Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Napak Tilas di Kebun Teh Malabar

Kompas.com - 06/03/2016, 22:37 WIB
Jonathan Adrian

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com – Sudah sekitar setengah jam kami terus berjalan menyusuri kebun teh yang sepertinya tak habis-habis ini. Dari pemandangan hijau yang mewah bak di film “Sound of Music”, pemakaman, hingga ‘hutan’ teh kami lewati.

Kebun teh Malabar memang menyimpan banyak cerita. Siapa sangka, kebun teh terbesar ketiga di dunia ini ternyata ditemukan oleh Karel Albert Rudolf Bosscha, orang yang sama yang mendirikan ITB (waktu itu Technische Hogeschool) dan Observatorium Bosscha.

Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya hijaunya kebun teh. Sesekali terlihat ada bangunan seperti sekolah atau lapangan sepak bola di tengah kebun.

“Kalau sekarang sudah tak begitu terawat lagi memang,” ujar Koordinator Unit Malabar, Suhara mengomentari hama parasit dan ilalang yang tumbuh di sekitar tanaman teh.

Suhara menduga-duga usia kebun ini kira-kira sudah 200 tahun. Ia dan keluarganya sendiri bergantung dari kebun ini.

Dulu, menurut Suhara, sistem kontrol kebun teh masih menggunakan kuda. Proses pemetikan juga masih menggunakan tangan. Sehingga kebun terjaga benar.

“Dulu mana ada rumput-rumput liar seperti ini,” jelasnya.

Namun sejak mengenal “mesin pemotong teh”, terjadi pengurangan tenaga kerja. Banyaknya petani hanya peduli soal produksi. Mereka juga tak perlu pusing memikirkan pucuk mana yang baik dan buruk, semua akan diproses di pabrik nanti.

Sambil bercerita, pemandangan di kanan kiri mulai berganti, dari awalnya pohon-pohon teh ‘kuntet’, tiba-tiba menjadi semacam hutan teh.

“Ini pohon teh kalau tidak dipanen-panen,” terang Suhara.

Tinggi-tinggi sekali memang, sekitar 3-5 meter tiap pohon. Bahkan ada yang lebih tinggi lagi.

Lahan ini, lanjut Suhara, adalah lahan pertama yang dijadikan kebun teh. Hingga akhirnya lahan ini sempat jadi penghasil bibit teh.

“Tapi sekarang sudah tidak dipakai karena sudah kenal sistem stek daun,” katanya.

KOMPAS.COM/JONATHAN ADRIAN Pohon teh yang tak dipetik dan dipercaya sebagai lahan perkebunan teh pertama di Malabar, Pangalengan, Jawa Barat.
Alhasil tempat ini hanya jadi tempat wisata dengan nilai sejarah. Seringnya malah jadi tempat piknik bagi mereka yang sedang kasmaran.

Dari sana, perjalanan berlanjut menuju rumah Bosscha.

Seluruh proses tea walk memakan waktu kira-kira 1-2 jam, bergantung berapa lama pemberhentian untuk berfoto.

Pengunjung dapat menikmati setiap keindahan dan nilai sejarah di Malabar sambil tea walk  seperti ini secara gratis. Mulailah dari Makam Bosscha, masuk ke belakang menuju kebun teh pertama yang sudah jadi semacam Hutan Teh, lalu berakhir di Rumah Bosccha.

Hanya untuk masuk Rumah Bosscha, setiap orang dipatok harga sekitar Rp 5.000 per orang.

Kebun Teh Malabar terletak di Pangalengan, Jawa Barat. Selain kegiatan seperti tea walk tadi, pengunjung juga dapat menikmati proses pengolahan teh di Pabrik Teh Malabar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Aktivitas Bandara Sam Ratulangi Kembali Normal Usai Erupsi Gunung Ruang 

Aktivitas Bandara Sam Ratulangi Kembali Normal Usai Erupsi Gunung Ruang 

Travel Update
5 Cara Motret Sunset dengan Menggunakan HP

5 Cara Motret Sunset dengan Menggunakan HP

Travel Tips
Harga Tiket Masuk Balong Geulis Cibugel Sumedang

Harga Tiket Masuk Balong Geulis Cibugel Sumedang

Jalan Jalan
Tips Menuju ke Balong Geulis, Disuguhi Pemandangan Indah

Tips Menuju ke Balong Geulis, Disuguhi Pemandangan Indah

Travel Update
Serunya Wisata Kolam Renang di Balong Geulis Sumedang

Serunya Wisata Kolam Renang di Balong Geulis Sumedang

Jalan Jalan
Nekat Sulut 'Flare' atau Kembang Api di Gunung Andong, Ini Sanksinya

Nekat Sulut "Flare" atau Kembang Api di Gunung Andong, Ini Sanksinya

Travel Update
Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Dua Bandara di Jateng Tak Lagi Berstatus Internasional, Kunjungan Wisata Tidak Terpengaruh

Travel Update
Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Batal Liburan, Bisa Refund 100 Persen dari Tiket.com

Travel Update
Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Emirates Ajak Terbang Anak-anak Autisme, Wujud Layanan kepada Orang Berkebutuhan Khusus

Travel Update
Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Harga Tiket Masuk Terbaru di Scientia Square Park Tangerang

Jalan Jalan
Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Ada 16 Aktivitas Seru di Scientia Square Park untuk Anak-anak

Jalan Jalan
Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Sungailiat Triathlon 2024 Diikuti 195 Peserta, Renang Tertunda dan 7 Peserta Sempat Dievakuasi

Travel Update
Cara Akses Menuju ke Pendopo Ciherang Sentul

Cara Akses Menuju ke Pendopo Ciherang Sentul

Jalan Jalan
YIA Bandara Internasional Satu-satunya di Jateng-DIY, Diharapkan Ada Rute ke Bangkok

YIA Bandara Internasional Satu-satunya di Jateng-DIY, Diharapkan Ada Rute ke Bangkok

Travel Update
Harga Tiket Masuk dan Menginap di Pendopo Ciherang Sentul Bogor

Harga Tiket Masuk dan Menginap di Pendopo Ciherang Sentul Bogor

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com