Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tour de Flores Momentum Membangun Peradaban dan Mempertahankan Budaya

Kompas.com - 13/06/2017, 05:36 WIB
Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com - Ajang Tour de Flores tahun 2016 dan 2017 yang digelar di Pulau Flores Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi momentum untuk membangun peradaban dan mempertahankan budaya Flores.

Hal itu disampaikan tokoh masyarakat Flores yang juga Koordinator TPDI Petrus Selestinus kepada Kompas.com, Senin (12/6/2017) malam.

Secara keseluruhan, menurut Petrus, persoalan keadilan dan kesejahteraan sosial di NTT merupakan masalah akut yang belum tersentuh secara bijaksana oleh pemerintah di pusat dan daerah.

(BACA: Gawi, Tarian Toleransi dari Flores)

Masyarakat NTT pada umumnya belum tahu bahkan tidak mengerti tentang segala hal yang dilakukan oleh pemerintah karena memang pemerintah selalu ingin jalan sendiri dan memperlakukan masyarakat sebagai objek bukan sebagai subjek apalagi untuk diberi peran sebagai wujud peran serta masyarakat dalam.

“Wujud peran serta masyarakat untuk ikut serta dalam menentukan perencanaan APBD dan wujud peran serta masyarakat dalam menentukan hal-hal yang terkait dengan kebijakan publik, termasuk di dalamnya ikut menentukan Tour de Flores (TdF) 2016 dan 2017,” kata Petrus.

Padahal, lanjut Petrus, TdF 2016 dan TdF 2017 merupakan ajang promosi pariwisata Flores yang multi-dimensi, sehingga seharusnya masyarakat disiapkan dengan berbagai macam keterampilan melalui program pemberdayaan sosial masyarakat lalu diberi peran utama.

(BACA: Rombeng Rajong, Cara Menghormati Leluhur di Flores)

Dengan demikian, sebagian kebutuhan wisatawan bisa dilayani oleh masyarakat Flores yang terlatih, entah itu di bidang perhotelan, transportasi, restoran, kuliner, suvenir dan pertunjukan hiburan.

“Namun kenyataannya, untuk sekadar hanya sebagai relawan pemandu wisata pun, sejumlah kabupaten di NTT belum memilikinya, sehingga ini memerlukan keterlibatan banyak pihak dengan multi-disiplin ilmu pengetahuan yang memadai,” tegasnya.

Memurut Petrus, ini akan menjadi masalah besar dalam kepariwisataan Flores, karena TdF 2016 dan TdF 2017 bisa saja mampu mendatangkan wisatawan dalam jumlah jutaan orang, akan tetapi kemampuan sumber daya manusia nihil.

Karena itu, kemampuan memfilter diri sangat jauh dari kelayakan, karena pemerintah selama ini mengabaikan persoalan pemberdayaan sosial masyarakat sehingga putra-putri Flores hanya menjadi manusia-manusia yang minim keterampilan, pekerja malas yang tidak berwawasan, minim kreatif dan inovatif dengan daya saing yang sangat rendah dan lama kelamaan menjadi beban daerah dan negara.

Ia melihat ada semacam faktor kesengajaan yang tersembunyi dari aparat pemerintah agar masyarakat dibiarkan tetap statis dan apatis, sebagai akibat gaya kepemimpinan pejabat yang merasa dirinyalah yang paling benar sendiri.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN Pebalap melaju saat menempuh etape pertama Tour de Flores 2016 dengan jarak 138,8 kilometer dari Larantuka menuju Maumere, Nusa Tenggara Timur, Kamis (19/5/2016).
“Untuk apa melibatkan masyarakat, jika masyarakat tidak mengerti TdF, tidak mengerti balap sepeda dan tidak paham pariwisata,” ujarnya.

Kondisi riil masyarakat di setiap kabupaten yang menjadi daerah etape TdF 2016 yang lalu dan sekarang TdF 2017 sangat menyedihkan, sementara dampak ekonomi yang ditimbulkan sangat besar bagi masyarakat tetapi tidak kena ke sasaran yang dituju.

Terlebih lagi, menurut Petrus, para bupati yang lahir dari pilkada ke pilkada belum ada satu pun bupati hasil pilkada memiliki kemampuan menejerial yang baik dan sungguh-sungguh menata dan mengurus kota dan masyarakatnya.

Budaya dan peradaban di Flores telah dikacaukan oleh sistem tata kelola pemerintahaan yang lebih mengutamakan persoalan politik pencitraan diri, sementara persoalan budaya dan peradaban yang seharusnya menjadi potret kota di Flores diabaikan.

Petrus menambahkan, kebersihan, keindahan dan keteraturan diabaikan, sehingga memberi kesan kota-kota kabupaten di Flores tidak dikelola oleh sebuah pemerintahaan yang mengedepankan potret kota yang menyatukan budaya dan peradaban dalam satu tata kelola yang baik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com