Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keunikan Masjid Wawoangi, Masjid Tertua di Pulau Buton

Kompas.com - 16/06/2017, 09:10 WIB
Defriatno Neke

Penulis

BATAUGA, KOMPAS.com – Sepintas terlihat, bangunan ini terlihat seperti rumah yang sudah tua dan tidak berpenghuni. Namun siapa sangka, bangunan tersebut merupakan masjid tertua di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.

Masjid ini didirikan Syeh Abdul Wahid di tahun 1527 dengan bentuk seperti rumah kecil yang dipercaya sebagai masjid pertama kali dalam mensyiarkan Islam di Pulau Buton. Masjid ini terletak diatas pegunungan Desa Wawoangi, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan.

Kepala Desa Wawoangi, La Ode Abdul Halim, mengatakan, berdirinya masjid ini bermula saat Syech Abdul Wahid melihat cahaya terang hingga ke atas langit yang memancar dari atas pegunungan tersebut.

“Beliau (Syech Abdul Wahid) melihat titik cahaya menjulang ke langit di atas pegunungan ini. Atas cahaya itulah, kemudian beliau mendirikan masjid pertama kali di jazirah Pulau buton ini,” kata Abdul Halim, Kamis (15/6/2017).

(BACA: Inilah 4 Masjid Tertua di Indonesia)

Bagi warga sekitar, menyebut masjid tersebut dengan sebutan Masjid di Atas Angin yang berasal dari bahasa daerah.

“Kenapa disebut Masjid di Atas Angin? Karena berasal dari bahasa 'cia-cia' yakni wawoangi, yang artinya di atas angin, sehingga masjid ini disebut Masjid di Atas Angin,” ujarnya.

Masjid ini memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan masjid lainnya. Keunikan masjid ini adalah hingga saat ini semua bangunan terbuat dari kayu. Dinding masjid ini dari bambu-bambu kecil dengan posisi berdiri dan tidak rapat.

Bambu ini mesti diikat dengan ijuk pepohonan dan cara mengikatnya pun tidak sembarang orang. Sementara atapnya terbuat dari kayu jati yang tipis dan tidak ada kubah ataupun menara di samping masjid.

Di depan masjid terdapat pohon cendana dan terdapat beberapa makam tua yang merupakan makam ayah Sultan Buton VII, Sultan La Saparagau.

“Model bangunan ini sejak tahun 1527 dan sudah satu kali dilakukan renovasi atas masjid ini. Atapnya pernah kami ganti dengan atap sirap, namun ada warga yang seperti kemasukan leluhur agar atapnya diganti dengan kayu jati. Makanya atapnya kami ganti kayu jati seperti awalnya,” tutur La Ode Abdul Halim.

Saat ini, masjid tersebut sudah jarang digunakan warga untuk shalat, karena letaknya lumayan jauh dari perkampungan warga.

Walaupun demikian, masjid ini masih tetap dijaga dan dipelihara oleh warga Desa Wawoangi, dan dalam kegiatan adat daerah, masjid ini kerap digunakan untuk melaksanakan ibadah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com