Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengembalikan Malang Kota Taman

Kompas.com - 14/03/2016, 09:47 WIB
SIAPA tidak kenal dengan keelokan Malang. Kota berpenduduk 848.474 jiwa, 1 juta jiwa pada siang hari, tersebut secara geografis sudah menawan sejak diciptakan.

Kota ini layaknya cawan berharga yang dipagari jajaran tinggi Gunung Semeru di sisi timur, Gunung Kawi di sisi barat, Gunung Arjuno, dan Gunung Welirang di sisi utara.

Letaknya di daerah pegunungan menjadikan suhu udara di Malang lebih dingin dibandingkan kota-kota lain di Jawa Timur.

Tahun 1980-an, suhu udara di Kota Malang rata-rata 17 derajat celsius. Taman-taman dibangun di sejumlah wilayah.

Kota seluas 110 kilometer persegi ini pun oleh arsitek Belanda Herman Thomas Karsten (1884-1945) disebut kota taman.

Keelokan dan kesejukannya itu membuat Belanda jatuh hati sehingga menjadikan Malang sebagai kota peristirahatan.

Namun, keistimewaan itu pernah hilang saat pepohonan, bunga, dan ruang terbuka yang menjadi ciri khas kota satu per satu lenyap berganti menjadi bangunan dan pusat bisnis.

Dari kota ijo royo-royo, Kota Malang disindir oleh warganya menjadi kota ijo ruko-ruko (rumah toko). Suhu udara pun lebih dari 30 derajat celsius.

Salah satu ikon tersisa dari kota ini adalah kawasan Jalan Ijen. Kawasan perumahan elite (di masanya merupakan bangunan vila) dengan jalan besar dan tanaman palem di kanan-kiri jalan adalah khas Jalan Ijen.

Pemandangan Gunung Kawi di sisi barat awalnya adalah kelebihan kawasan ini sebelum akhirnya tertutup bangunan.

Tidak ingin keelokan Kota Malang kian rusak, Pemerintah Kota Malang secara perlahan berusaha merevitalisasi dan menambah ruang terbuka. Dibangunlah sejumlah taman kota dan trotoar mulai diperbaiki.

Taman Merjosari, Taman Merbabu, Taman Trunojoyo, Taman Kunang-Kunang Jalan Jakarta, dan Taman Mojolangu, semua dibangun untuk itu. Taman-taman tersebut tidak sekadar bernilai estetis, tetapi juga menjadi ”hidup”.

”Hidup” karena taman tidak sekadar dapat dipandang, tetapi juga dapat menjadi wadah berkegiatan. Menjadi tempat bermain anak, tempat kumpul keluarga, hingga tempat beragam komunitas berkegiatan.

Pedagang kaki lima (PKL) yang selama ini menguasai trotoar dan taman pun mulai digeser. Bangku-bangku taman disiapkan di beberapa ruas jalan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com