Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

5 Fakta Galungan, Bisa Datangkan Musibah jika Tak Dirayakan

KOMPAS.com - Umat Hindu di Bali merayakan Galungan pada Rabu (4/1/2023). Galungan merupakan hari raya yang datangnya setiap enam bulan sekali berdasarkan pawukon.

Dilansir dari jurnal berjudul Upacara dan Makna Filsofis Hari Raya Sugian Jawa dan Sugian Bali karya Wayan Musna, Galungan merupakan salah satu upacara agama Hindu untuk mengingatkan manusia secara ritual dan spiritual agar selalu memenangkan Dewi Sampad untuk menegakkan dharma melawan adharma.

"Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byanparaning idep) adalah wujud adharma," tulis Wayan dalam jurnalnya.

Perayaan Galungan di Bali dipercaya memiliki kaitan erat dengan cerita rakyat tentang Mayadanawa atau Mayadenawa.

Dilansir dari situs resmi Kementeriaan Pendidikan dan Kebudayaan, Mayadanawa merupakan gabungan antara cerita sejarah dan mitologi.

Diceritakan bahwa dahulu kala hiduplah seorang raja bernama Mayadanawa. Ia merupakan keturuanan daitya atau raksasa di wilayah utara Danau Batur yang memiliki kekuatan mengubah diri menjadi bentuk apa pun.

Sayangnya, kesaktian tersebut membuat Mayadanawa menjadi sosok raja yang angkuh. Ia melarang rakyat Bali untuk menyembah Tuhan dan melakukan upacara keagamaan.

Sang raja bahkan merusak semua pura yang ada di wilayah kekuasaannya.

Setelah semua upacara keagamaan ditiadakan, tanaman warga menjadi rusak dan wabah penyakit merebak. Melihat hal tersebut, Mpu Kul Putih melakukan semadi di Pura Besakih untuk memohon petunjuk dan bimbingan Tuhan.

Dalam semadi tersebut, Mpu Kul Putih mendapat petunjuk agar meminta pertolongan ke India.

Singkat cerita, pertolongan dari surga turun berupa sebuah pasukan yang dipimpin Batara Indra. Pasukan tersebut menyerang Raja Mayadanawa dan melengserkannya dari tahta.

Meski melalui pertempuran yang sangat sengit, Pasukan Batara Indra akhirnya berhasil mengalahkan Mayadanama. Cerita rakyat ini lah yang menjadi latar belakang perayaan Galungan.

Masyarakat percaya bahwa kebaikan atau dharma akan selalu berhasil melawan kejahatan atau adharma.

Menurut lontar Purnama Bali Dwipa dalam tulisan Wayan, Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat atau Budha Kliwon Dungulan di tahun 882 Masehi atau Saka 804.

Akan tetapi dengan alasan yang tak diketahui, perayaan tersebut sempat berhenti pada tahun 1103 Saka. Saat itu Raja Sri Ekajaya adalah pemimpin yang berkuasa.

Hilangnya perayaan Galungan konon menyebabkan musibah yang datang berturut-turut. Para raja yang berkuasa dikabarkan meninggal dalam usia muda.

Raja Sri Jayakasunu yang memimpin setelah meninggalnya Sri Dhanadi kemudian melakukan tapa brata atau semadi di Pura Dalem Puri. Dalam pertapaan tersebut, Sri Jayakasunu mendapat jawaban atas wafatnya para raja di usia yang relatif muda.

Musibah tersebut terjadi karena para raja tak lagi merayakan Galungan. Setelah hampir 23 tahun tak digelar, perayaan Galungan kembali diselenggarakan pada tahun 1126 Saka.

Dilansir dari Kompas.com, Selasa (18/2/202), upacara Galungan terdiri dari rangkaian yang cukup panjang. Bahkan rangkaian tersebut telah dimulai sejak 35 hari sebelum jatuhnya perayaan Galungan.

Pada hari tersebut masyarakat akan melakukan upacara doa di kebun dengan tujuan mendapat hasil panen yang baik agar dapat digunakan dalam perayaan Galungan mendatang. Upacara doa kebun ini disebut juga dengan nama Tumpek Pengatag.

