Buleleng Festival tercipta tiga tahun lalu. Peningkatan kesejahteraan masyarakat hingga menumbuhkan kecintaan terhadap produk-produk lokal menjadi tujuan utama agenda tahunan festival ini.
Sebagai perajin tenun tradisional, Jayadi mendapatkan manfaat dari Buleleng Festival. Selembar kain tenun mastuli asal desanya yang lama mati suri sejak kejayaannya tahun 1990-an, menuai rupiah. Perlahan-lahan kain terjual lembar demi lembar. Jayadi bersama perajin lainnya mulai semangat lagi. Motif-motifnya terus diperkaya. Selembar kain dihargai mulai Rp 400.000.
Pada pameran Buleleng Festival pertama tahun 2013, Jayadi hanya mampu menjual 12 lembar kain. Tahun kedua dan ketiga terus laris, penjualannya mencapai Rp 14 juta. Sebagian besar pembelian untuk mengisi butik-butik kebaya di Denpasar.
Kain tenun mastuli ini sekilas mirip kain tenun endek. Prosesnya memang sama. Perbedaannya pada benang pintalnya. Benang tenun endek biasanya memakai benang katun, sedangkan tenun mastuli memakai benang sutra.
Menurut Jayadi, pameran Buleleng Festival menjadikan pemerintah kabupaten peduli usaha kecil melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Buleleng. ”Kami pun mendapatkan pelatihan, bantuan peralatan, dan mendapatkan prioritas jika ada pameran-pameran,” ujarnya.