Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkedel Bakar dan Sejarah Panjang "Belanda Depok"

Kompas.com - 20/06/2014, 10:42 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

KOMPAS.com - Apakah makanan khas Depok? Jika dilihat dari sejarahnya, maka bisa jadi kuliner satu ini merupakan makanan khas Depok. Kentang tumbuk diisi daging dan dibumbui rempah-rempah, lalu dipanggang. Jadilah, Perkedel Bakar.

Berbeda dengan perkedel kentang yang umumnya biasa dikonsumsi orang Indonesia, yaitu adonan dibuat bola-bola kemudian digoreng. Perkedel Bakar diletakkan di loyang kaca dan dioven.

Selintas, makanan ini ibarat menu-menu barat. Memang, Perkedel Bakar tak bisa lepas dari pengaruh Belanda. Pun, sejarah Depok sangat erat kaitannya dengan Belanda. Tak heran, istilah "Belanda Depok" begitu tenar hingga saat ini.

Nah, untuk mengetahui asal-usul Perkedel Bakar, maka perlu juga diketahui kisah tentang "Belanda Depok" atau lebih pantas disebut "Komunitas Orang Depok". Mereka adalah orang-orang pertama yang mendiami Depok.

Ada anggapan bahwa orang-orang yang disebut "Belanda Depok" adalah keturunan Belanda yang menetap di Depok. Sebenarnya, sejarah Depok tak lepas dari sosok Cornelis Chastelein. Ia adalah pejabat VOC yang membeli beberapa lahan, salah satunya Depok.

Depok digarap menjadi perkebunan kopi, lada, kelapa, dan bambu. Tentu saja, Chastelein memerlukan tenaga kerja untuk menggarap perkebunan ini. Ia pun mendatangkan tenaga kerja atau budak dari berbagai daerah dan menempatkan mereka di Depok.

KOMPAS.com/Ni Luh Made Pertiwi F. Macaroni Schotel
Namun, uniknya, Chastelein memberlakukan budak tak seperti kebanyakan orang Belanda saat itu. "Dia malah memerdekakan para budak dan membagi-bagikan lahan garapan kepada para budak ini," tutur Yano Jonathans, seorang keturunan "Komunitas Orang Depok" sekaligus anggota Yayasan Lembaga  Cornelis Chastelein.

Dalam surat wasiat Chastelein tertanggal 13 Maret 1714, disebutkan bahwa setelah ia wafat maka seluruh tanah menjadi milik 150 budak. Para budak ini sebelumnya telah menganut Agama Kristen.

Saat itu, hanya ada satu nama keluarga atau marga di antara budak tersebut yang menjadi ahli waris Chastelein. Nama marga Depok itu adalah Soedira. Perkembangan selanjutnya di abad ke-19, para ahli waris menggunakan nama depan mereka sebagai marga.

Hingga kini, ada 12 marga yang merupakan keturunan ahli waris Chastelein. Mereka adalah Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Josep, Laurens, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, dan Zadokh. Mereka inilah orang-orang Depok asli dan menyebut diri sebagai "Komunitas Orang Depok".

Karena di masa awal-awalnya mereka hidup dalam lingkungan Kristen dan tradisi Belanda, orang-orang Depok asli mengadopsi budaya Belanda di kehidupan sehari-hari. Mulai dari bahasa yang dituturkan adalah Bahasa Belanda sampai makanannya pun makanan Belanda.

Jangan heran, walau mukanya muka orang Indonesia, tetapi mereka biasa makan roti dan keju sebagai sarapan. Pun saling bertegur sapa dalam Bahasa Belanda. Menurut Moesje Yonathan, seorang keturunan marga Yonathan, sampai saat ini pun mereka masih terbiasa bertutur dalam Bahasa Belanda.

Kulineran ala Belanda

Kembali ke menu Perkedel Bakar. Siang itu, saya mendapatkan kesempatan dijamu oleh Moesje Yonathan untuk mencicipi aneka kuliner khas "Komunitas Orang Depok". Bersama-sama komunitas Love Our Heritage, saya bersiap-siap mencicipi Perkedel Bakar.

Aroma cengkeh menyeruak dari loyang. Moesje, sang juru masak, menuturkan, sebenarnya resepnya seperti perkedel kentang pada umumnya. Bedanya adalah menggunakan cengkeh dan lada. Sehingga aromanya begitu khas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Gedung Pakuan di Bandung: Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jogging with View di Waduk Tandon Wonogiri yang Berlatar Perbukitan

Jalan Jalan
7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

7 Tips Berkemah di Pantai agar Tidak Kepanasan, Jangan Pakai Tenda di Gunung

Travel Tips
Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Berlibur ke Bangkok, Pilih Musim Terbaik untuk Perjalanan Anda

Travel Tips
Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Cuaca Panas Ekstrem, Thailand Siapkan Wisata Pagi dan Malam

Travel Update
Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Pantai Kembar Terpadu di Kebumen, Tempat Wisata Edukasi Konservasi Penyu Tanpa Biaya Masuk

Travel Update
Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Siaga Suhu Panas, Petugas Patroli di Pantai Bangka Belitung

Travel Update
Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Cara ke Museum Batik Indonesia Naik Transjakarta dan LRT

Travel Tips
Layanan Shower and Locker Dekat Malioboro, Personelnya Bakal Ditambah Saat 'Long Weekend'

Layanan Shower and Locker Dekat Malioboro, Personelnya Bakal Ditambah Saat "Long Weekend"

Travel Update
Museum Batik Indonesia: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket Masuk 2024

Museum Batik Indonesia: Lokasi, Jam Buka, dan Harga Tiket Masuk 2024

Hotel Story
3 Destinasi Wisata Unggulan Arab Saudi, Kunjungi Museum Bersejarah

3 Destinasi Wisata Unggulan Arab Saudi, Kunjungi Museum Bersejarah

Travel Tips
Mengenal Subak Jatiluwih yang Akan Dikunjungi Delegasi World Water Forum 

Mengenal Subak Jatiluwih yang Akan Dikunjungi Delegasi World Water Forum 

Jalan Jalan
Area Baduy Dalam Buka Lagi untuk Wisatawan Setalah Perayaan Kawalu 

Area Baduy Dalam Buka Lagi untuk Wisatawan Setalah Perayaan Kawalu 

Travel Update
5 Wisata di Bandung Barat, Ada Danau hingga Bukit

5 Wisata di Bandung Barat, Ada Danau hingga Bukit

Jalan Jalan
Aktivitas Bandara Sam Ratulangi Kembali Normal Usai Erupsi Gunung Ruang 

Aktivitas Bandara Sam Ratulangi Kembali Normal Usai Erupsi Gunung Ruang 

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com