Pada hari ke-6 menjelang perayaan Galungan, umat Hindu di Bali akan melakukan Sugihan Jawa. Pada acara ini, mereka mulai membersihkan pura yang ada di kawasan desa ataupun pura keluarga di pekarangan rumah masing-masing.

Sugihan Jawa ini digelar dengan tujuan membersihkan alam dan fisik yang ada di luar tubuh manusia. Mereka juga akan melakukan sembahyang untuk menyucikan diri.

Pada hari ketiga sebelum perayaan digelar, masyarakat akan membuat tapai, kue, dan beberapa jajanan. Mereka juga akan mulai mempersiapkan sesajen untuk perayaan Galungan.

Penjor atau dekorasi dari bambu berbentuk melengkung dengan isi buah-buahan, padi dan hasil pertanian, akan dipasang di halaman rumah dua hari sebelum Galungan dirayakan.

Sehari sebelum perayaan Galungan, umat Hindu di Bali akan mempersiapkan sajian untuk upacara Galungan. Hari ini disebut dengan hari Penampahan.

Pada hari perayaan, masyarakat akan bersembahyang di pura milik desa pada pagi hari, yaitu sekitar pukul 07.00 Wita. Ibadah atau doa ini dilakukan secara bersama-sama.

Acara doa ini dilakukan dari satu pura ke pura lain yang ada di kawasan desa. Akan tetapi, pada umumnya masyarakat hanya akan mendatangi tiga pura utama yang ada di desa, yaitu Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem.

Setelah doa selesai dilaksanakan, masyarakat akan mengarak barong keliling desa. Acara ini biasanya dilakukan sehari setelah perayaan Galungan.

Acara arak-arakan barong ini bertujuan memberikan keselamatan dari wabah penyakit. Acara ini disebut juga dengan nama Ngelawang.

Ngelawang biasanya dilakukan sampai 35 hari setelah Galungan.

Mengutip tulisan Putri Maharani dalam jurnal berjudul Hari Raya Idul Fitri dalam Islam dan Hari Raya Galungan dalam Hindu (Analisis Perbandingan), Galungan juga dirayakan oleh umat Hindu Suku Tengger.

Suku Tengger merayakan Galungan setiap 210 hari sekali di wuku galungan. Perayaan ini memiliki tujuan untuk memberkati desa, air dan masyarakat.

Upacara peringatan Galungan di Tengger sama dengan upacara Barikan, sebuah upacara yang biasa diselenggarakan tiap 35 hari sekali atau setelah terjadi bencana alam seperti gunung meletus, gempa, atau gerhana.

Namun, kini Galungan di Tengger telah menjadi satu dengan upacara 

Wisatawan dapat menyaksikan upacara Galungan ini di berbagai tempat wisata di Bali. Namun salah satu obyek wisata yang ramai dikunjungi saat perayaan ini adalah Tanah Lot.

Pura Tanah Lot menjadi salah satu lokasi kegiataan piodalan pada upacara perayaan Galungan. Wisatawan dapat menyaksikan umat Hindu di Bali beramai-ramai mendatangi kawasan tersebut sambil membawa sesajian.

Selain itu, wisatawan juga bisa menikmati pemandangan Pantai Tanah Lot yang jadi favorit banyak orang.

Tanah Lot terletak di kawasan Tabanan, Bali. Untuk bisa berwisata di kawasan tersebut wisatawan perlu membayar tiket masuk mulai dari Rp 20.000 per orang.

Sumber:

Maharani, P. 2020. Hari Raya Idul Fitri dalam Islam dan Hari Raya Galungan dalam Hindu (Analisis Perbandingan). Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Musna, Wayan. 2016. Upacara dan Makna Filsofis Hari Raya Sugian Jawa dan Sugian Bali. Vidya Samhita: Jurnal Penelitian Agama. Hal: 78-84

https://travel.kompas.com/read/2021/11/09/163941927/5-fakta-galungan-bisa-datangkan-musibah-jika-tak-dirayakan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke