Lupakan dulu fish and chips, hidangan cepat saji yang populer di London, Inggris. Temui gerbang masa lalu di Restoran Rules, di ruas Jalan Maiden Lane di Covent Garden, kawasan populer yang tak jauh dari Central London. Di muka restoran, seorang laki-laki dalam setelan jas panjang yang klasik dan topi tinggi membukakan pintu kaca restoran bagi setiap pengunjung dengan sopan santun yang anggun.
Siang itu, cuaca cerah gemilang menyelimuti London. Lantai dasar restoran telah dipenuhi pengunjung yang hendak bersantap siang. Pengunjung yang belum reservasi dipersilakan mengambil meja di lantai atas yang didesain menyerupai lounge. Di lantai dua dari tiga lantai restoran ini, suasana jauh lebih hening. Seluruh lantai restoran berlapiskan permadani tebal merah marun dengan motif flora kekuningan. Perabot vintage, tata ruang, dan pencahayaan yang temaram, seperti bersahutan bercerita tentang keanggunan masa lalu Inggris.
Seorang pelayan kemudian mengantarkan buku menu. Sang pelayan ini kemudian merekomendasikan menu yang tergolong klasik dari resep turun temurun sejak restoran ini berdiri di tahun 1798. Tiga menu pun terpilih yakni steak and kidney pudding, roast partridge, dan hidangan penutup sticky toffee pudding.
Terpaan aroma sedap semakin menjadi ketika kita mengiris gundukan puding hingga merekah dan tampak sisi dalamnya yang sarat oleh daging sapi cincang dan kidney alias ginjal. Menurut sang pelayan tadi, daging sapi yang diolah dalam masakan puding ini adalah daging sapi lokal dari peternakan di Inggris.
Asap tipis segera melesak keluar dari balik irisan bersamaan dengan aroma gurih yang merangsang selera makan. Daging cincang di bagian dalam terasa amat lembut dengan cita rasa gurih asin yang kaya. Siraman saus cokelat tadi memberi sedikit sentuhan manis yang samar. Siapa bilang makanan Barat selalu serba hambar?
Tak lama kemudian menu pesanan kedua hadir dibawakan Saurin, sang pelayan tadi. Menurut Saurin, menu kedua ini erat kaitannya dengan tradisi permainan masyarakat Inggris yakni berburu burung-burung liar. Burung hasil buruan tersebut kemudian biasanya dijadikan santapan lezat, salah satunya burung partridge panggang.
Burung partridge yang menurut Saurin semakin langka ini diambil bagian kaki mulai dari pangkal paha untuk dijadikan santapan yang gurih kaya cita rasa. Berhubung burung partridge mulai sulit didapat, harga hidangan ini pun hampir dua kali lebih mahal dari menu puding tadi. Tingkat kematangan sedang direkomendasikan oleh Saurin untuk partridge panggang ini.
Burung partridge panggang tak kalah gurih dari menu puding tadi. Serat dagingnya kenyal berkarakter namun sama sekali tidak alot. Bagian luarnya agak kering dengan bagian dalam yang tetap bersari dan legit.
Dua menu serba gurih tadi semakin sempurna ditutup dengan pilihan menu penutup yang manis dan hangat. Sticky toffee pudding dengan kacang walnut yang dikaramelisasi terasa manis legit dengan sentilan pahit samar yang sopan. Adakah percampuran kontras yang lebih menggoda dari permainan rasa antara manis dan pahit?
Tiga keluarga
Tak terasa, sinar matahari mulai jatuh miring dan menembus masuk di sela-sela tirai jendela restoran, menciptakan suasana menjelang sore yang romantis. Teh lemon yang hangat menjadi pengguyur lidah yang tepat setelah bermain-main dengan kelegitan yang gurih hingga manis siang itu.
Berdasarkan catatan sejarah di restoran ini, Thomas Rule mendirikan Restoran Rules tak lama setelah Napoleon memulai kampanyenya di Mesir. Rules, menurut Saurin, sejak berdiri 200 tahun lalu telah dimiliki oleh tiga keluarga bergantian secara turun temurun. Pemilik terakhir saat ini adalah keluarga John Mayhew.
Restoran Rules masih mempertahankan sebagian perabot dan bangunan inti yang orisinal. Bangunan ini telah menjadi saksi bisu romantika masa lalu di London. Sederet seniman terkenal, bintang film, penulis legendaris, pengacara, hingga jurnalis, pernah saban hari menikmati hidangan-hidangan lezat di Rules. Sebut saja Charles Dickens, HG Wells, John Galsworthy, juga William Makepeace Thakeray. Rules juga sempat hadir dalam novel Rosamond Lehmann, Evelyn Waugh, Dick Francis, dan juga Graham Greene dalam novelnya yang berjudul The End of The Affair.
Petualang ”affair” bisa saja tutup cerita, namun Rules menjadi lorong waktu yang tetap bertahan, merekam romantika perjalanan zaman di setiap sudut ruangnya.... (Sarie Febriane)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.