Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Meriahnya Kirab Budaya 19 Kelenteng se-Jawa Bali di Banyuwangi

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Ribuan orang mengikuti kirab budaya yang diselenggarakan oleh umat Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Hoo Tong Bio yang ada Jalan Ikan Gurami, Kelurahan Karangrejo, Banyuwangi, Sabtu (17/3/2018).

Kirab tersebut diikuti oleh 19 klenteng se-Jawa Bali dan Lombok dengan jumlah patung yang diarak sebanyak 21 patung. Kirab tersebut untuk memperingati bertahtanya Kongco Tan Hu Cin Jin di Klenteng Hoo Tong Bio yang ke-234 tahun.

Kelenteng Ho Tong Bio dikenal sebagai "ibu" dari 8 klenteng Tan Hu Cin Jin yang tersebar di beberapa lokasi di sekitar Banyuwangi, sekaligus sebagai kelenteng tertua. Kelenteng lain berlokasi di Besuki (Situbondo), Probolinggo, Lombok, Jembrana, Tabanan, Kuta, dan Buleleng.

Nama Kelenteng Ho Tong Bio yang berada di kawasan Pecinan Banyuwangi memiliki arti "Kuil Perlindungan Chinese". Pembangunan kelenteng ini juga merupakan persembahan kepada leluhur mereka, Kongco Ta Hu Cin Jin, yang dipercaya melindungi orang-orang Tionghoa di Blambangan, wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten Banyuwangi.

Susana Indriarty (66), ketua (TITD) Hoo Tong Bio kepada Kompas.com, Sabtu (17/3/2018) menjelaskan pada zaman Kerajaan Blambangan para etnis Tionghoa menyelamatkan diri dari peperangan dan berlindung di wilayah yang saat ini tempat didirikan klenteng. Saat itu semuanya yang berlindung di satu tempat itu selamat, sedangkan warga etnis Tionghoa yang berlindung ditempat lain mati terbunuh.

"Akhirnya orang-orang etnis Tionghoa mendirikan klenteng yang sederhana dan diberi nama Hoo Tong Bio dan persembahan dberikan kepada Kongco Ta Hu Cin Jin, leluhur yang menyelamatkan orang Tionghoa di Blambangan. Dan kirab ini digelar untuk memperingati bertahtanya Konco di Klenteng Hoo Tong Bio," jelasnya.

Susana menjelaskan kirab tersebut merupakan upacara ritual dengan tujuan agar masyarakat khususnya di Banyuwangi mendapatkan kesejahteraan, negara lebih makmur, dijauhkan dari marabahaya serta musim sesuai dengan waktunya.

"Jika musim penghujan ya hujan turun, jika musim kemarau ya panas karena jika semua sesuai dengan siklus maka pertanian akan subur dan berlimpah. Itu juga yang kita harapkan," jelasnya.

Sebelum kirab dimulai, patung Kongco Ta Hu Cin Jin dan pengawalnya diletakan tandu yang dipenuhi dengan bunga. Lalu pintu utama klenteng ditutup rapat dan diletakkan Hu atau kertas jimat tepat di depan pintu. Menurut Susana, hal tersebut dilakukan karena pemilik rumah yaitu Kongco Ta Hu Cin Jin keluar untuk dikirab sehingga klenteng dalam keadaan kosong.

"Hu ini berfungsi untuk menolak bala dan marabahaya," jelasnya.

Kirab diikuti oleh ribuan orang, membawa 21 patung yang ditandu. Kirab berkeliling jalan utama kota Banyuwangi dan diramaikan dengan hibuan Barong Using, barongsai juga liong. Bukan hanya dari etnis Tionghoa, semua masyarakat Banyuwangi melebur menjadi satu dalam kirab dibalut dalam Festival Imlek 2018.

Hendi Kang Prabowo dari Klenteng Hwa Kong Lombok, kepada Kompas.com mengatakan dia bersama dengan rombongannya sudah beberapa hari menginap di Banyuwangi untuk mengikuti kirab tersebut. Bukan hanya membawa patung dewa, dia dan rombongan juga membawa alat musik khas Lombok untuk dimainkan saat kirab keliling kota Banyuwangi.

"Tahun ini semua klenteng yang memuja leluhur Kongco Ta Hu Cin Jin termasuk klenteng kami ikut kirab. Kecuali yang dari Bali karena bebarengan dengan Nyepi. Kirab ini rutin di lakukan sebagai tolak bala agar kita semua diberi keselamatan," jelasnya.

Setelah kirab selesai, digelar upacara sederhana dilakukan di halaman klenteng untuk membuka pintu utama sebelum Kongco Ta Hu Cin Jin dan pengawalnya kembali diletakkan di altar.

Selama empat tahun kirab tidak dilaksanakan

Kirab yang dilaksanakan pada Sabtu (17/3/2018) adalah kirab yang pertama kali digelar pasca terbakarnya Klenteng Hoo Tong Bio empat tahun lalu tepatnya Jumat 13 Juni 2014. Diduga kebakaran dari bangunan dengan dominasi warna merah itu bermula dari altar sembahyang di sisi selatan.

Hanya dalam waktu kurang dari satu jam, 80 persen bangunan yang dibangun pada 14 Maret 1784 tersebut ludes terbakar, termasuk tiga prasasti kayu berusia ratusan tahun dan hanya 4 dari 16 patung dewa yang dipuja yang berhasil di selamatkan.

Indrana Tjahjono, pengurus Klenteng kepada Kompas.com menjelaskan Klenteng Hoo Tong Bio direnovasi beberapakali yaitu pada 1848, 1890, dan 1980.

"Ada prasasti kayu tahun 1784 ikut terbakar dan itu menjadi jejak sejarah penting untuk kuil ini. Baru pasca orde baru, klenteng ini dibangun lebih besar hingga tahun 2008," jelasnya.

Hal senada juga dijelaskan Susana. Menurutnya selama empat tahun, kirab tidak digelar karena umat fokus membangun klenteng yang sudah luluh lantak karena terbakar. Selain patung dewa hanya sedikit yang terselamatkan sehingga tidak ada patung yang bisa dikirab.

"Saat ini pembangunan Klenteng Hoo Tong Bio sudah selesai dan menghabiskan anggaran sekitar 8 miliar rumah yang didapatkan dari umat Tri Dharma," pungkas Susan.

https://travel.kompas.com/read/2018/03/19/203600327/meriahnya-kirab-budaya-19-kelenteng-se-jawa-bali-di-banyuwangi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke