Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepenggal Hari di Atas Pinisi

Kompas.com - 25/04/2016, 10:21 WIB

SEPENGGAL hari yang cerah makin sempurna di atas pinisi yang melaju di sekitar Labuan Bajo, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, yang permai. Aroma laut yang segar bertemu semilir angin yang menerpa wajah dan mempermainkan anak-anak rambut ke segala arah....

Pagi selalu menjadi saat yang paling tepat untuk memulai sebuah petualangan. Seperti pada beberapa waktu lalu ketika kami pergi ke Labuan Bajo bersama tim ”Wondernesia”, yang antara lain terdiri dari presenter dan model cantik Nadya Hutagalung, serta video blogger asal Australia, Luke Latty, Mae Tan asal Singapura, dan Diana Wee dari Tiongkok.

Dari dermaga pelabuhan, pemandangan di sekitar Pelabuhan Labuan Bajo tampak begitu memikat, memanggil-manggil kami untuk segera mendekat. Lautan biru memantul jernih ke langit yang bersih, membingkai indah perahu-perahu yang bersandar di dermaga, seperti sebuah lukisan pagi. Celoteh riang dan wajah-wajah ramah warga Labuan Bajo melengkapi pagi indah.

Hari itu istimewa. Kami akan menikmati keindahan Labuan Bajo dari atas pinisi yang berlayar di hamparan laut biru. Belum lagi kami naik ke atas pinisi, kami sudah bisa membayangkan seperti apa sensasinya. Seperti berlayar di kapal pribadi dan memeluk seluruh keindahan sepanjang perjalanan.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Suasana pagi di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Selasa (19/1/2016).
Pinisi adalah sebutan untuk kapal layar tradisional khas Indonesia yang berasal dari suku Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal jenis ini, hingga kini, masih dibuat di Desa Bira, Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba.

Kapal ini umumnya memiliki 2 tiang layar utama dan 7 layar. Itu terdiri dari 3 layar di ujung depan, 2 di depan, dan 2 lagi di belakang.

Dua tiang layar utama untuk melambangkan dua kalimat syahadat yang ada dalam Islam, sementara tujuh layar lainnya melambangkan jumlah dari surat Al-Fatihah. Maknanya adalah nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengarungi tujuh samudra besar di dunia.

Kini, pinisi yang eksotis dengan material utama kayu ulin dan kayu jati itu digunakan untuk pariwisata. Di Labuan Bajo, salah satu operator yang mengoperasikan pinisi untuk pariwisata adalah plataran.

Wisatawan bisa menyewa pinisi ke lokasi-lokasi yang dia inginkan di sekitar Labuan Bajo. Seperti berkunjung ke Pulau Rinca dan Pulau Komodo, atau melihat Pink Beach yang indah dengan pasir pantainya yang berwarna merah muda.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Suasana di pinisi.
Bisa juga sekadar makan siang di dek atas yang terbuka sembari menikmati keindahan Labuan Bajo, seperti yang kami lakukan.

Kapten Asriadi (32) yang siang itu mengendalikan pinisi menuturkan, umumnya para wisatawan yang menyewa pinisi memilih perjalanan menuju Pulau Rinca yang jarak tempuhnya kira-kira 2,5 jam dari Labuan Bajo. Dari Pulau Rinca, perjalanan kemudian dilanjutkan ke Pulau Komodo yang berjarak tempuh lebih kurang 2 jam.

”Dari rute itu biasanya, kan, ada spot untuk diving. Nah, biasanya mereka banyak juga yang diving. Kalau di sekitar Pulau Komodo, lokasinya di utara Gili rawa darat, atau di karang makassar, dan Pink Beach,” ujarnya.

Wisatawan tak perlu repot membawa peralatan diving karena semua peralatan sudah tersedia.

Di luar itu, apabila wisatawan menginginkan rute perjalanan lain pun tak masalah. Intinya, wisatawan dibebaskan menentukan rute perjalanan yang ingin mereka lakukan dengan pinisi. Apakah mengikuti program yang ditawarkan atau punya rencana sendiri.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Perahu melintas, Selasa (19/1/2016), di dekat Pulau Bidadari, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Tinggal di kapal

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com