YOGYAKARTA, KOMPAS.com - "Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan," penggalan sajak dari penyair Joko Pinurbo diinterpretasikan secara nyata dalam Festival Angkringan Yogyakarta, di Plaza Ngasem pada 6-8 Oktober 2023.
Sore hari Jumat (6/10/2023), ribuan masyarakat datang memadati area Plaza Ngasem. Di bagian belakang Plaza Ngasem, puluhan gerobak angkringan saling berdampingan.
Rentengan bubuk minuman nampak terpajang di tiap gerobak angkringan. Ciri khas lainnya, yakni ceret atau ketel air yang dipanaskan di tungku dengan arang, juga masih dipertahankan, meski sudah ada kompor modern.
Baca juga: Ternyata Ada Angkringan di Pangkalpinang, Mulai Bangkit Usai Pandemi
Menu yang disediakan juga beragam mulai dari berbagai jenis sate, aneka gorengan, nasi kucing tersedia pada festival kali ini. Festival Angkringan Yogyakarta diikuti sekitar 43 angkringan dan kuliner pasar rakyat.
Pengunjung tinggal memilih mana angkringan yang dikehendaki, memesan, lalu duduk di pinggir gerobak angkringan dan melepas penat seusai bekerja seharian.
Salah satu pengunjung, yakni warga Yogyakarta bernama Arif, tampak tengah menunggu pesanan es teh miliknya. Ia dan teman-temannya menikmati festival yang baru digelar pertama kali di Kota Yogyakarta ini.
"Penasaran pengen datang, kebetulan juga waktunya pas saat sore hari. Pulang kerja, lalu sekalian ngangkring. Ternyata juga ramai yang datang," kata dia, Jumat (7/10/2023).
Baca juga: PT KAI Sajikan Angkringan Gratis di 9 Stasiun Besar
Kepala Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta Veronica Ambar Ismuwardani mengatakan, Festival Angkringan Yogyakarta pertama kali diadakan di Pasar Ngasem karena tempat itu menjadi ikon dan memiliki sejarah di Kota Yogyakarta.
Pihak Pemkot Yogyakarta berharap, angkringan yang menjadi ikon bisa menjadi branding Yogyakarta.
Termasuk untuk mengembangkan pasar rakyat menjadi sebuah ruang ekosistem ekonomi kreatif, sehingga pasar rakyat tidak hanya tempat jual beli barang, tapi juga wisata dan edukasi.
“Yogya terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan. Jadi kita berharap orang-orang kalau pulang (ke Yogya) makan di angkringan Kota Yogya," ujar Vero.
Menurut dia, angkringan bukan hanya menjadi kebiasaan masyarakat Kota Yogyakarta berkaitan budaya kuliner.
"Tapi juga bagian dari budaya sosial karena di angkringan kita memperoleh kenyamanan. Makan yang murah, tanpa sekat batas apapun kita bisa ngomongin apa pun,” ucap Vero.
Baca juga: Tak Ingin Kalah dari Solo, Yogyakarta Angkat Ritual Budaya Merti sebagai Daya Tarik Wisata
Festival Angkringan Yogyakarta juga untuk memeriahkan rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-267 Kota Jogja.
Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo Festival Angkringan Yogyakarta yang pertama kali diselenggarakan itu ternyata di luar ekspektasi karena pengunjungnya banyak.
Hal itu menunjukan bahwa angkringan itu tidak hanya sekadar menjual nasi kucing, tapi menjadi satu tempat untuk saling ketemu, diskusi dan bercerita.
“Saya keliling di tiap angkringan pasti ada yang menikmati nasi kucing, sate dan sebagainya. Ini menunjukan antusias dari masyarakat. Bahkan tidak hanya warga kota tapi ada beberapa dari luar kota. Tentunya ini akan menjadi daya tarik wisata Kota Yogyakarta,” paparnya.
Singgih mengaku memiliki beberapa menu favorit khas angkringan yakni nasi teri, atau nasi oseng-oseng tempe.
Baca juga: Tugu Pal Putih Yogyakarta Diberi Pagar, Mau Masuk Harus Izin Dulu
“Saya itu nasi teri, nasi oseng, luar biasa. Apalagi nasinya anget. Kalau dulu waktu zaman masih kuliah, seringnya kepala (ayam) goreng saya minta dibakar lagi itu sensasinya luar biasa,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.