Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wisatawan Numpuk di Selatan, Pariwisata Bali Perlu Pemerataan Akses dan Atraksi

Kompas.com - 19/02/2024, 20:24 WIB
Suci Wulandari Putri Chaniago,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Nia Niscaya menilai, pariwisata di Bali perlu pemerataan akses dan infrastruktur.

Hal ini sebagai salah satu upaya untuk mengurai kepadatan wisatawan agar tidak menumpuk di Bali selatan.

"Banyak orang mengeluh karena macet, infrastrukturnya memang sudah waktunya untuk di-manage (dikelola), dan juga mungkin perlu keseimbangan antara Bali utara dan selatan," kata Nia di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Senin (19/2/2024).

Baca juga: Desa Devisa Kakao di Jembrana Bali Raih Penghargaan dari Lembaga di Belanda

Menurut Nia, ramainya wisatawan di wilayah tertentu di Bali bisa terjadi karena beberapa faktor, di antaranya karena faktor aksesibilitas, komunikasi, dan atraksi.

"Selama ini mungkin atraksi (wisata) lebih banyak di selatan (Bali bagian wilayah selatan)," katanya.

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kompas Travel (@kompas.travel)

Padahal, kata Nia, Bali di wilayah utara dan barat juga punya atraksi wisata yang tidak kalah menarik.

Maka dari itu, lanjutnya, penting untuk lebih gencar memberikan informasi dan promosi mengenai wisata Bali di wilayah yang tidak padat. Hal ini tentu akan mendukung terjadinya perpindahan wisatawan.

Baca juga: Desa Penglipuran Bali Masuk Daftar Desa Terbaik untuk Dikunjungi 2024

"Ini juga suatu cara mengelola yang sesuai dengan memperhatikan kapasitas. Saya kira itu sudah menjadi concern," katanya.

Bali, korban suksesnya pariwisata

Sebelumnya, dikutip dari laman UK Express, seorang pakar perjalanan dan blogger di Taiwan Obsessed, Nick Kembel menilai kondisi Bali saat ini ialah "korban" dari kesuksesannya dalam menggaet wisatawan.

"Pulau di Indonesia ini (Bali) telah menjadi korban dari kesuksesannya sendiri, menarik perhatian orang-orang di Instagram yang mencari foto pantai yang sempurna dengan latar belakang sawah yang subur dan pura Hindu," kata Nick, seperti dikutip dari UK Express.

Ilustrasi kemacetan di Bali. Dinas Perhubungan Provinsi Bali mencatat ada sekitar 871.607 wisatawan dan 98.907 unit kendaraan yang memadati Pulau Dewata selama libur NataruShutterstock/Catwalk Photos Ilustrasi kemacetan di Bali. Dinas Perhubungan Provinsi Bali mencatat ada sekitar 871.607 wisatawan dan 98.907 unit kendaraan yang memadati Pulau Dewata selama libur Nataru

Sayangnya, kata Nick, lonjakan wisatawan ini telah menyebabkan terbatasnya infrastruktur, masalah lingkungan, dan hilangnya tradisi budaya di Bali.

Dalam perjalanannya ke Bali selama bertahun-tahun, Nick mengatakan bahwa tampak jelas hanya daerah-daerah tertentu yang ramai wisatawan. Alhasil, kondisi ini menghilangkan citra Bali sebagai tempat yang tenang dan memesona.

"Lebih dari lima juta wisatawan asing berkunjung ke Bali pada tahun 2023, yang populasinya hanya empat juta jiwa," kata Nick.

Baca juga: Sempat Dianggap Overtourism, Target 7 Juta Turis Asing di Bali 2024 Dinilai Tak Masalah

Menambahkan dari Kompas.com (17/2/2024), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno juga menargetkan 7 juta turis asing atau wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali pada 2024.

Jumlah ini naik bila dibandingkan dengan target wisman ke Bali pada 2023, yakni sebanyak 4,5 juta.

Meskipun demikian, Nick mengatakan masih ada beberapa area di Pulau Bali yang memungkinkan untuk melihat “Bali yang sebenarnya”.

“Untungnya, masih ada cara untuk merasakan Bali yang sesungguhnya, yaitu menghindari destinasi seperti Kuta, Seminyak, dan Ubud," kata Nick.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com