Dua hidangan ini memang berbahan sama, mulai bahan dasar hingga rempahnya, tetapi rasa dan wujudnya jelas sekali berbeda.
Selain di tanah Minang, kedua hidangan tersebut kerap dianggap sama oleh masyarakat. Seringkali masyarakat menyebut kalio sebagai rendang. Hal itu dikemukakan penulis buku "Rendang Traveler", Reno Andam Suri.
"Di Pulau Jawa, kalio sudah disebut rendang. Atau orang Betawi merasa rendang itu nggak sampai hitam," tutur Uni Reno, saat bertemu KompasTravel, Senin (25/7/2016).
Ia mengatakan tahapan dan lamanya memasak yang membedakan antara gulai, kalio, dan rendang. Kalio berasa di tengah antara gulai dan rendang.
Rendang sendiri merupakan proses memasak yang dimulai dari gulai, kalio sampai akhirnya menjadi rendang. Selain itu juga rendang merupakan salah satu warisan budaya yang sarat makna sosial budaya.
Ciri masakan tersebut, santan yang dimasak ini sudah berwarna kuning kemerahan, teksturnya belum kental tetapi dagingnya sudah matang. Masakan inilah yang dinamakan gulai daging, tentu sudah bisa dimakan dengan nasi dan berbagai lauk lain.
Di tahap kalio, santan dan rempah sudah mengeluarkan minyak. Tekstur kalio pun lebih kental dari gulai, dan berminyak dengan warna coklat kemerahan.
“Kalio itu ada di tengah. Jadi prosesnya adalah gulai masih encer, kalio yang lebih kental dan minyak sudah keluar, baru rendang," tambah Reno.
Rendang dimasak dengan menghabiskan 7-8 jam paling lama. Setelah masakan menjadi kalio, api langsung dikecilkan hingga minyak mengering dan menjadi rendang.
Meski begitu, ketiganya menurut Reno kembali ke selera konsumennya. Banyak orang Jawa yang sudah jatuh hati dengan kalio, sehingga saat ke Padang, ia meminta kalio bukan rendang.
https://travel.kompas.com/read/2018/04/04/221000427/jangan-salah-begini-cara-bedakan-rendang-atau-bukan-di-rumah-makan-padang