Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Warisan Tradisi di Kuningan

Kompas.com - 31/08/2014, 09:41 WIB
Kontributor Travel, Sri Noviyanti

Penulis

KUNINGAN, KOMPAS.com – Budaya merupakan identitas sebuah bangsa. Sedangkan melestarikan dan memeliharanya menjadi tanggung jawab setiap generasi. Belakangan, budaya tradisional menjadi barang langka. Selain karena kurang lestari, menyaksikan acara yang sarat akan budaya hanya dapat ditemui apabila ada pagelaran khusus atau acara-acara tertentu saja.

Tetapi tidak dengan Kabupaten Kuningan di Jawa Barat. Budaya di sini masih dipelihara dengan baik. Bahkan tak hanya itu, masih ada rutinitas untuk menyelenggarakan kegiatan budaya tersebut. Warisan ini rupanya dijaga baik oleh masyarakat.

“Di Kuningan ada banyak budaya tradisi yang maish dilakukan hingga sekarang. Biasanya tradisi melambangkan perayaan suatu hal,” ungkap Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Kuningan, Teddy Suminar saat ditemui di Kuningan pekan lalu.

Teddy menjelaskan beberapa budaya di sana yang masih terus dilakukan. Yang pertama adalah Cingcowong. “Cingcowong merupakan acara ritual untuk meminta hujan. Ini sudah menjadi kepercayaan masyarakat. Adat istiadat kami di sini memang kuat,” tambahnya.

Dalam penjelasannya ada yang menarik pada tradisi satu ini. Cingcowong diperkirakan sudah ada sejak kurang lebih 632 tahun yang lalu. Saat itu masyarakat yang berada di Dusun Wage Desa Luragunglandeuh, Kecamatan Luragung mengalami kemarau panjang. Saat itu masyarakat sudah berupaya mencari solusi dimulai dari mencari mata air. Sayangnya hal tersebut masih terkendala, sehingga pada akhirnya masyarakat sepakat untuk memanjatkan doa bersama-sama.

SENDY ADITYA SAPUTRA Permainan tradisional oleh anak-anak di Desa Pasiragung, Kecamatan Hantara, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Desa Pasiragung merupakan salah satu desa budaya Pasundan yang terus dilestarikan.

Untuk mengumpulkan masyarakat dengan membunyikan ceneng yang dipukul berkali-kali. Pada saat berdoa, selama tiga hari tiga malam, mereka tidak makan, minum ataupun tidur. Ritual ini dipercaya berhasil dengan bantuan kekuatan goib. Mereka menggunakan boneka sebagai medianya.

Dalam perkembangannya, upacara Cingcowong dikembangkan menjadi pertunjukan seni yang berguna untuk melestarikan kebudayaan lokal. “Disparbud Kuningan menjadikan tradisi ini menjadi suatu tarian agar seni ini tidak punah,” kata Teddy lagi.

Tradisi kedua yang juga masih sering terdengan ialah Saptonan, yaitu tradisi yang sengaja diciptakan untuk para Lurah (Kepala Desa). “Tradisi ini melambangkan heroisme, ketangkasan berkuda dan juga panah,” kata Teddy. Tetapi dalam perkembangannya, siapa pun dapat mengikuti tradisi ini. Pada waktu tertentu, tradisi ini bahkan dijadikan menjadi ajang lomba.

Tradisi ketiga, ialah Kawin Cai. Cai dalam bahasa Sunda berarti air. Yaitu tradisi meminta hujan. Tujuannya mirip dengan Cingcowong, hanya saja pada tradisi ini selain berdoa juga dilakukan pencampuran air yang dilakukan oleh sesepuh desa. Pencampuran air  dilakukan dari dua mata air yang telah didoakan kemudian dibawa dan diarak, lalu dialirkan kembali di titik mata air Cikandaga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Naik Whoosh, Dapat Diskon dan Gratis Masuk 12 Tempat Wisata di Bandung

Naik Whoosh, Dapat Diskon dan Gratis Masuk 12 Tempat Wisata di Bandung

Travel Update
7 Hotel Dekat Bandara Ngurah Rai Bali, Ada yang Jaraknya 850 Meter

7 Hotel Dekat Bandara Ngurah Rai Bali, Ada yang Jaraknya 850 Meter

Hotel Story
6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com