabat sebelum mati
Wajib selalu sahabatku puji Rabbana...)
ITULAH sepenggal hikayat yang dilantunkan Muda Baliya pada 26-27 Desember 2009 selama 26 jam nonstop. Acara bertema "Tsunami Aceh – Thanks to The World" itu digelar di kompleks Kapal PLTD Apung untuk memperingati 5 tahun tsunami Aceh.
Sebagai korban tsunami yang melanda Aceh 26 Desember 2004, Muda Baliya masih ingat akan syair yang spontan dilantunkannya saat itu.
"Waktu itu mengisahkan tentang kisah yang saya alami, dengan mata kepala sendiri dan dengar dengan telinga sendiri. Itulah yang saya kupas di panggung saat itu," katanya kepada Aceh Tourism pertengahan November 2014.
Saat itu, Muda meraih Rekor Muri atas prestasinya sebagai pembaca hikayat terlama, yaitu 26 jam nonstop dengan jeda hanya 5 menit di tiap jam.
Ditemui di Museum Aceh, Banda Aceh, Selasa (20/10/2015), Muda Baliya tengah asyik mengisahkan perjalanan dirinya sebagai seniman hikayat Aceh untuk program Idenesia atau Ide untuk Indonesia.
Program Idenesia merupakan kerja sama Bakti Budaya Djarum Foundation bersama Metro TV dan Pendiri Pusat Studi Indonesia Cerdas yang dipimpin musisi Yovie Widianto.
"Dulu seni hikayat berkembang seluruh Aceh. Saat itu seni hikayat berfungsi untuk menyebarkan agama Islam. Selanjutnya para penghikayat tersebut ditarik ke istana kerajaan," tutur Muda Baliya.