Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penat Pun Lenyap di Pasir Pantai Lombang

Kompas.com - 26/09/2015, 12:36 WIB
TIDUR di atas pasir, bukan sekadar mimpi. Beberapa penduduk Dusun Lebbak, Desa Dapenda, Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, hingga kini masih ada yang tidur beralaskan pasir lembut. Pasir Pantai Lombang yang berjarak sekitar satu kilometer dari dusun ini unggul dengan pasir nan putih dan lembut.

Kelembutan pasir pun menjadi salah satu alasan bagi segerombolan anak muda memilih pinggir pantai sebagai tempat latihan sepak bola. ”Latihan di pantai ini tidak perlu memakai sepatu, untuk melatih ketangguhan kaki dan stamina. Sebab, tidak jarang bola ditendang hingga ke laut,” kata Iroi (19), anggota klub Indonesia Muda Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur, saat latihan di Pantai Lombang pada awal Sepember.

Daya pikat Pantai Lombang, yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Kota Sumenep, antara lain deretan cemara udang yang seakan bergembira menyambut pengunjung dari ujung jalan. Berbagai ukuran cemara itu dalam pot dipajang di pinggir jalan menuju pantai oleh petani. Harga cemara udang bervariasi, tergantung ukuran dan bentuk. Apalagi, banyak tanaman sudah dibonsai puluhan tahun.

Cemara udang khas Pantai Lombang dan hampir tak ditemukan di daerah lain. Konon, kabarnya, pohon cemara udang dibawa prajurit dari Tiongkok pada abad ke-15 saat melakukan ekspedisi secara massal ke Nusantara ini.

Dalam perjalanan, prajurit Tiongkok itu mengalami musibah karena kapal yang ditumpangi dihantam topan dan badai. Akibatnya, kapal tenggelam, dan sebagian penumpang selamat dan terdampar di Pulau Jawa dan Madura, khususnya di sekitar Pantai Lombang.

Pantai Lombang memiliki pasir putih dan lembut, terhampar sepanjang 12 kilometer, sehingga kian menambah panorama pantai. Desiran angin membuat pengunjung ingin berlama-lama membenamkan tubuh dalam pasir, apalagi sepanjang pantai pun tumbuh pohon cemara dengan tinggi rata-rata lima meter. Lokasi ini, sejak tahun 2000, kian ramai dikunjungi turis domestik dan mancanegara, bahkan menjadi tempat favorit.

Tingginya animo wisatawan itu, maka secara bertahap, Pemerintah Kabupaten Sumenep melengkapi berbagai fasilitas, menata pedagang makanan, dan menyiapkan cendera mata khas Sumenep, seperti batik corak sumenep, serta makanan ringan, seperti rengginang lorjuk.

Jika ingin ke tengah laut, pengunjung bisa menyewa kapal dengan biaya tak lebih dari Rp 100.000. Atau ingin menikmati deburan ombak tanpa harus ke tengah lalut, tetapi mengitari garis pantai dengan menunggang kuda. Tarifnya Rp 50.000 sekali jalan.

Pantai yang bersih. Di bawah rindangnya pohon cemara, juga dibangun beberapa gazebo, termasuk panggung berukuran besar 5 x 10 meter. Puluhan warung pun berjejer rapi di bawah rerimbunan pohon cemara, menyediakan berbagai macam minuman dan makanan, terutama kelapa muda dari Pantai Lombang.

Meskipun demikian, beberapa hal perlu juga mendapat perhatian dari pemkab. Beberapa gazebo dan jalur dari toilet ke bibir pantai yang rusak dihantam gelombang laut, hingga kini belum diperbaiki. Kamar kecil ada, tetapi ketersediaan air bersih menjadi keluhan utama pengunjung karena sering habis.

Berkasur pasir

Untuk menuju Pantai Lombang tidak sulit. Dari Surabaya bisa melalui Jembatan Suramadu, atau naik feri dari Pelabuhan Ujung ke Kamal dan berlanjut naik angkutan umum ke Sumenep. Bahkan, sudah beroperasi penerbangan dari Jember ke Lapangan Terbang Trunojoyo, Sumenep.

Menurut Usas, guru SMA Negeri 2 Sumenep, Pantai Lombang salah satu tujuan wisata unggulan di Pulau Madura, setelah Pantai Slopeng. Ketika berada di Sumenep, dua pantai ini menjadi obyek wisata yang wajib dikunjungi.

KOMPAS/AGNES SWETTA PANDIA Pengunjung di Pantai Lombang bisa mengabadikan keindahan panorama saat matahari terbenam dari tengah laut ketika air sedang surut. Setiap hari, tidak kurang dari 1.000 pengunjung menikmati pasir yang lembut dan putih untuk melepas lelah sambil merebahkan tubuh di atas pasir.
Pantai Lombang terkenal dengan pasir putih dan sangat halus. Bahkan, penduduk di beberapa desa masih menjadikan pasir sebagai kasur. Biasanya, setiap rumah warga yang umumnya nelayan, menyiapkan tempat berukuran tempat tidur 2 x 2 meter dan sekililingnya dipasang papan atau tembok agar pasir tidak merembes.

Berkalang pasir tidak hanya menjadi kebiasaan warga Dusun Lebbak, tetapi juga warga Dusun Lenggung Timur dan Lenggung Barat, Desa Dapenda. Mereka bisa tidur beralaskan pasir karena dingin sehingga segala kepenatan hilang.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com